RSS

Rabu, 25 Maret 2009

Sms di suatu pagi...

Seperti puisi yang kautuliskan,
seperti nyanyi yang kaulantunkan,
seperti senyum yang kausunggingkan,
seperti pandang yang kaukerlingkan,
seperti cinta yang kauberikan,
aku tak pernah merasa cukup..

(Seperti; Andrea Hirata)

Sender:
Muara Elegi
+6285732887731

Secepatnya aku forward pada
+62878666108xxx
dengan beberapa catatan kecil...

Ya, dan seperti rindu yang kausemaikan...
layaknya dendam yang kaubungkam...
serta halnya cinta yang kausembunyikan...

; aku tak pernah merasa puas
memandang dan meneguknya...

Selasa, 24 Maret 2009

Tafsir Ayat Korupsi


1. Jelaskan pengertian ayat-ayat tersebut dengan merujuk pada para mufassir?

§ Quraisy Syihab dalam tafsirnya Al Misbah mengungkapkan bahwa senyatanya pengkhianatan yang disebutkan dalam QS Ali Imran 161 terjadi pada saat perang Uhud. Perang Uhud adalah suatu kejadian di mana muslimin mengalami kekalahan. Salah satu faktor kekalahan tersebut disinyalir adalah kerakusan sahabat yang kemudian menghambur ke bawah gunung untuk mengambil harta rampasan perang.

Dengan tindakannya ini, mereka berarti juga telah mengkhianati komando rasulullah untuk tetap berada di atas gunung apapun yang terjadi. Strategi ini adalah taktik utama rasulullah untuk memenangkan perang dengan jumlah pasukan dan logistik yang tidak seimbang antar kedua belah pihak. Pada dasarnya, selain dilatarbelakangi rasa rakus, mereka juga khawatir rasulullah tidak akan memberikan pembagian harta rampasan perang dengan adil kepada para prajurit. Lebih lanjut Quraisy menambahkan bahwa padanan kata dari al-ghulul di sini adalah lafadz al fadhihah, yakni melakukan sesuatu yang mencemarkan nama baik dan memalukan.

Ayat ini juga menegaskan bahwa seorang Nabi (terlebih Nabi Muhammad) tidak akan melakukan suatu penghianatan, sebab hal tersebut bertentangan dengan sifat amanah Nabi. Dengan demikian, khianat dalam ayat ini juga berarti khianat secara umum, semisal dalam mengemban amanah publik (misalnya jabatan) atau amanah antar individu (misalnya dititipi barang atau pesan untuk disampaikan pada orang lain)[1]

§ QS Al Baqarah ayat 188 ini menggunakan term addalwu (jama` dari dalyun )– al idla`[2]. Pada dasarya, arti dari kata ini adalah menurunkan timba untuk mengambil air. Thaba` Thabai menambahkan bahwa pengertian menurunkan timba ke dalam sumber yang tujuannya mendapatkan air tersebut sama halnya dengan praktik suap yang dilakukan secara sembunyi. Sebagaimana diketahui bahwa ketika sebuah timba dimasukkan ke dalam sumur, maka orang lain tidak bisa melihatnya. Secara otomatis, orang lain juga tidak tahu bahwa ada timba yang berusaha mengambil air (manfaat) dari sumur tersebut. Hal ini sama dengan keadaan praktik suap yang memang sengaja disamarkan dari publik agar tujuan suap tersebut tetap off the record.[3]

Jika dilihat dari konteks ayat sebelumnya yang menerangkan kebolehan berbuka setelah menunaikan ibadah puasa, maka ayat ini menegaskan bahwa kebebasan yang dimaksud dalah kebebasan yang bertanggungjawab. Ada aturan-aturan yang harus diindahkan seorang muslim dalam hal mencari nafkah atau mengadakan interaksi ekonomi. Secara umum, aturan tersebut tertulis dalam larangan memakan harta secara bathil. [4]

Sedangkan ayat sesudahnya memaparkan satu contoh dari praktik bathil tersebut, yakni menyuap seorang hakim dengan tujuan agar hakim tersebut melakukan suatu hal yang diperintahkan –dan tentunya menguntungkan- bagi si penyuap. Padanan kata dari term ad-dalwu ini adalah ar-risywah. Ironisnya, seperti disebutkan dalam teks ayat ini, orang yang disuap menyadari bahwa pemberi suap tersebut berada dalam pihak yang salah. Namun, karena mendapatkan uang suap, hakim yang menerima suap tersebut kemudian membohongi hati nuraninya sendiri dan menggunakan kemahirannya untuk membela orang yang salah.

Ensiklopedi Al-Qur`an menjelaskan asbabunnuzul ayat ini sebaga berikut: Pada suatu hari, ada dua orang yang saling berseteru dan sama-sama mengaku bahwa merekalah pemilik sah sebuah tanah. Namun, keduanya tidak memiliki saksi dan bukti yang bisa menguatkan pengakuannya. Karena proses ini cukup alot, maka hakim memerintahan kedua belah pihak untuk sama-sama bersumpah. Mereka berdua sama-sama bersumpah. Namun salah satu dari mereka, yakni orang yang bernama Imri`i Qays memberikan sumpah palsu. Karena itulah, ayat ini kemudian turun. Hal ini juga berkait erat dengan kebiasaan masyarakat saat itu (mungkin juga saat ini) yang menjadikan pengadilan sebagai media penyelamat untuk membela mereka yang sebenarnya berada pada pihak yang salah. Ironi ini disebabkan menjamurnya mafia peradilan. Di pengadilan, orang yang pandai bersilat lidah dan memiliki dana cukup, sangat dimungkinkan bisa memenangkan kasus meskipun berada dalam pihak yang salah. Hal ini merupakan outcome dari praktik menyogok hakim, pengacara, dan orang-orang yang berkecimpung dalam lembaga peradilan. [5]

Praktik mafia peradilan ini sudah bukan merupakan hal yang patut diherankan dewasa ini. `Amplop’ yang diberikan kepada jaksa atau hakim seakan telah menjadi syarat sah suatu peradilan. Hal ini merupakan sebuah ironi sebab idealnya, pengadilan adalah lembaga yang berusaha mencari dan menjunjung keadilan. Harta yang didapatkan hakim tersebut (dari hasil suap) tidak akan berbarokah dan membahagiakannya. Hal ini senada dengan apa yang dialami si penyuap. Walaupun ia terbebas dari perkaranya di pengadilan, akan tetapi ia menderita kerugian materi yang tidak sedkit setelah menyuap hakim.

§ QS Al Maidah ayat 42 ini menggarisbawahi kata assuht sebaga keyword pembahasan yang mungkin bisa dikaitkan dengan korupsi. Dalam tafsirnya, Thaba` Thabai menegaskan bahwa assuht adalah harta yang cara perolehannya melalui jalan yang haram dan tidak legal. Praktik ini menandakan bahwa si pelaku tidak memiliki komitmen yang kuat dalam agama dan muru`ahnya.[6] Al Maraghi mendukung pendapat ini dengan memaparkan bahwa definisi suht adalah sebuah mata pencahariaan yang buruk dan diharamkan. [7]

Sedangkan konteks ayat ini adalah masyarakat Yahudi yang membudayakan kebiasaan suap dan menyogok. Hal ini merupakan dominasi golongan yang memiliki kekuasaan dan bisa memeras rakyat dengan uang sogok sebagai pelicin saat rakyat kecil tengah membutuhan bantua para pejabat tersebut. Suap yang bertujuan membenarkan pihak yang salah dan menyalahkan pihak yang benar ini sudah menjadi mata pencahariaan sekunder pejabat Yahudi kala itu. Sehingga hampir bisa dipastikan, dalam setiap event peradilan, orang yang kaya atau sanggup membayar suap lebih bsar pasti memenangkan kasus. [8] Jika dibandingkan istilah sebelumnya, yakni dalwun, saya kira assuht ini memiliki cakupan makna yang lebih luas dan umum.

§ Asbabun Nuzul QS Al Maidah ayat 33 ini adalah peristiwa di Madinah saat ada beberapa orang dari bani U`kal dan Urainah yang menyampaikan keinginan untuk masuk Islam kepada rasulullah. Namun, mereka mengatakan bahwa mereka tidak merasa nyaman tinggal di Madinah. Nabi pun memerintahkan seorang penggembala untuk menemani beberapa orang tersebut keluar dari Madinah. Nabi juga menyertakan seekor unta yang akan menjadi alat transportasi mereka serta mengidizinkan mereka meminum susu dari unta tersebut. Berangkatlah beberapa orang tersebut didampingi seorang penggembala.

Di tengah perjalanan, orang yang berniat masuk Islam tersebut kemudian membunuh si penggembala yang menemani mereka dan membawa lari unta yang merupakan milik negara yang berasal hasil zakat. Mendengar kabar tersebut, rasulullah kemudian mengutus pasukan untuk memburu dan mengejar pembunuh dan perampok yang telah berlaku jahat tersebut. Setelah tertangkap, mereka mendapat hukuman cungkil mata, dan dipotong tangan dan kaki secara silang hingga hukum mati. Mereka mendapat hukuman plus-plus tersebut sebab melakukan kejahatan yang juga plus-plus, yakni membunuh dan merampok, serta menghianati kepercayaan dan fasilitas yang telah diamanahkan rasulullah. Hukuman mati biasanya diberikan kepada mereka yang mengganggu ketentraman masyarakat luas dan membunuh. Sedangkan hukuman salib sampa mati diberlakukan bagi orang yang mengganggu, membunuh, dan merampok. Hukum potong tangan ditujukan bagi orang yang hanya melakukan perampasan harta. Hukuman diasingkan dalam ayat ini bisa diartikan dengan hukuman kurungan atau penjara. [9]

Melihat kronologi asbabun nuzul di atas, agaknya orang-orang tersebut memang tidak memiliki niat yang ikhlas dan teguh untuk memeluk Islam. Hal ini, paling tidak terbukti dengan permintaan mereka yang cukup besar dan neko-neko pada Nabi. Atau bahkan, wajar jika dikatakan bahwa niat mereka sejak awal tidak lain adalah untuk merampok dan membunuh, namun dengan kedok masuk Islam agar memudahkan tercapainya rencana mereka. Dugaan ini diperkuat dengan apa yang diungkapkan Al Maraghi bahwa setelah membunuh si penggembala dan membawa lari unta tersebut, beberapa orang tersebut kemudian kembali pada kaumnya dan menyatakan bahwa mereka kembali kafir. [10] Ayat ini secara umum melarang manusia untuk menciptakan chaos di muka bumi, khususnya chaos yang sifatnya perampasan hak-hak orang lain, seperti perampasan harta dan nyawa. Potongan ayat yang menunjukkan objek harb (memerangi) Allah dan rasulnya masih bersifat abstrak. Hal ini dikonkritisasi dengan potongan selanjutnya, yakni membuat kerusakan di muka bumi yang sebenarnya masih memiliki dimensi yang demikian luas. Barangkali, chaos yang dimaksud dalam ayat ini adalah suatu tindakan yang mengancam lima hal yang harus dijaga dan dilindungi (yakni jiwa, harta, akal, keturunan, dan harta)

§ Di antara ayat yang dibahas dalam tulisan ini, barangkali QS Al Maidah ayat 38 adalah ayat yang paling populer di telinga kita. Budaya potong tangan sebagai hukuman bagi siapapun yang mencuri ini senyatanya merupakan tradisi jahiliyah yang diadopsi oleh Islam dengan beberapa perubahan komplementif. [11] Dalam tafsir Ahkamnya, syaikh Abdul Halim Hasan menegaskan bahwa ada dua macam pencurian, yakni pencurian besar dan pencurian kecil. Sayangnya, Syaikh Abdul Halim Hasan tidak memberikan eksplorasi yang cukup memadai terhadap ciri-ciri dan karakteristik pencurian besar. Ia agakanya lebih tertarik terhadap apa yang diistilahkannya sebagai pencurian kecil. Hal ini setidaknya terbukti dengan eksplorasi yang cukup luas mengenai pencurian kecil. Ia hanya menyebutkan bahwa hukuman bagi pelaku pencurian besar adalah hukuman mati, atau potong tangan dengan sistem disalib. Jika dibandingkan dengan tafsir Al Maidah ayat 33, maka pencurian besar ini adalah pencurian yang mengakibatan kekacauan secara luas, tidak hanya pada level individu.

Syaikh Abdul Halim Hasan mengatakan bahwa pencurian kecil adalah pencurian secara sembunyi-sembunyi terhadap harta yang bukan merupakan diamanahkan kepada orang yang mencuri. Ia juga menegaskan bahwa ada dua macam hukuman dalam pencurian kecil ini, yakni hadd (potong tangan) dan ta`dzir (diasingkan, didera, dan dipenjara). Karakteristik pencurian tersebut kemudian berpengaruh besar terhadap jenis hukuman yang harus diterima orang tersebut. Syaikh Abdul Halim Hasan menguti salah satu hadist yang mengatakan bahwa tidak ada hukuman hadd bagi orang yang menghianati amanah. Berangkat dari inilah ia kemudian menyimpulkan bahwa hukuman hadd (seperti yang disebutkan dalam ayat ini) hanya berlaku bagi orang yang mencuri hak miliki orang lain dan bukan harta yang diamanahkan pada pelaku pencurian tersebut. Dengan demikian, dapat difahami bahwa hukuman yang paling representatif untuk para koruptor adalah dipenjara. [12]

Tafsir terbitan UII menambahkan bahwa suatu hukuman terhadap pencurian ini baru bisa dilaksanakan jika pelaku sudah mengakui atau sudah ada bukti dan saksi yang sangat menguatkan dan terjamin validitasnya. Akan tetapi, hukuman ini masih mungkin bisa digagalkan jika korban yang bersangkutan memberikan maaf pada pelaku, biasanya disertai beberapa persyaratan, seperti mengembalikan harta yang dicuri. [13] Ulama` masih berbeda pendapat menganai jumlah barang curian yang menyebabkan seseorang harus menjalani potong tangan. [14] Namun hampir semua ulama` tafsir menyetujui bahwa tujuan adanya hukuman ini adalah menimbulkan efek jera pada sang pelaku dan pada orang lain.

§ QS Al Muthaffifin ayat 3 ini merupakan respon atas budaya masyarakat Madinah saat Nabi telah tinggal di kota tersebut. Penduduknya memiliki kebiasaan ‘curang’ dalam hal timbangan dalam perdagangan. Menariknya, mereka menuntut ukuran atau timbangan yang penuh saat membeli sesuatu pada orang lain, namun ketika menjual sesuatu, mereka mengurangi takaran tersebut. Memang, secara matematis, kerugian pihak yang membeli barang dengan takaran yang kurang tidaklah terlalu besar, akan tetapi hal ini berdampak pada aspek sosial. Praktik semacam ini akan menghilangkan rasa saling percaya dan menumbuhkan rasa saling kecurigaan antar masing-masing orang. Jika praktik ini dilegalkan, maka manusia pun akan memiliki kerakusan dalam harta sehingga mereka cenderung akan mendedikasikan lebih banyak waktunya pada harta dan mengenyampingkan urusan agama. [15] Selain itu, sebagaimana prinsip menabung –sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit, maka keuntungan yang si penjual dan kerugian si pembeli pun akan berlipat-lipat.

Muhammad Abduh memberikan pemaparan yang cukup menarik terhadap ayat ini. Ia merujuk pada ayat 1 surat ini yang menyebutkan istilah muthaffif. Baginya, kata ini ditujukan pada orang yang plin-plan dan mau enaknya sendiri. Pada saat dia menjual sesuatu kepada orang lain, maka takarannya hanya mencapai thafaf, yakni tidak penuh tapi hanya hampir penuh. Sedang ketika ia ingin membeli dari orang lain, maka ia menuntut thufaf, yakni takaran yang penuh atau lebih dari penuh. Bagi Abduh, jika dihubungkan dengan ayat selanjutnya, maka hanya orang-orang yang tidak percaya pada hari kebangkitan (dan hari pertanggungjawaban) lah yang akan melakukan hal semacam ini. [16]

2. Jelaskan jenis-jenis korupsi dan hukumannya dalam Al-Qur`an?

Jenis-jenis korupsi yang disebutkan dalam Al-Qur`an, di antaranya adalah;

§ Al Ghulul

Jika dibandingkan dengan beberapa term lainnya, katagori ghulul ini memiliki titik tekan kepada suatu penghianatan atas amanah yang telah dipercayakan. Penghianatan ini secara umum terkait dengan suatu amanah (jabatan) dan memang memiliki arti luas, akan tetapi yang dimaksud di sini adalah penghianatan dalam hal harta benda.

Pada dasaranya hukum korupsi dan beberapa term yang berkaitan dengan korupsi tersebut adalah haram, sedangkan hukumannya memang beragam. Ada hukuman yang masih bernuansa dunia (seperti pemotongan tangan, salib, diasingkan, bahkan dibunuh) serta bernuansa akhirat (semisal akan diminta pertanggungjawaban di akhirat dan mendapat siksa yang pedih). Dalam hal ghulul ini, dikatakan bahwa balasan yang bernuansa akhirat adalah keharusan mereka memertanggungjawabkan sesuatu yang telah disembunyikannya. Seorang mufassir bahkan menyebutkan bahwa di akhirat, seseorang yang telah menggelapkan sesuatu akan memanggul sesuatu yang pernah disembunyikannya sehingga tidak bisa disembunyikan lagi dan diketahui oleh semua orang. [17]

§ Ad-Dalwu

Berbeda dengan al ghulul, term satu ini lebih bermakna suap (atau yang biasa disebut risywah). Suap biasanya diberikan dalam suatu praktik peradilan kepada pihak-pihak yang cukup berpengaruh, semisal jaksa, hakim, maupun pengacara. Karena itulah, praktik ini dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi. Tujuan yang diharapkan si penyuap dalam aktivitas ini tidak lain adalah memenangkan perkara ataupun memperoleh kemudahan dalam menyelesaikan sesuatu. Sesuatu yang ingin diselesaikannya bisa merupakan hal yang halal maupun haram. Namun, terlepas dari hukum hal yang ingin dicapai, kehadiran ad-dalwu dalam usaha mencapai hal tersebut sudah memberikan nilai minus. Tidak ada penjabaran mengenai hukuman praktik ini dalam Al-Qur`an. Akan tetapi, penyajian fi`il nahi dalam bahasan ini cukup merepresentasikan bahwa praktik ini haram dilakukan, karena akan merugikan diri sendiri dan orang lain.

§ As-Suht

Jika merujuk pada apa yang dipaparkan dalam tafsir Al-Mizan, maka agaknya karakteristik yang satu ini cakupannya lebih umum, bahkan bisa disamakan dengan akl bathil seperti yang termaktub dalam QS. Al Baqarah 188. Artinya, term ini masih menaungi beberapa term lain yang masuk dalam katagori korupsi, karena as-suht diartikan sebagai aktivitas mendapatkan uang dan penghasilan yang dilakukan dengan cara-cara tidak baik, atau bahkan haram. Akan tetapi jika dihubungkan dengan ayat sebelum dan sesudahnya, maka tampaklah bahwa ancaman terhadap pelaku assuht ini tidaklah main-maisn.

Buktinya, Allah menyamakan orang yang melakukan aktivitas ini dengan mereka yang suka (dan sengaja) mendengar-mendegar kabar yang sudah diketahui kebohongan kabar tersebut. Ayat sebelumnya juga menegaskan bahwa mereka (yang dimaksud) dalam ayat ini cenderung ‘tebang pilih’ dalam menjalankan aturan Al-Qur`an. Jika hukuman dalam Al-Qur`an mereka anggap enteng, maka mereka akan menerimanya. Namun jika Al-Qur`an memberikan aturan yang cukup berat, maka mereka akan memanipulasi aturan tersebut dan menggantinya dengan aturan yang ringan. Wajarlah kiranya jika Allah sampai memerintahkan Nabi untuk sedikit bersikap ‘cuek’ terhadap golongan ini.

§ Al-Muharabah

Hukuman bagi pelaku al muharabah ini disebutkan secara tegas dan konkrit dalam Al-Qur`an. Al-Qur`an juga membahasakan bahwa orang yang melakukan praktik tersebut mendapat kesengsaraan di dunia dan di akhirat. Kesengsaraan di dunia agaknya sudah bisa dipastikan sebab ia telah menciptakan kekacauan secara luas. Secara otomatis, hukum yang mengancamnya jauh lebih berat dibanding perbuatan tidak terpuji yang objeknya individu. Al Maraghi menambahkan bahwa untuk katagori ini, seorang yang ingin bertaubat bisa melunasi taubatnya dengan keteguhan hati dan mengembalikan semua apa yang pernah diambilnya. Selain itu, ia pun harus mendapat maaf dari sekelompok orang yang telah dirugikannya.

§ Assariqah

Jika ditinjau dalam konteks ayat ini pada masa turunnya, maka ayat ini agaknya lebih menekankan pada pencurian yang dilakukan orang yang tidak memiliki jabatan. Dalam artian, pelaku pencurian ini bukanlah orang yang memanfaatkan kesempitan dalam kesempatan dan fasilitasnya sebagai seorang yang memangku jabatan atau apa yang lazim kita sebut korupsi.

Ada beberapa perbedaan dalam menyikapi hukuman kepada pelaku pencurian ini, pun juga perbedaan dalam nominal harta yang dicuri sehingga menyebabkan si pencuri harus menjalani hukum potong tangan. Perbedaan tersebut umumnya disebabkan berbedanya sudut pandang yang dipakai oleh masing-masing ulama`. Akan tetapi, jumhur ulama` menyatakan bahwa harta yang dicuri sekurang-kurangnya adalah seperempat dinar. Sedangkan mengenai hukuman, maka di sini ulama` berpendapat bahwa pada pencurian pertama, tangan kanan lah yang dipotong. Ukuran memotong ini adalah sampai pergelangan tangan. Jika masih mengulangi kesalahan tersebut, maka kaki kirinya yang akan dipotong, dilanjutkan dengan tangan kiri, kemudian kaki kanan. Hukuman terakhir dalam pencurian ini adalah pengasingan. [18]

§ Al Khasr

Di antara berbagai macam korupsi lain, korupsi yang satu ini –bisa dibilang- merupakan korupsi yang paling kecil dan ringan, setidaknya jika dilihat dari nominal barang yang digelapkan. Hal ini juga didukung oleh kompleksnya definisi korupsi dan berbedanya sudut pandang dalam mendefinisikan koruspsi. Selain itu, kebanyakan orang berapologi bahwa kekurangan dalam timbangan merupakan suatu hal yang relatif sulit dihindari dan sudah diikhlaskan oleh pembeli. Beberapa hal ini menyebabkan tidak adanya UU dan aturan yang jelas dalam praktik pengurangan timbangan seperti ini. Karena itulah, dalam Al-Qur`an, hukuman perbuatan korupsi yang satu ini juga terkesan lebih ringan, dengan hanya disebutkan akan mendapatkan kecelakaan besar di dunia dan atau masuk neraka wail di akhirat.

3. Uraikan kontekstualisasi penafsiran ayat-ayat tentang korupsi!

ü Saya beranggapan bahwa QS Ali Imran ayat 161 adalah ayat yang paling cocok untuk menggambarkan korupsi secara umum yang disebut-sebut telah membudaya di negara kita. Korupsi sejauh ini lebih diidentikkan dengan penggelapan uang yang bukan merupakan miliki pribadi, akan tetapi merupakan uang milik negara (umum). [19] Karena itulah, orang yang berpotensi melakukan penggelapan uang ini tidak lain adalah orang yang memiliki amanah (baca : jabatan) dalam lembaga publik.

Ketika memiliki jabatan, seseorang berarti mendapat amanah dari publik untuk menjalankan tugas dan fungsinya sebaik mungkin. Dalam proses ini, selain mendapat gaji, orang tersebut kerap mendapat tugas untuk mengelola sejumlah dana demi keperluan tertentu. Momen inilah yang kerap kali menjadi pemicu terjadinya tindak pidana korupsi. Tentunya, hal ini tidak hanya diatarbelakangi oleh keinginan (dan kerakusan) pribadi, akan tetapi secara langsung maupun tidak juga didukung oleh sistem yang berlaku, semisal adanya kmpromi dan bagi hasil korupsi dengan pihak terkait atau kurangnya controlling dari departemen di atasnya maupun kurang beratnya hukuman bagi pelaku korupsi.

Dengan demikian, praktik ini merupakan praktik paling konkrit dari apa yang disebut Al-Qur`an dengan istilah berkhianat, yakni menghianati amanah yang telah dititipkan pada seseorang. Jika dikontekskan dengan peristiwa perang Uhud, senyatanya korupsi yang terjadi dewasa ini memiliki kesamaan. Kedua perilau khianat ini sama-sama didasari oleh tidak adanya dedikasi dan komitmen yang kuat untuk mengemban amanah dari atasan maupun publik dan ketidakmampuan untuk meredam godaan mengambil kesempatan (harta) saat dihadapkan pada kesempatan yang memang terlihat menguntungkan.

ü Menyuap penguasa yang tercantum dalam QS Al Baqarah 188 ini dikatagorikan dalam tindak pidana korupsi. Kasus suap ini juga kerap kali terjadi di negara kita baru-baru ini. Sebut saja kasus Artalita Suryani dan Al Amin Nur Nasution yang keduanya kini tengah meringkuk di sel penjara TIPIKOR. Uniknya, di negara kita, pelaku suap (pemberi dan penerima suap) sama-sama mendapat hukuman. Hukuman bagi penerima suap mungkin memang wajar, namun hukuman bagi pemberi suap biasanya diberlakukan sebab uang yang digunakan untuk suap ini juga merupakan uang umum dan bukan milik pribadi. [20]

Dalam kasus Artalita Suryani yang berhasil diungkap oleh KPK misalnya, Artalita menyuap jaksa Urip untuk melicinkan usahanya agar terbebas dari skandal BLBI yang hingga saat ini agaknya masih akan menjadi cerita menyedihkan yang tak kunjung berkesesudahan.[21] Terkuaknya kasus ini, paling tidak menyeret dua orang yang bersangkutan, yakni Artalita sebagai penyuap dan jaksa Urip sebagai pihak yang menerima suap. Ya, memang sungguh memalukan. Seorang jaksa yang berposisi sebagai penegak hukum tertinggi justru tidak mengindahkan aturan yang seharusnya ia junjung tinggi.

Hal senada juga diumpai dalam kasus Al Amin Nur Nasution. Anggota fraksi persatuan pembangunan ini kemudian diketahui menerima suap dari pihak yang berkepentingan bagi proyek alih fungsi lahan di daerah Bintan, Riau. Pemerinah setempat, khususnya bupati beranggapan bahwa dengan memberikan uang pelicin pada Al-Amin yang berkedudukan sebagai wakil rakyat, maka proyek yang berkali-kali sempat ditolak pemerintah pusat akan cepat disetujui. [22]

Kedua kasus tersebut merupakan salah satu contoh kecil perilaku suap yang telah menjangkiti masyarakat kita. Praktik ini juga terkadang diistilahkan dengan sogok yang secara umum dianggap memiliki konotasi jelek yang lebih ringan. Misalkan melakukan sogok agar bisa masuk perguruan tinggi, dan lain-lain. Praktik sogok atau suap ini, dalam hemat penulis tidak hanya bisa dilakukan dengan perantara materi, namun juga hal-hal lain semisal hubungan keluarga atau pertemanan. Misalkan saja saat kendaraan kita terkena tilang karena melanggar peraturan lalu lintas, maka kita pun tidak dikenai denda materi jika salah satu polantas yang tengah jaga adalah kenalan atau keluarga kita. Inilah yang kerap disebut dengan nepotisme; suatu hal yang sangat sulit dihindari dewasa ini.

ü Kendatipun cakupannya masih umum, akan tetapi QS Al Maidah ayat 42 kembali mengingatkan saya, betapa mafia peradilan telah berkembang sangat cepat dan sukses di negara kita. Agaknya, budaya bangsa Yahudi tersebut masih terlestarikan hingga saat ini. Para hakim, jaksa, bahkan pengacara seakan memiliki dua profesi sekaligus, yakni profesinya yang mulya sebagai penegak hukum dan profesi lain sebagai penerima ‘amplop’. Terungkapnya kasus jaksa Urip yang menerima suap dari Artalita Suryani merupakan satu contoh kecil dari bobroknya lembaga peradilan kita. Pengadilan tidak lagi dapat menjalankan fungsinya sebagai badan penegak hukum, namun lebih kepada suatu lembaga yang merupakan lumbung segala tindakan tersembunyi yang membekam nurani. KPK agaknya telah cukup sensitif dengan permasalahan ini dan mafia-mafia peradilan di negara kita. Hal ini paling tidak terbukti dari undang-undang korupsi yang agaknya sudah cukup representatif.

Hal ini belum termasuk beberapa kasus yang kemudian dibekukan pemeriksaannya hingga kemudian tidak pernah terungkap. Peradilan kita masih sangat lekat dengan ideeologi pandang bulu.

ü QS Al Maidah ayat 33 secara literlek menjelaskan ancaman bagi mereka yang memerangi Allah dan Rasulnya dan mengganggu ataupun merampas hak orang lain. Jika dikontekskan dengan praktik korupsi, maka ayat ini bisa dikatakan senada dengan dampak yang diakibatkan oleh maraknya korupsi yang dilakukan pejabat kita. Secara tidak langsung, mereka telah merampas hak-hak hidup, pendidikan, dan kesehatan rakyat kecil. Hal ini erat kaitannya dengan konglomerasi dan sentralisasi uang di Indonesia yang hanya berputar pada orang-orang tertentu saja. Tidak salah jika dalam salah satu tulisannya, Efendi Ghazali mengatakan bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki banyak orang kaya, bahkan konglomerat, namun jumlah orang miskin, bahkan yang sangat miskin juga tidak kalah banyak.

Ketika seorang pejabat melakukan tindakan korupsi dan menggelapkan uang negara, maka secara otomatis uang yang seharusnya disalurkan pada orang-orang kecil yang memang membutuhkan subsidi dari pemerintah tidak akan mendapat haknya. Sehingga, meningkatnya angka kemiskinan, menurunnya angka kesehatan, dan hal-hal ironi lain tidak dapat dihindarkan. Hal ini senyatanya tidak jauh berbeda dengan chaos yang disebutkan dalam ayat ini, hanya praktiknya saja yang berbeda. Karena itulah, saya rasa pemerintah, khususnya KPK perlu merancang sebuah formualasi yang lebih representatif dan proporsional terhadap pelaku chaos yang umumnya merupakan orang yang mendapat amanah dari rakyat untuk memperuangkan aspirasinya.

ü Hukuman mencuri yang tercantum dalam QS Al Maidah ayat 38 agaknya sudah kurang (untuk tidak mengatakan ‘tidak’) relevan jika diberlakukan di Indonesia saat ini. Selain sudah adanya undang-undang yang mengatur kasus pencurian, perlu juga diingat bahwa ideal moral dari pemberlakuan hukuman ini adalah untuk mendatangkan rasa jera pada pelaku atau pada orang lain. Outcome yang diharapkan dengan hukuman ini adalah agar pelaku tidak mengulangi lagi dan orang lain yang juga tidak berani melakukan perbuatan tersebut. Hukum penjara yang diberlakukan di negara kita agaknya suda cukup representatif dalam hal ini. Namun, hal yang perlu dilihat kembali adalah penegakan hukum yang masih tebang pilih. Karena, sering kita jumpai, seorang yang mencuri ‘ayam’ dikenai hukuman yang lebih berat dibanding pejabat yang telah terbukti melakukan korupsi.

Dengan pemberlakuan potong tangan, saya kira pelaku pencurian bukannya akan jera dan menjauhi perbuatannya tersebut. Jika tangannya dipotong, maka ia akan mendapatkan kesulitan dalam mencari nafkah karena ‘fasilitas’ yang biasa dimilikinya tidak bisa kembali dipregunakan lagi. Karena itu, masa kurungan dalam penjaran hendaknya dikondisikan semaksimal mungkin agar bisa memunculkan rasa jera sehingga pelaku tidak akan mengulangi perbuatannya.

Saya beranggapan bahwa dalam penerapannya, ayat ini lebih cocok diberlakukan bagi orang yang mencuri dalam pengertian umum, bukan pada orang yang korupsi. Meskipun korupsi juga bisa dikatagorikan mencuri. Hal ini disebabkan korupsi pada umumnya berakibat pada masyarakat secara luas, sehingga selain hukuman penjara, pelaku korupsi juga seharusnya ‘benar-benar’ diwajibkan mengganti uang yang telah digelapkannya, selain juga denda material.


ü QS Al Muthaffifin ayat 3 memaparkan ancaman kecelakaan besar (dan atau neraka wail) bagi mereka yang melakukan kecurangan dalam muamalah, khususnya dalam transaksi jual beli. Dewasa ini, agaknya sistem tersebut telah menjadi budaya dalam perekonomian kita, sehingga sulit dihindari. Misalkan takaran bensin di kios-kios kecil atau bahkan SPBU sekalipun. Sebelum adanya slogan ‘Pasti Pas’ dari Pertamina, beberapa kasus menggambarkan bahwa banyak terjadi kecurangan dalam pengisian bahan bakar. Kasus yang paling sering terjadi adalah pengisian yang tidak dimulai dari angka nol liter (dalam indikator jumlah yang dikeluarkan), sehingga sangat banyak konsumen yang membayar dengan harga satu liter namun mendapatkan bahan bakar kurang dari satu liter. Hal ini belum termasuk takaran di kios-kios kecil yang seringkali asal-asalan dan menggunakan prinsip ‘asal terisi’

Contoh lain dalam kasus ini yang sangat akrab dengan keseharian kita adalah budaya pungli (pungutan liar) dalam pemberlakuan tarif parkir kendaraan bermotor. Dalam keputusan Pemda, tarif parkir kendaraan bermotor jenis sepeda motor adalah 200 atau 500. Akan tetapi, tidak jarang petugas parkir memungut iuran 1000 atau bahkan hingga 3000, biasanya dalam sebuah event-event tertentu.

Dalam hal kecurangan ini, KPK memiliki dua pasal, yakni pasal 7 dan pasal 12. Namun kedua pasal ini terlihat kurang respek terhadap masalah-masalah kecil yang terjadi di masyarakat. Barangkali pertimbangan KPK dalam masalah ini karena nominal yang biasanya dikorupsi sangatlah sedikit dan orang yang sebenarnya dirugikan merasa ‘sah-sah saja’ dengan sistem yang telah berlaku.



[1] Lih. Quraisy Syihab, Tafsir Al Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm.

[2]Lih. Chamamah Suratno (ed), Ensiklopedi Al-Qur`an: Dunia Islam Modern, (Yogyakarta: Bhakti Prima Yasa, 2003), hlm. 400

[3]Lih. Thaba` Thaba`i, Tafsir Al Mizan juz 2, (Beirut: Yayasan al-I`lami, tt), hlm. 52.

[4]Lih. Mushthafa Al Maraghi, Tafsir Al Maraghi, vol. 2. (Semarang: Toha Putra, 1987), hlm. 140-142.

[5]Lih. Chamamah (ed), Op. Cit, hlm. 401.

[6]Lih. Thaba` Thaba`i, Op. Cit juz 3, hlm. 341.

[7]Lih. Al Maraghi, Tafsir Al Maraghi juz 6, Op. Cit, hlm. 207

[8]Lih. Hafidz Dasuki (dkk.), Al-Qur`an dan Tafsirnya, (Yogyakarta: UII Press, 1991), hlm. 442.

[9]Lih. Hafidz Dasuki (dkk.), Ibid, hlm. 428.

[10]Lih. Al Maraghi, Tafsir Al Maraghi juz 6, hlm. 189.

[11]Lih. Ibnu Katsir, Terjemah Singkat Tafsr Ibnu Katsir, terj: Salim Bahreisy, (Surabaya: Bina Ilmu, 1986), hlm. 91

[12]Lih. Syaikh Abdul Halim Hasan, Tafsir Al Ahkam, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 377.

[13]Lih. Hafidz Dasuki, Op. Cit, hlm. 437.

[14]Lih. Ibnu Katsir, Op. Cit, hlm. 92-93.

[15]Lih. Zaini Dahlan, Tafsir Al-Qur`an juz 30, (Yogyakarta: Sukses Offset, 2007), hlm. 59.

[16]Lih. Muhamamd Abduh, Tafsir Juz Amma, terj. Muhammad Bagir, (Bandung: Mizan, 1999), hlm.76-77.

[17]Lih. Hafidzh Dasuki, Op. Cit, hlm. 77.

[18]Lih. Hafidz Dasuki, Op. Cit, hlm. 434

[19]Pasal 3 UU no. 31 tahun 1999 menyatakan bahwa Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Lih. Tim KPK, hlm. 27.

[20]Aturan menganai penyuap ini ada dalam pasal 6 ayat 1 huruf a, UU no. 20 tahun 2001. UU ini berlaku pada orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepada untuk diadili. Lih. Tim KPK, Memahami Untuk Membasmi; Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta: Tim KPK, 2006), hlm. 45.

[21] Hal ini sebagaimana disebutkan dalam pasal 12 huruf c UU no. 20 tahun 2001. UU tersebut berbunyi demikian. “Hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili” Lih. Tim KPK, Ibid, hlm. 51

[22]Kasus ini tergolong dalam apa yang dipaparkan dalam pasal 5 ayat 2 huruf a UU no. 20 tahun 2001, bahwa pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Dalam kasus ini, bupati Bintan juga terseret sebab menyuap pegawai negeri juga termasuk korupsi, sebagaimana tercantum dalam pasal 5 ayat 1 huruf b UU. no. 20 tahun 2001. Lih. Tim KPK, Ibid, hlm. 33-39

OOuw..agaknya entri ini masih perlu aku perbaiki. Kebetulan komp yang aku pake ol sekarang agak eror program arabnya. So, daripada dak posting, mending aku post dulu seadanya, Baru tar ngeditnya. Hm...Hari ini hari pertamaku UTS...Dan tulisan yang kubuat dengan mata hampir terpejam ini adalah tugas take kozt MK Tafsir Ahkamku. Dosennya Ok punya...Semoga ok juga dengan memberikan aku nilai yang proporsional..He...


Minggu, 22 Maret 2009

Mathe-Magic!!

Aku pikir, aku sudah bisa lepas dari hantu menakutkan yang bernama Matematika di usia setua ini. Namun what? Hantu itu ternaya masih memburuku sampai saat ini...

Sebenarnya, tidaklah benar jika aku menyebut diriku sebagai phobia matematika. Paz SD dulu. aku tergolong siswa menengah ke atas dalam hal prestasi di pelajaran ini...Namun semua terhenti total saat aku berada dalam sekolah lanjutan tingkat pertama...Banyak hal memang, selain lingkungan yang tidak mendukung, aku merasa tidak memiliki tuntutan sedikitpun untuk bisa menyelami mata pelajaran itu layaknya di SD...Semua terus berlanjut selama tiga tahun itu..Aku berlindung di bawah alasan bahwa bidang (dan lingkungan) yang aku geluti bukanlah dunia hitung...Bukanlah eksakta, dan bukanlah angka-angka...

Aku kemudian sedikit mendapat pencerahan saat duduk di bangku MAK kelas I, guruku keren gila..Pak Fatchur..Saat itu, aku merasa menemukan sebuah masa lalu yang tersaji jelas di hadapku...Pak Fatchur menuntut kelas untuk berkompetisi..Dan aku sangat menikmati keadaan itu. Dengan segala keterbatasanku, aku mulai mengejar ketertinggalanku dan meski semua tidaklah maksimal, aku berhasil mendapatkan angka 8 di raport...dua semester. Aku bangga dan menyangka bahwa matematika akan kembali menjadi teman, sekaligus musuh yang harus bisa aku taklukkan...

Namun semuanya tak segampang yang aku duga,,,
Awal kelas II, aku mulai uring-uringan dan tambah pintar mencari alasan. Lebih ingin bisa baca kitab turats kek, ingin lebih produktif nulis, ingin aktif di organisasi, dan lai-lain alasan yang tak henti aku

(to be continued..Waktu olku abiz,,,)

Jumat, 20 Maret 2009

Portofolio Pak Afda...(20 Maret, 2009)

KRITERIA MEMILIH JODOH
Memilih calon pasangan hidup merupakan salah satu persiapan utama sebelum memasuki gerbang pernikahan. Masing-masing orang berbeda menyikapi hal ini. Ada sebagian orang yang terlalu ideal dalam memiliki kriteria calon pasangan sehingga mereka relatif memerlukan waktu lebih lama dalam proses ini. Namun, ada juga sebagian lain yang tidak terlalu perfeksionis meski tidak berarti melupakan ‘mutu’ calon pasangannya. Secara umum dapat dikatakan bahwa hampir tidak ada orang yang menikah tanpa mempertimbangkan kepribadian dan segala hal yan berkaitan dengan calon pasangannya.

Karena masing-masing orang memiliki sudut pandang yang berbeda, maka kriteria calon pasangan ideal pun juga berbeda. Orang yang berlatar belakang akademik misalnya, akan cenderung menilai calon pasangannya dengan kacamata kesuksesan dan prestasi-prestasi akademik. Sedangkan orang yang concern di bidang menulis, akan condong memberikan apresiasi lebih besar pada orang yang juga memiliki ketertarikan senada. Kendatipun berbeda, akan tetapi semua orang agaknya menyadari bahwa pernikahan adalah suatu lembaga di mana suami istri menjalani hubungan yang sinergis dan saling melengkapi. Karena itulah, kebanyakan orang yang akan menikah tidak akan sembarangan memilih orang yang akan melengkapi kekurangan yang ada dalam dirinya tersebut.

Terlebih, siapapun juga pasti mendambakan dan mengharapkan yang terbaik untuk kelangsungan kehidupan rumah tangganya ke depan. Seorang pria akan berpikir panjang untuk menentukan dan memilih orang yang akan menjadi ibu bagi anak-anaknya. Dia akan mempertimbangkan banyak hal, sebab wanita yang akhirnya dipilih akan sangat berpengaruh dan berperan besar dalam mencetak kepribadian anak-anaknya. Begitupun seorang wanita. Ia akan memiliki pertimbangan yang matang untuk memilih orang yang akan memimpin dan memberinya nafkah ke depan.

Di sinilah agama memposisikan diri sebagai sebuah wadah yang mengarahkan jalan hidup manusia. Saya pikir kridor agama dalam hal ini dapat diklasifikasikan menjadi dua hal, yakni koridor primer dan koridor sekunder. Koridor primer adalah aturan-aturan yang melarang seorang muslim untuk menikahi kelompok tertentu. Kelompok ini didominasi oleh keluarga yang masih memiliki hubungan darah. Penemuan biologi mutakhir mengistilahkan perkawinan semacam ini dengan incest. Sedang koridor sekundernya adalah adanya anjuran maupun tuntunan dalam Al-Qur`an maupun hadist Nabi mengenai kriteria ideal calon pasangan hidup.

Sayangnya, beberapa teks Al-Qur`an maupun hadist yang secara tersirat mengemukakan kriteria memilih jodoh cenderung patriarki dan kurang (untuk tidak mengatakan tidak) sensitif gender serta terkesan diskriminatif. Terlepas dari subjektifitas saya, saya pikir beberapa teks ini, jika diterjemahkan secara literal sangatlah mendiskreditkan dan memojokkan posisi perempuan. Perempuan hanyalah bisa menjadi objek dengan istilah ‘dipilih’ dan terkesan sama sekali tidak memiliki hak untuk memilih dan memberikan persetujuan atau penilaian terhadap seorang lelaki. Terlebih, fiqh klasik agaknya mengukuhkan hal ini dengan memberi aturan bahwa tidak ada persyaratan adanya persetujuan dari perempuan (yakni perawan) saat ia akan memasuki gerbang pernikahan.

Perhatikan misalnya beberapa hadist berikut;
1. Diriwayatkan oleh Bayhaqi, Barang siapa memiliki perempuan karena hartanya dan rupanya yang cantik, niscaya Allah akan melengkapkan harta dan kecantikannya itu. Dan barangsiapa yang menikahinya karena agamanya, niscaya Allah akan memberi karunia kepadanya harta dengan kecantikan.

Janganlah Kamu menikahi perempuan itu karena kecantikannya, mungkin kecantikan itu akan membawa kesukaran bagi mereka sendiri dan janganlah menikahi wanita karena mengharapkan harta, karena mungkin karena hartanya mereka akan sombong

Dan nikahilah mereka berdasarkan agama dan sesungguhnya hamba sahaya yang hitam lebih baik asal ia beragama

2. Hadist at Tirmidzi
Sebaik-baik wanita ialah yang apabila dipandang menyenangkan, dan apabila suaminya menyuruh, diturutinya perintah suaminya, dan apabila suaminya bepergian dipelihara harta suaminya dan dijaga dirinya.

3. Hadist At Tirmidzi
Wanita itu dinikahi karena empat hal, yakni karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Hendaklah kamu memilih wanita yang agamanya baik untuk menyelamatkan dirimu sendiri [1]

Ayat Al-Qur`an yang menyiratkan perintah menikah (QS. Annisa` ayat 3) juga menyebutkan lafadz ما طاب لكم من النساء , yakni wanita yang dicintai atau membuat lelaki senang. Kriteria lain yang disebutkan dalam hadist nabi misalnya adalah wanita yang menentramkan, mendamaikan, penuh kasih sayang, dan subur dalam artian bisa memberikan keturunan. Semua teks kegamaan tersebut terkesan mendiskreditkan perempuan sebagai pihak yang subordinatif dan selamanya menjadi objek.

Dalam upaya menafsirkan ayat dan hadist ini, saya agaknya tidak bisa melepaskan diri dari keadaan masa lalu yang menjadi konteks turunnya ayat maupun hadist tersebut. Saya pikir, teks Al-Qur`an maupun hadist yang terkesan diskriminatif ini erat kaitannya dengan budaya Arab Jahiliyah pra-Islam yang sama sekali tidak memberikan hak pada wanita. Kehadiran Islam yang memiliki semangat perubahan dan persamaan hak dalam metode dakwahnya memilih metode gradual atau tidak melakukan perombakan secara total dan sekaligus. Dengan demikian, Islam mengangkat derajat wanita secara perlahan-lahan. Dan agaknya, ayat dan hadist yang berkenaan dengan hal ini masih memiliki konteks periode awal dalam perubahan gradual ini.

Karena itulah, saya rasa ayat maupun hadist ini tidak bisa diaplikasikan dewasa ini jika masih menggunakan penafsiran literlek (tekstual). Hal ini tidak dapat dipungkiri mengingat peran wanita dalam dunia publik juga tidak bisa lagi dipandang sebelah mata. Pemerataan pendidikan juga menjadi faktor pendorong tiadanya sekat sosial yang membedakan laki-laki dan wanita secara hirarkis. Karena itu, bukan tidak mungkin jika wanita juga memiliki kebebasan menentukan siapa yang akan mendampingi dirinya dalam kehidupan rumah tangga. Namun tentunya, kebebasan ini hendaklah bisa dipertanggungjawabkan.

Terlebih saya melihat bahwa beberapa tuntunan Rasulullah dalam memilih jodoh, jika ditarik ideal moralnya adalah agar manusia (siapapun, lelaki maupun perempuan) tidak sembarangan memilih calon pasangan, sebab pernikahan adalah sebuah mitsaqan ghalidza yang tidak bisa dianggap main-main. Rasulullah lewat beberapa hadistnya juga ingin mengemukakan kriteria ideal yang umumnya menjadi pertimbangan dalam memilih calon pasangan. Namun, Rasulullah juga ingin menyampaikan hal yang harus diprioritaskan, yakni aspek agama. Rasulullah menegaskan bahwa penentuan prioritas pada tiga hal lain (rupa, harta, dan nasab) merupakan hal yang sifatnya nisbi dan akan pudar pesonanya seiring berjalannya waktu. Saya pikir penyebutan tiga hal tersebut merupakan indikasi bahwa ketiganya adalah hal yang manusiawi, namun tidak harus menjadi prioritas. Ketiga hal tersebut berbeda dengan satu hal yang disebut Rasulullah di akhir hadistnya, yakni agama.

Saya agaknya cukup terpengaruh dengan teori hudud-nya Syahrur pada point pertama. Saya cenderung memasukkan contoh ini dalam teori tersebut. Syahrur mengatakan bahwa point pertama dalam teori hududnya adalah hukum yang memiliki batas bawah yang tidak boleh kurang, namun diperbolehan lebih. Batas bawah yang dimaksud oleh Syahrur dalam permasalahan ini adalah beberapa orang yang haram dinikahi. Kelompok ini tidak boleh dinikahi dengan alasan apapun (oleh Syahrur dibahasakan dengan ‘tidak boleh kurang’), yakni tidak boleh melanggar ketetapan tersebut. Sedangkan ‘boleh lebih’ berarti bahwa seseorang bisa menambahan kriteria tertentu terhadap pasangannya berdasarkan petunjuk Rasulullah maupun pandangannya sendiri.

Nah, jika beberapa kriteria tersebut diamati, maka sangat tidak adil dan tidak etis jika hanya laki-lakilah yang berhak memilih calon istrinya dengan berpedoman pada imbauan-imbauan Rasulullah. Jika hal ini dipertahankan, maka praktik ini akan melenceng dari salah satu ajaran dasar Islam, yakni persamaan hak antara laki-laki da wanita. Hal lain yang patut menjadi perhatian dalam memilih jodoh adalah aspek moral, sebab aspek ini akan berperan banyak dalam proses memilih jodoh. Misalkan saja hal yang paling tampak ke permukaan adalah adanya kecocokan antara keinginan calon mempelai dengan restu dari orangtua yang bersangkutan dari masing-masing pihak. Aspek moral ini perlu ditekankan agar tidak mengurangi nilai luhur perkawinan itu sendiri. Hal ini erat kaitannya dengan tradisi Siti Nurbaya, Kawin Lari, dan hal-hal etis lain yang bersinggungan dengan pernikahan. Saya pikir, permasalahan ini bisa diselesaikan dengan adanya komunikasi dan mediasi antar semua pihak yang berkepentingan.

Pada akhirnya, selain mempertimbangkan bahwa baik suami maupun istri memiliki hak dan tanggungjawab masing-masing dalam sebuah lembaga pernikahan, hal yang juga penting untuk direnungkan (dan didekonstruksi) adalah adanya paradigma interaksi yang sifatnya hirarkis antara suami dan istri. Agaknya, akan lebih baik jika paradigma tersebut diganti dengan paradigma sebuah interaski yang sinergis dan kompelementif. The last, hidup adalah pilihan. Pilihan yang diambil hari ini akan menentukan hidup kita esok hari. Dan mempertahankan pilihan lebih bijaksana daripada tidak berani menentukan pilihan. Allah Knows Best.

[1] Lih. Moh. Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Dari Segi Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta:1986, Hillco), hlm.
-Hehehe..postingan ini dimaksudkan agar content blogku lebih variatif dan mungkin bisa mengundang comment dari whoever (Sepi banget loch...blogQ). Jadi nelongso..Barangkali, dengan ini, aku bisa lebih tercerahkan ajah..sayang aku menulisnya ugal-ugalan, aku tulis di antara dua masa tidurku tanpa satu buku yang akan membawaku..Lebih sayangnya lagi, saat didiskusikan, aku malah uring-uringan gara-gara peristiwa sebelum berangkat kuliah...jadi, pembantaian seru yang s4 nangkring di dugaanku malah tidak terjadi pagi itu,..Hff..

Rabu, 18 Maret 2009

Do The Best..

Kemaren paz lagi nunggu jam sebelas, aku bingung mau ke mana. Hanya ada waktu setengah jam. Serba nanggung. Pulang ke koz males jalan, ke perpus malam nae tangga..Bener-bener dilema yang tidak dilematis karena penyebab utamanya hanyalah karena aku malas membuang energi terlalu banyak (lagi-lagi dasar pemalas)..

Alhamdulillah Tuhan menggerakkan aku ke lobi perpus dan ternyata di teatrikal ada seminar bulana Nawesea. Heran sebenarnya aku ma lembaga yang katanya English Pesantren ini..Lha tiap bulan ngadaian seminar (dan selalu di teatrikal perpus), tapi bilangnya pasti memepringati haul ketiga. Aku khan mikirnya lucu..Masa perayaan haul diadakan sebulan sekalo? Bukans setaun sekali? Ato..mungkin perayaannya tiap bulan di tanggal lahirnya apa gimana ya? Ywd, ga perlu berpusing-pusing di situ, yang jelas aku (biasanya bareng Koko) selalu dapet manfaat material maupun intelektual dari seminar-seminar Nawesea...

Tapi siang itu aku sendiri karena Koko lagi di kosQ bareng Unyil dan Beiby..jadi aku bener2 seorang diri..Nach...yang ingin aku ceritakan dari awal adalah salah satu ungkapan yang begitu ngena ke hati dan pikiranku di seminar itu...

Oya, judul seminarnya Is Islamic Law Secular? Bukan seminar ding, tapi bedah buku. Ya apalah...Terserah namanya apa aja. Waktu itu Pak Sahiron mengemukakan jawaban mengapa dalam beberapa hadist, Nabi Muhammad terkesan tidak konsisten dengan jawabannya tatkala ditanyakan mengenai tindakan yang paling utama. Suatu saat beliau mengatakan, shalat, di saat yang lain mengatakan shadaqah, pada satu sahabat mengatakan haji, namun pada sahabat yang lain mengatakan berbakti pada orang tua..(Pertanyaan ini pernah muncul dalam benakku ketika aku masih MI dulu, namun seingatku, belum pernah aku melontarkannya pada siapapun)..

Jawaban Pak Sahiron kira-kira begini, Nabi adalah manusia yang paling adaptatif dan bisa menerapkan pribahasa di mana langit kaujunjung, di situ bumi kaupijak. Artinya, beliau menyesuaikan ucapannya dengan keadaan seseorang yang bertanya tadi. Tak lain tujuannya adalah menyemangati dan mensupport agar orang tersebut instiqamah dan bisa improve kebiasaan baiknya. Jadi, Nabi mengatakan bahwa shalat merupakan ibadah yang paling utama pada orang yang kualitas maupun kuantitas shalatnya Ok, dan memberikan jawaban shadaqah pada orang yang memiliki kecukupan dan kelebihan harta..

Jadi pada intinya, semua perbuatan itu baik...Namun, aku harus juga mengenali di mana spesifikasi aku saat ini...Dus, yang harus aku pertahankan dan improve sekarang adalah intensitas ibadah (agar ga jauh terus ma Tuhan), efektivitas belajar (supaya bisa mengubah sejarah IP), memperbanyak konsumsi literatyrm utamanya dalam spesifikasi studiku, dan..Yang terpenting, terus merekonstruksi pandangan dan rancangan untuk masa depan..Untuk bisa mandiri dan memaksimalkan proyek-proyek yang masih parkir di depan mataku..
Karena semua orang punya kehidupan yang berbeda...Dan mereka harus bisa terlebih dahulu mengenali kehidupannya jika memiliki iktikad kuat untuk memperbaiki dan meningkatkannya...
Semoga tulisan ini tidak hanya akan menjadi wacana
Yang hanya bisa terbang lalu hilang tak ada...

Kerrrrrrennnnnnnn..

Baru beberapa menit sebelum menulis posting ini, aku, seperti biasa harus duduk manis dan menunggu giliran; namaku akan dipanggil, ditunjukkan sebuah kertas yang bertuliskan nomor kmputer yang akan kugunakan, lalu go...Ya, itu suasana dan proses yang harus kulalui agar bisa online gratis di ruang multimedia perpus pusat kampuz..

Namun bukan itu yang ingin aku ceritakan...Barusaja, saat aku menunggu, di depanku terhidang beberapa lembar koran SINDO yang terlihat lumayan lusuh. Aku liat tanggal terbitnya, sudah seminggu yang lalu. Hari Kamis 12 Maret 2009. Sebenarny aku emoh membacanya, namun..aku pikir tak ada hal lain yang lebih menarik dan bisa kulakukan dalam aktivitas menunggu itu...Aku pun mencomotnya dan...

Di halaman depan kolom feature, aku tertarik untuk membaca sebuah berita. Karena mungkin judul yang menarik atau temanya yang menggugah dan mendobrak naluriku...Bagaimana tidak, seorang wanita kelahiran 79 berhasil menciptakan 300 puisi dalam jangka waktu tiga bulan. What amazing!! Aku piikir, dak popo dulu kita mendefinisikan produktifitas dari segi kuantitas, toh pada akhirnya aspek kualitasnya juga akan tersentuh. Dan ibu dua anak yang bernama Nadya Nadine (kalo dak salah) itu juga menggandol penghargaan MURI berkat capaiannya yang cukup spektakuler itu..

Membaca kisah hebat ini, aku merasa terlemparkan pada kenangan dan catatan sejarahku sendiri..Dulu, saat aku masih bernaung di C 9, aku juga pernah merasakan apa yang mungkin menjadi inspirasi dan pemicu Nadya bisa seproduktif itu.. (Meski aku tidak sehebat dia)..Aku merasakah sebuah depresi, komplikasi, atau apalah namanya yang tak bisa aku tumbalkan selain pada kertas dan pena, pada sepi dan gundahku, pada harap dan cemasku...Dan pada semua dua sisi yang waktu itu (juga masih saat ini) menderaku..Namun sayangnya, segala tekanan batin dan gundah (serta juga banyak rasa bahagia) saat ini belum cukup menjadi alasan untukku seproduktif dulu. tanya kenapa? Karena aku juga tidak kekurangan alasan untuk bermalas-malasan...Karena aku tidak bisa lagi memiliki apresiasi yang tinggi terhadap semua yang aku lihat, aku dengar, dan aku rasa..

Yach, aku ingin mengatakan bahwa wanita itu emang hebat...hebat banget..dan aku ingin decak kagumku padanya tidak akan berhenti menjadi decak kagum saja...Menjadi sekadar wacana yang akan menguap dibawa udara...

JIka seorang istri dan ibu dua orang anak (dengan segala kesibukannya) masih bisa seproduktif itu, mengapa seorang mahasiswa yang tidak aktivis dan masih belum punya pekerjaan tetap seperti aku tidak memiliku waktu dan kesempatan lebih besar untuk bercengkrama dengan puisi??
Wallahu a`lam...

Senin, 16 Maret 2009

UTS`ll come


Emang waktu ga pernah lelah dan berhenti berputar..Rasanya baru kemarin aku sibuk dan pusing super kepayang karena kudu ngelembur banyak hal demi ngadepi UAS...Rasanya baru kemarin lusa aku berdesak-desakan di loket registrasi...Untuk keberlangsungan kuliahku semester ini..Ga tau, sekarang tiba-tiba aku uda mau UTS. And, what? Do I aware? Ada banyak tugas yang menunggu dan tengah otl untuk aku sapa..Ya, sekadar aku sapa..Paling tidak aku sudah memberikan space untuk tugas menumpuk itu dalam folder tugas kuliahku..

Ah, aku tetap menjadi seorang akademisi yang payah (mentang-mentang generasi patah hati)..Baru kebakaran jenggot saat ujian da di depan mata. Kalo masih di Aliyah atau Tsanawiyah, masih mending...Yang harus kupersiapkan relatif lebih ringan, semisal seset otak untuk menghafal dan catatan yang harus dilengkapi demi menambah gengsi dan juga mempermudah hafalan (dan pemahaman)..But now, bukan hanya itu..Ada banyak tugas yang lebih variatif, challanging, dan tentunya sangat memberatkan. Ya makalah lah, review buku lah, ini lah, itu lah, oalah..kaya` ngene yo, jenengane wong kuliah...

Dan hari ini, aku cukup terkejut saat the mufeeth mengabariku bahwa uqi tengah terbaring di salah satu RS Jogja. Aku langsung membayangkan bagaimana derita yang dialaminya sekarang...Kesadaran yang segera menyuruhku untuk bersyukur..Allah masih mau merengkuhku meski aku selalu menjauh darinya...Betapa an-sich nya cinta dan kasih sayang-Nya kepadaku..Juga mungkin bagi semua mahluk..Lalu mengapa aku selalu tak pernah kehabisan alasan untuk menjauh darinya?

Ngomong2 masalah kesehatan, aku jadi inget ma koncoQ yang narsis itu..si Mada. Sejak dulu, bahkan sejak aku baru kenal dia paz smt I, dia selalu punya keluhan di masalah kesehatan. Dan penyakitnya pun ga macem2...Biasalah, penyakit orang kaya..Aku aja serrem paz denger ceritanya. Kapan ari Mada pernah kelihatan hopeless banget ma penyakitna. Dan sebagai teman yang baik, aku support dia agar tetep tegar. Mada kemudian ngomong, kalo semua yang dimilikinya ga da artinya apa-apa saat dia masih sakit..Plus juga nyuruh aku bersyukur, karena walaupun aku ga terlahir menjadi orang kaya seperti dia, aku diberi anugerah yang ga kalah keren, yaitu kesehatan...

Dan emang bener, sejak nyampe Jogja, frekuensi sakitku ga sesering dulu saat deket ma ortu di pondok. Bahkan seingatku, satu semester kemarin, aku ga pernah sakit serius...Paling banter ya batuk pilek, pusing, sakit mata, sakit perut, dll...Alhamdulillah banget. Semoga ke depan aku semakin bisa menjaga diri agar ga sakit...

Ok, UTS akan datang...dan pasti datang..Dan aku tak punya banyak waktu lagi untuk diam dan membiarkan waktu excuse me di depanku. Semoga Uqi cepat sembuh (sore ini mungkin aku akan menjenguknya..), dan semoga aku senantiasa diberi mata agar bisa melihat hal-hal kecil yang patut aku syukuri; hal kecil yang senyatanya adalah anugerah paling keren dari Tuhanku..

First amazing trip to Depok (13 Maret, 2009)


Aku keasyikan driving mpe ninggalin Aida dan Boznea yang lagi di belakang..Mencoba menyeimbangi speedku namun akhirnya mereka ketinggalan jauh..Aku uda nyampe Paris KM. 8 sementara mereka masih di per4an ringroad Bantul..Ya, terpaksa aku harus berhenti sejenak dan membenamkan inginku untuk mendahului bus UIN yang memang lebih awal berangkat. Abisnya jalan yang kulalui lurus-lurus ajah dan juga lumayan sepi. Jadi maunya tancap gas terus...Untung saat itu aku masih nyempatin untuk merogoh saku dan menyadari bahwa banyak pesan masuk dan panggilan tak terjawab...

This`s my firs coming to Depok beach...Temen2 uda pada take off dan macem2 activity di mushalla. Banyak yang shalat dan banyak juga yang cuma duduk nongkrong dan ngobrol..Melepas kangen karena uda lama ga brainstorming. Oya, tamasya kali ini disponsori oleh PPF..Tapi kalo urusan logistik, semisal ongkos bus dan uang emam katanya ditraktir ma calon terpilih paz Pemilwa kemaren..Bahasa kerennya syukuran gitu. Tapi, apa ga terlintas akan ada agenda doa bersama agar kami semua bisa mengemban amanah kepengurusan ya? Oh I don`t know. Why? Tunggu aja..nulisnya belum selesai...

Dari mushalla, aku nyempetin jalan liat moonrise dari pinggir pantai. Keren banget, yaqin...Sejak purnama itu ga nongol, mpe dia nongol dengan sempurna dan memamerkan charmingnya yang juga ga kalah keren. Alangkah kreativnya Tuhan..Indah banget sumpe..Apalagi waktu itu malam uda merayap dan Depok adalah pantai yang belum lama terjamah manusia..Jadinya banyak bagian yang masih gulita...Katarsis antara kelam total yang kemudian benderang dengan kemunculan purnama dengan gaun putihnya itu yang bikin aku merinding..Apalagi purnama itu kemudian muncul di balik rimbun pepohonan..Sayang dak s4 pinjem kamera..

Ok, next agenda...Makan-makan. Havidz dkk uda nyiapin nasi yang uda masak dan siap maka untuk disantap...Dibungkus sebuah dus yang emang melambangkan semangat dan solidaritas. Dus air mineral gelasan kalo ga salah..Penuh dan meruah dengan nasi. Aku kebagian tugas membagi segepok nasi itu pada piring yang sudah tersedia...Ketika aku buka, havidz berbisik lumayan keras bahwa dus itu punya dua elemen dan teritorial, bagian atas adalah nasi yang lumayan angus dan uda jadi calon kerre`, sedangkan nasi bagian bawah adalah nasi yang masih enak alias berubah dari padi menjadi bentuk yang sempurna dan menarik untuk diemam...Aku dibantu boznea dan temen2 laen, sedangkan di dekatku, ada dua orang (hehe..otr namanya), yang menjelma kucing guede karena mereka menyusun konspirasi untuk emam bersama dan milih piring yang pualing gede agar emamnya pol kenyang dan nikmat. Masing-masing nasi dianugerahi dua ekor ikan bakar.........

Tak ada komando, namun sudah banyak yang berancang-ancang dan bersiap menyambar bagian terbesar...Havidz kemudian berkoar bahwa masing-masing piring untuk tiga orang...Aku juga turut ikut andil dengan nyomot piring gede yang isinya juga lumayan polll..Terua emam bareng ksatria dan Tira...Enaq banget yakin...Selaen karena emam bareng, ngerayain victory, lauknya juga deliciouz...Oalah..Aku malah s4 nyomot nasinya Yani yang katanya masih kesisa karena stock nasi di piringku uda abis sedangkan lauknya masih banyak...

Aku kemudian ikutan rame-rame menantang ombak dan menyapa asinnya laut...Temen2 banyak yang mendahuluiku..Kami maju beberapa langkah dari pasir kemudian berlari dan berteriak, mengandaikan ombak tengah memburu kami dan kami pun mengerahkan segenap usaha dan daya agar tidak tersapa ombak...Dua kali aku kalah dan harus aku biarkan celana dank kaos kakiku basah...Kami tertawa bersama...Tergelak bersama...Aku ingin mencuci otakku yng aganya sudah lama tertekuk karena kuliah dan rutinitas terjemahku...Namun aku tak lama di sana, khawatir terlalu larut dan akhirnya terendam beneran...

Purnana masih menebar pesonanya saat aku ngomong panjang lebar dengan Imam...Berdiri beberapa lama, akhirnya aku putuskan untuk mengakhiri pembicaraan setelah mengclearkan masalah yang sejak tadi kuomongkan. Dan selaku penyelenggara acara, aku sudah minta idzin pada Imam untuk pulang duluan dengan berbagai alasan...Dak mungkin aku nginep di Depok tanpa mempersiapkan apa-apa...Hanya diatapi rembuan dan langit kelam dan diselimuti angin...Jam sebelas aku sudah di koz dan segera nonton the master..Joe Sandy malam itu mutlak jadi pemenang dan the master..

First trip ini aku rasakan amazing...Selaen karena adrenalin dan speedy, malam itu aku mulai yakin, bahwa dugaanku mengenai bloody threeple sejak pagi adalah kesalahan besar...Karena in fact, purnama menjadi saksi paling bisu bahwa malam ini...AKU BAHAGIA; Rasa yang aku harapkan akan selalu menaungiku, bagaimanapun keadaan yang akan kuhadapi esok hari..Semoga momentum ini menjadi awal banyak hal...Amien...

Oya, kesan tentang Depok, asyik, karena ga da retribusi dan uang parkir...Tapi sayangnya, masih sepi dan belum terjamah manusia..Jadi masih sepi dan malah kalo sering nonton pilem horor, malah jadi serrem... Esok harinya, waktu aku baru bangun, Tira dateng dan cerita banyak hal..Katanya barusan masih ditraktir emam dai TPI. (Rugi dwonk, aku pulang duluan!! Hehehe)..Tapi dia juga punya cerita sedih, katanya paz lagi mandi-mandi bareng, dompet the mufeeth yang berisi banyak hal berharga raib..