RSS

Kamis, 30 September 2010

AND MY REASON IS JUST ONE…(Antara Aku dan Sepatu-Sepatuku)

Ada beberapa alasan yang membuat seseorang selalu mengenakan sepatu ke mana-mana. Pertama, tampil modis. Katagori pertama berlaku bagi mereka yang memiliki sensitivitas dengan level tinggi terhadap mode, fashion, atau apalah namanya yang berbau gaya-gaya. Warna sepatu biasanya disesuaikan dengan warna baju, jilbab, aksesoris, atau bahkan celana dan rok. Mereka yang termasuk golongan ini bahkan bukan tidak mungkin memiliki berbagai macam sepatu dari semua warna. Yayayaya, alasannya cuma satu, yakni tuntutan profesi sebagai penikmat dan budak mode. Hehehe. Sinis banget ngomongnyaaa…Mentang 2 aku ga termasuk golongan yang pertama ini.

Yang kedua adalah bagi mereka yang sportif. Tuntutan aktivitas maupun tuntutan profesi. Misalane seorang mania futsal, maka sangat mungkin ia akan memiliki sepatu futsal. Seperti halnya juga dengan ibu guru, siswa, mahasiswa, orang kantoran, dan lain sebagainya. Intine, bagi orang-orang yang masuk dalam katagori kedua ini, sepatu merupakan salah satu simbol yang bisa mengukuhkan status mereka maupun memperlancar aktivitas harian maupun profesi mereka. Aku? Bisa dikatakan termasuk dalam katagori kedua ini. Soale semenjak duduk di bangku TK hingga bangku kuliah, aku memiliki kewajiban untuk mengenakan sepatu di area pendidikan formal. So, Im used to wear shoes…Bahkan ketika SMP/SMA, aku selalu maksain diri untuk mengenakan sepatu, meskipun kala itu tempat aku sekolah kurang begitu mewajibkan setiap siswa untuk mengenakan sepatu. Aku berdalih ajah, bahwa orang sekolah iku kerasa kurang nge-taste jika ga bersepatu. Seperti maem nasi dan lauk tanpa sayur. Akan membuat letoy dan tak bertenaga. Hahahaha. Uda mulai lebay neeeeeeeeeeee…

Dan alasan yang ketiga adalah, karena orang yang bersangkutan tidak dan atau belum memiliki sandal yang representatif dan membuantnya nyaman. Dan taukah Anda, saudara, bahwa saya masuk dalam katagori ketiga ini? Hehehehe..Awale ingin menyelesaikan tulisan ini sekadar sharing bahwa hobiku mengenakan sepatu ke mana ajah (selain area yang mengharuskanku kontak dengan air) berdasarkan alasan sakral yang sangat amat bisa dibenarkan. Jadi, semenjak sandalku patah arang di lokasi KKN, dan hingga hari ini, aku belum mendapatkan sandal yang representatif dan bisa membuatku nyaman. Aku uda pernah membeli sandal jepit santai di jalan Malbor, tapi sandal itu agaknya belum memiliki kesatuan dan kepaduan chemistry denganku. Jadi, aku kurang begitu respek pada sandal warna-warni itu.

Well, sebagai pelariannya, aku kemudian mengalihkan sebagian peran sandal itu kepada sepatu putihku yang alamaaaaaaaaaakkk..manja banget, minta cuci saban pekan (maklum warnanya putih). Kebetulan dengan sepatu putih itu, aku menemukan ada kecocokan chemistryku dengannya. Awale aku milihnya murni karena kebutuhan (karena sepatu lawasku sudah mengecil—untuk tidak mengatakan kakiku yang semakin membesar dan atau melebar—hehehe). Sedangkan alasan mengapa pilihanku kemudian jatuh pada sepatu putih itu adalah karena stylenya santai (so aku pikir bisa dipake kuliah, maen, dan jalan2) plus warnanya putih (sebagai stimulus agar aku bisa memangkas kemalasanku untuk mencuci sepatu.)

Jadilah, sepatu itu sudah aku bawa ke mana-mana dan selalu bertengger manis di kakiku dalam semua keadaan. Wis pernah sampe ke mana-mana lah, sepatu itu. Ke Solo, ke Paris, ke Madura, ke Baron, ke Kwaru, ke Kaliadem, weeeeeeeeeeehhh…Pokoe temen setiaku banget laaaaaaaaaah…Ya namanya ajah uda melekat ke kaki, jadi otomatis ne sepatu adalah atribut tak terpisahkan dalam diriku. Dan seingatku, ini adalah sepatu pertama yang berwarna putih. Sebelumne, warna sepatuku dominane item dan warna-warna gelap. Alasan ibuku ya hanya satu, cari warna yang tidak lekas kotor agar beliau ga perlu nyuci terlalu sering dan akan terlalu nggoyo. But now, ceritane, aku khan sudah bertugas dan bertanggungjawab sepenuhnya terhadap segala perawatan propertiku, maka ibuku tak lagi berkewenangan untuk memilihkan warna sepatuku.

Aku sendiri melihat sepatu bukan sebagai kebutuhan bulanan atau bahkan dwibulanan yang harus dibeli setiap kali gajian. Aku sebabe ngeliat sebagian temen2ku memiliki kewajiban membeli sepatu dalam periode tertentu. Heran ajah aku, sempet2nya gitu. Yaaaa…aku bisa heran karena aku menggunakan paradigma bahwa sepatu adalah perlengkapan yang harus aku beli SETELAH sepatuku yang lawas sudah tidak memenuhi uji kelayakan. Heran bin lucu banget, jika sepatu harus menjadi kebutuhan primer. Jaka sembung banget maka paradigma hard coreku. Hehehehehe.

Satu lagi catatan tentang sepatu. Mmmmmmmmmmmm…Ibuku dulu pernah membelikan aku sepatu cewe pas awal-awal aku SMP. Ya bisa ditebaklah, gimana reaksiku. Aku emoh make dan minta ibuku untuk beliin aku sepatu baru yang beda haluan dengan sepatu cewe berwarna item itu. Gatau mengapa di usia segitu aku uda punya naluri pemberontak. Hehehe. Padahal pas aku TK, aku inget kalo aku kerap mengenakan sepatu kaca dan berbagai macam sepatu cewe ke sekul. Cuma emang sejak SD, aku banting setir ke sepatu cowo. Temen-temen dan famili seumuranku banyakan cowo sehingga aku banyak terkontaminasi oleh gaya hidup dan perlengkapan mereka. Hehehehe. Jadi ya gitu dech, hingga saat ini aku masih ngeri membayangkan kalo aku harus mengenakan sepatu cewe. Yayayayaya, memang, untuk alasan dan moment yang tak bisa dinego, terpaksa gayaku yang harus dinego. Embuhlaaa

Jumat, 24 September 2010

Kkn berakhiiiiiiiiiiiiiirrrr…

Dan seperti yang telah ditunggu-tunggu, masa-masa KKN itu bener-bener usai. Selesai, berakhir, dan tak akan ada lagi, insya Allah. Akhir bulan Agustus lalu sekaligus menjadi momentum berakhirnya masa karantina itu. Rasanya beraneka. Bahagia dan juga sedih plus lelah yang pasti ada. Bahagianya karena banyak hal yang akan kembali seperti semula sebelum episode KKN tergelar. Sedihnya ya karena merasa akan cukup sulit kembali pada habitat asal dan melepaskan rutinitas yang mulai menubuh dengan hati. Ya, seperti biasalah, alur hidup kadang selalu menjauh dari kata inovasi dan dinamika..

Well, satu hal yang bikin males dan cape setelah berakhirnya masa-masa KKN adalah karena semua anggota dan peserta, tidak terkecuali daku dengan diriku sendiri harus melaporkan banyak hal yang telah terlakoni selama KKN. Laporan formal istilahnya, sebab memang KKN berurusan dengan lembaga formal. Ya LPM Kampus lah, kelurahan, kecamatan, bahkan jugaaaa..mmmm…pihak pemkot. Dalam hal ini aku cukup banget merasa kewalahan saat harus memaksimalkan jumlah halaman pada laporan akhir di angka 20 halaman. Yayayaya, aku mengrti pihak LPM maupun DPLku akan kewalahan jika harus membaca setumpuk laporan yang tidak hanya dimiliki oleh seorang peserta. Itu mungkin alasan terkuat kenapa harus ada pembatasan halaman demikian. Namun taukah bahwa, di balik alasan efektivitas itu, hal ini tak ubahnya dengan pembatasan kreativitas???

Hohohoho…Bukan maksudku sombong atau berlagak bagaimana. Tapi memang pada kenyataannya, cerita 50 hari tak bisa dirangkum dan digambarkan dengan 20 halaman, spasi ganda pula. Tapi yang namanya aturan baku, willy nilly, harus diikuti. Sebab jika tidak, aku harus menghadapi resiko tidak mengenakkan yang seharusnya tidak pernah aku dapatkan. Dan sebab itulah, aku kemudian berpikir bahwa masih ada banyak media lain yang bisa dan pantas dijadikan wadah untuk menampung itu semua..Cerita 50 hari tidak 24 jam perhari yang mungkin akan menjadi kenangan dalam hidup masing-masing pelakunya.

Aku pribadi yakin, semenyenangkan apapun masa-masa KKN, tidak akan ada orang yang mau melakukan KKN dua kali alias tidak lulus dan harus ngulang lagi pada semeseter atau bahkan taun berikutnya. NOT ANYONE. Bahkan orang yang terlibat cinta lokasi sekalipun. Mengapa begitu? Ya, sebab selain menyenagkan, KKN juga melelahkan. Dan itu sudah harga mati bagi kuliah lapangan dengan bobot 4 SKS. Jadi, untuk kembali mengulang dari awal hingga akhir, dengan suasana dan orang yang mungkin sangat amat jauh berbeda dengan episode pertama, aku yakin tak ada seorangpun yang mau. Dalam hidup, kita terkadang mengandaikan untuk bisa sekali lagi mengulang kenangan indah yang berkesan dalam di hati. Tapi ya, setiap kejadian tidak pernah terulang sama dalam waktu, keadaan, dan tempat yang persis sama. Jadi tidak mungkin mengharapkan adanya repetisi yang sepenuhnya dari episode2 kehidupan. Semanis apapun itu. Gitu juga dengan kenangan menyakitkan atau…apa yang biasa dikatakan dengan kenangan pahit. Sekuat apapun kita ingin berlari dan meninggalkannya, ia tetap akan ada dalam ingatan dan pikiran, selama kita belum mengikhlaskannya. Memang begitulah adanya. Dan tulisan ini sudah mulai menunjukkan digresi yang amat banget jaaaaaaaaaauh. Kenangan pahit juga mungkin saja terulang lagi. Hal ini akan memunculkan trauma dengan tensi yang berbeda-beda pada masing-masing orang. Namun begitu, baik kenangan manis maupun kenangan pahit, keduanya hanya membutuhkan satu hal, yakni JIWA YANG BESAR.

Tentang KKN, bahkan apapun itu, semuanya bisa berubah dalam jangka waktu yang amat singkat dan sebentar. Seperti dalam film Bandung With Love, waktu enam hari bisa membawa perubahan besar-besaran dalam diri seorang penyiat bernama VEGA. Perubahan yang mungkin sama sekali tak pernah dibayangkannya. Awalnya aku menganggap bahwa hal demikian hanya ada dalam cerita fiksi yang sifatnya rekaan, semacam khayalan yang terlalu membumbung tinggi dan hanya sesekali terjadi di dunia nyata. Tapi tak ada satupun pikiran yang kemudian memaksaku untuk berpikir dan mempercayai, bahwa apapun, bagaimanapun, dan pada siapapun, perubahan paling besar sekalipun bisa terjadi dalam jangka waktu 50 hari, dalam konteks ini adalah masa pelaksanaan KKN.

Dalam hal ini, aku tak akan menceritakan siapa dan bagaimana, atau bahkan mengapa serta bagaimana tanggapanku. Aku hanya tengah berpikir bahwa perubahan, pergantian, atau apapun namanya yang bernuansa SHIFTING tidak memerlukan terlalu banyak waktu untuk menggelar lakonnya. Sebab Tuhan memang selalu tau, dan tidak selalu menunggu. Kapanpun ia mau, segala sesuatu bisa saja terjadi. Sesuatu yang bahkan dalam pikiran manusia dianggap sebagai sesuatu yang tidak mungkin atau sulit terjadi, bisa terjadi dengan kronologi yang amat banget singkat dan simpel. Tapi memang, tak ada yang sulit bagi Tuhan. Apapun itu. Yang sulit kadang aku saja, yang mau memercayai betapa canggih dan hebatnya Tuhan menciptakan perubahan dalam waktu sependek itu.

Aku sendiri, tidak merasakan banyak perubahan ataupun perubahan besar dalam diriku. Meski toh selama KKN aku menemnukan atmosfir yang cukup berbeda dari masa-masa sebelum KKN, semuanya teteap tak banyak berubah. Aku masihlah aku yang dulu. Meski memang ada beberapa kenangan dan proses kecil yang terjadi selama KKN, akan tetapi hal demikian tidak memberikan banyak perubahan dalam me myself. Perubahan yang paling banter, aku sudah mulai berani mbonceng orang lain saat naek sepeda motor. Hal ini sebenarnya bukan hal baru sebab aku sudah sering mbonceng Ayu saat KKN belum dimulai.Tapi yaaaa…Perubahan itu perlu diperhitungkan, sebab juga menjadi episode berpengaruh dalam kehidupanku..

Yang pasti, KKN banyak memberikan aku pelajaran bagaimana mengandalkan diri sendiri dan mengurangi ketergantungan pada bantuan dan kehadiran orang lain, apapun bentuknya itu. Semuanya memang harus aku pelajari dan aku coba, sebab siapapun, ternasuk aku, tak pernah tau apa yang akan terjadi esok hari. Jika aku tetap tak bisa mengandalkan diriku sendiri, apa kata dunia? Selain itu, aku tetaplah ITA yang dulu. Yang moody, yang suka mutung, males, yang phobia kopi dan begadang, yang sulit beradaptasi dengan orang dan keadaan baru, yang doyan makan dan hobi tidur, dan lain sebagainya. Hampir tak ada perubahan berarti. Orang-orang berpengaruhku juga tetap aja, tidak ada pergantian peran. Meski KKN banyak mengenalkanku pada orang baru yang tak kalah hebat dengan orang-orang yang sebelumnya aku kenal, akan tetapi semuanya tidak banyak memberikan perubahan. Aku tetap anak sulung yang mengaku
punya SATU kakak, tetap anak GM yang paling doyan ndolan, dan tetap seperti duluuuuu….50 hari buat aku, dalam konteks ini, kurang berhasil menciptakan perubahan berarti.

Dan satu hal lagi tentang KKN, ternyata moment yang paling melelahkan dan membosankan dalam KKN adalah membuat laporan kolektif dan mengurus administrasinya hingga tuntas dan selesai. Lebih dari sekadar ribet. Dalam hal ini memang, menyusun laporan individu bisa diselesaikan dalam waktu tidak kurang dari 2 hari, bahkan jika intens dan semua dokumen ada, 1 haripun bisa. Tapi yang namanya laporan keuangan dan laporan kolektif…OMYFUCCCCCCCCCCCCKKK..Aku tidak menyangka akan separah itu. Bobroknya organisasi di kelompokku malah mengingatkan aku pada yang namanya masa lalu kelam di dunia organisasi yang aku geluti ketika masih SMA. Entah mengapa, setelah menjadi mahasiswa dan meski aktif di sebuah organisasi, aku banyak mengutuk organisasi. Banyak faktor mungkin, tapi aku berani jamin bahwa orang organisasi tidak selalu lebih baik (meski lebih penting dan lebih berpengalaman, tampaknya) dibandimg orang yang tidak sama sekali aktif. Bukan main mutungnya aku saat melihat bahwa jabatan yang menjadi sebuah topeng yang dibuat aling-aling kebusukan. Udahlah, tak perlu di forum ini, sebelum aku keceplosan mengaku bahwa organisasi kadang menjadikan seseorang semakin bejad. Hehehehehehe. Disensor!!!

Biar suasananya enak, aku mungkin lebih baik menceritakan hal-hal yang mengasyikkan selama KKN. Sejak KKN mulai, awal Juli lalu, aku banyak melakukan touring ke berbagai daerah, dalam kesempatan dan dengan orang yang berbeda. Ini cerita mengasyikkan karena KKN berhasil menambah list tempat yang sudah kukunjungi. Hehehehehe..Touring pertama adalah bersama temen2 KKN. Ke Solo—Tawangmangu—plus ke Paris. Asyik-asyikan laaaaaaaaahhhh…Banyak hal baru yang kutemui, utamanya di Tawangmangu. Apalagi Tawangmangu sudah menjadi objek wisata yang sejak dahulu kala ingin aku kunjungi. Yang bikin seneng di Paris adalah karena momen tersebut adalah momen kedua aku bermalam di pantai itu, berbekal logistik yang cukup memadai.

Yang kedua, touring in love. Hahahahaha..Ini bahasa Hyatt. TiL ini juga berlangsung dua kali, yakni ke Kwaru dan ke Kaliadem. Karena ini bersifat pribadi, maka tak perlu ada ulasan banyak. Intine Kuaru dan Kaliadem baru aku kunjungi pertama kali pada momen ini. Jadinya cukup soswit meski aku touring ke Kaliadem ketika puasa. Di siang bolong pula. Hahahahahaha. Tapi tidak mengurangi keindahan dan romantisme. Hahaha. Pas itu aku juga sempat ketemu ma tourist asal Malaysia. Lucunya dan ini yang bikin berkesan, aku tak sama sekali mengajak tourist itu untk foto bareng. Malah dia yang mengajakku. Hahahahay.

Touring GM tentu menjadi toruing yang juga mengesankan. Meski—lagi-lagi—terlaksana ketika bulan Ramadhan dan saat aku tengah berpuasa. Rute pertama ke Magelang dan wilayah utara, ke posko temen2 GM di sna. Posko Jun, Bunda, Lila, dan Uqi. Semuanya mengensankan, kami buber dan foto-foto bareng juga di Ancol dan masing-masing posko. Kedua adalah ke wilayah Sentolo, ke posko Imam dan posko Marwan. Kami juga buber dan sempat foto2 di alun2 Wates saat tengah terjadi gempa. Juga sweeeeeeettt..Meski hanya ada sedikit personil yang terlibat dan aku lupa membawa barang ajaibku, KAMERA.

Yang terakhir mungkin adalah touring kuliner. Yayayaya, selama pelaksanaan KKN, aku banyak menjajal kuliner yang sama sekali baru buataku. Mulai dari JogChick, bakso Idola, Wadersentris, angkringan Wijilan, Bakso Kukus, angringan alun2 Wates plus prasmanan di perbatasan Yogya-Magelang. Eh ada juga yang terlupa, Kebab Turkey dan kornet. Hehehehehehehehe…. Yahhh…Meski tak ada perubahan berarti, tapi ya not bad laaaaaaaaaaaaaahhhhh…

Catatan: Sungguh malang nasib tulisanku ini. Ia terselip di flesQ beberapa pekan. Nulisnya sebelum lebaran, eh mostingnya H plus 10 lebih. Sa'ke baanget. 4give me yap...

Senin, 13 September 2010

GARA-GARA KKN

Tulisan dengan tajuk itu jane uda dulu banget ingin aku kerjakan. Tapi aku selalu merasa belum menemukan waktu yang tepat. Khawatir ada yang masih tercecer dan akhirnya ga terkover hingga kemudian menjadi GA ASYIK. Hehehehehehehe. Tapi, kalo terlalu disemedikan, aku juga kuatir bakal ada lebih banyak terkover. Jadi..Cari jalan aman saja. TULIS sekarang atau tidak sama sekali. Kalimat bernada ancaman semacam itu kerap cukup sukses membuat aku tidak lagi duduk dengan kemalasan dan apologiku yang kadang berlebihan.
Well, tulisan ini jane ingin aku khususkan untuk menuliskan perkembangan dan perubahan—dengan titik signifikansinya sendiri-sendiri—yang kurasakan setelah mlewati masa-masa KKN yang bener-bener gado. Semuanya ada di sana. Seneng, sebel, males, ketawa, jalan-jalan, marah-marahan, dapet cerita baru, dapet temen baru, dapet apalah banyak. Meskipun sebelumnya aku pernah memberikan statamen (whaaaaaaa…Gatau di mana, mungkin di pikiranku sendiri) bahwa KKN tak banyak mengubah aku yang BEFORE dan AFTER, namun ada banyak hal yang berubah dan perubahan itu terjadi dalam momen KKN.
Apa saja? Lets cekidot…
Yang pertama dan utama, aku punya banyak temen baru dengan karakter dan latar belakang yang berbeda. Temen-temen yang awalnya ga sama sekali aku kenal tiba-tiba harus menjadi orang-orang yang mewarnai hariku selama dua bulanan. Meski tidak semuanya akrab dan deket, akan tetapi sebagian besar di antara temen-temen baru itu ternyata asyik dan nyenengin, sehingga mereka tak lagi menjadi temen biasa, namun sudah lebih dari itu..Ya, bisa dikatakan SAHABAT dan atau SAUDARA (meski kakakku hanya akan tetep satu). Intensitas pertemanan ini khususnya terjadi antara aku, Dyan, Pita, Wanda, Bunda, Jojo, Huda, dan Robie. Sama yang laen bukan ga deket, cuma kalo mau dibikin perbandingan superlatif, jadinya ya gitu.
Masing-masing temen baru itu menorehkan kenangan tersendiri buat aku. Kenapa Dyan yang kusebut pertama adalah karenaaa..(hm, semoga dia tidak GR), Dyan adalah temen akrab yang asyik plus tidak sombong dan selalu mengobarkan jiwa patriotnya. (Apa pula nech, bahasa)..Aku banyak belajar dari Dyan. Dari sikapnya yang jauh dari kesan eksklusif apalagi sok-sokan, dari cerita keluarganya yang menterperangahkan, dari kesetiakawanannya yang patut diacungi jempol, wis pokoe aku ga pernah rugi kenal ma anak ini. Meski bukan berarti tidak pernah nyebelin, tapi buat aku, Dyan adalah temen untuk gila-gilaan, untuk serius juga, untuk menangis, untuk berbagi, dan untuk semuanya. Dyan bae banget dan banget bae.
Yang kedua adalah Pita. Anak Solo ini jane memiliki intensitas kedekatan paling tinggi ma aku. Jadi entah bagaimana, aku merasakan ada kecocokan dengan anak ini, selain karena kami sama-sama anak Sapen dan suka males bawa motor tiap hari. Setelah makan malam di suatu tempat—tempat capcaynya Pak Itik-Itik—di situlah episode pertemananku dengan Pita dimulai. Hampir tiap ari aku selalu berangkat dan pulang bersamanya..Overall, Pita adalah orang yang asyik, karakternya tidak jauh berbeda denganku. Jadi kami cukup mudah untuk berteman. Aku pernah nginep di kos dan kontrakan Pita dan Pita pun berkali-kali nginep di tempatku. Dari situ aku mulai dan semakin deket dengan anak ini.
Satu hal yang barangkali menjadi ciri khas Pita adalah bahwa anak ini selalu berusaha untuk mengerti aku. Sebab itulah aku merasa, aku juga harus mengerti keadaannya, seberapa aku juga ingin dimengerti akan keadaanku. Aku pernah melewatkan momen2 berdua dengan Pita. Ya ke tempat belanja, tempat makan, jalan-jalan, dan lain sebagainya di atas dua motor kami yang dibawa selang-seling tiap ari. Karena alasan teknis inilah, aku ma Pita tak ubahnya kembar siam yang ke mana-mana hampir selalu bareng. Tertawa, bercerita, bahkan takut-takut pun berdua, lagi-lagi juga di atas motor (Aku bahkan inget, di suatu pagi, kami nyerobot lampu merah karena terlalu asyik ngobrol. Dooooooooooar). Jika pada akhir KKN aku ma Pita tidak begitu intens bersama, hal tersebut lebih disebabkan alasan teknis, dan bukan alasan konflik. Meski ada potensi konflik, alhamdulillah tamengnya lebih kuat. Hohohohoho…
Wanda adalah sosok yang paling pendiem di antara para cewe. Tapi tipikal-tipikal demikian biasane akan bisa ngomong banyak jika diomongin duluan. Makanya di awal-awal pertemanan, aku selalu sok cerewet di hadapan Wanda. Dan ternyata bener juga, Wanda dikit demi dikit mulai mengurangi sikapnya yang pendiem. Aku bahkan dak nyangka kalo di akhir kebersamaan KKN, Wanda akan curhat banyak tentang kehidupannya, seperti juga yang laen. Wanda sebenare bukan tipe pendiam, ia hanya lebih suka memberi respon atas perkataan orang lain dan tidak berbicara jika tidak terlalu penting. Satu kalimat Wanda yang luar biasa bikin aku terharu adalah demikian, “Ta, kalo butuh apa-apa, jemputan atau bantuan apa gitu, jangan sungkan-sungkan kasih tau aku yaaaaaa”, suer pas itu aku terenyuh banget. Orang sependiam Wanda bisa bikin aku ngilu gile. Hahahaha.
Untuk urusan antar dan nebeng, aku memang pernah merepotkan banyak orang. Orang yang paling kurepotkan adalah..DYAN, lalu PITA, dan WANDA. Tapi satu hal yang mesti diketahui, yakni walaupun Wanda sudah memberi peluang sebesar-besarnya padaku, aku tidak ingin terlalu merepotkan dia. Mengapa begitu? Ya, sebab rumah Wanda dan kostku berlawanan arah, juga dengan lokasi KKN. Jadi, jika aku terlalu merepotkan anak ini, aku yang tidak berperikemanusiaan. Terlebih aku tau, selain KKN dan kuliah, Wanda punya banyak kesibukan laen, yakni di radio dan bantu-bantu ortu (maklum, anak rumahan). Kenangan bersama Wanda yang paling memorable barangkali adalah kenangan di Malbor saat kami ngomong ama tourist.
Yang laeeeeeeeeeeeen, pokoe berkesan juga dech…Hehehehehe. Sama-sama memberikan pelajaran dan perenungan hidup…
Perubahan yang kedua adalah, bahwa setelah KKN, pola pikirku dalam beberapa hal mengalami perubahan. Yang pertama, dalam menilai orang. Aku bener-bener telah berulang kali ditipu oleh pandangan dan kesan pertama. Dan pada momen ini juga begitu. Banyak hal yang tertopengi saat perkenalan dan kesan pertama. Yang kedua adala teori bahwa Kisah Kasih Nyata di KKN tidaklah hanya sekadar wacana. Witing trisne jalaran suko kulino bener-bener bukan teori yang mengawang-awang dan mengada-ngada. Dan kesimpulan ini aku miliki tidak hanya dari satu-dua sampel, akan tetapi dengan sampel yang sudah representatif. Hehehehehehe.
Perubahan ketiga, dan ini yang merupakan perubahan cukup membahagiakan, adalah bahwa, sejak KKN, aku tidak lagi hanya dan selalu mengandalkan orang lain untuk menyelesaikan urusan-urusanku. Tak ada yang akan selalu setia dan ada untukku selain AKU SENDIRI. Jadinya ya begeto. Aku tidak bisa selalu minta anter/jemput/nebeng orla. Momen ini mengajarkan aku untuk mengandalkan diri sendiri, khususnya dalam berkendara dan menancap gas. Awalnya aku memang tidak sama sekali memiliki modal keberanian, tapi keadaan jualah yang memaksaku. Temen-temenku dan suasana yang melingkupiku juga banyak memberikan dukungan untuk itu. Lagian kasian jika motorku selalu saja hanya diam di kos, seperti barang tak bertuan. Hehehe. Dan dia pun pasti bahagia jika aku selalu membawanya ke mana-mana.
Perubahan keempat, dan ini juga masih menyenangkan, adalah karena selama KKN, aku telah menunaikan hajat dan keinginanku utuk mengunjungi salah satu air terjun yang amat banget indah di Solo. Hehehehehe. Selama ini, Tawangmangu memang menjadi destination trip yang amat kudamabakan, selain Borbud dan Baturaden. Dengan kunjunan ke Tawangmangu kemarin, berarti listku sudah bersisa satu. Hehehehe. Untuk urusan jalan dan dolan, aku memang tergolong orang yang PHORIA banget…
Perubahan kelima, aku banyak menemukan hal baru yang selama ini jarang kutemukan di dunia akademik. Yang pertama mungkin adalah bergaul dengan anak-anak SD dalam forum bimbel dan TPA. Rutinitas ini banyak mengingatkanku pada masa-masa kecil dan ujung-ujungnya aku akan berpikir banyak hal tentang babakan idup, proses, orang-orang yang berjasa, dan lain sebagainya. Yang kedua adalah interaksi dengan masyarakat yang cukup heterogen. Baru dari momen ini aku mengetahui dan mengalami langsung aplikais dari teori kerukunan antarumat beragama yang sudah sejak dahulu kupelajari di bangku sekolah. Dan ternyata, kerukunan itu memang bukan sekadar wacana.
Perubahan keenam, aku baru menyadari bahwa kakak TH ternyata ada juga yang bae dan ngayomi adek kelasnya. Hehehehe, point ini spesial for Mas Sabil (Smga dia tidak GR). Sebelum KKN, aku terbilng orang yang paling kuper ma kakak kelas di kampus. Meski banyak terlibat dalam mata kuliah yang sama, tapi sikapku yang moody dan kadang terlalu jaim untuk berakrab-akrab ma kakak angkatan cukup menjadi alasan kenapa aku tidak punya banyak link ke kakak angkatan. Sehingga, dalam bayanganku, kakak kakak TH tu dak ok dan dak ngayomi adek angkata. Hehehe, alhamdulillah, setelah KKN, pikiran itu sedikit banyak akan kurenungkan ulang. Ya, overall, Mas Sabil terbilang baik padaku, sebagai adek kelasnya. Hehehe. Aku inget pernah beberapa kali nebeng Mas Sabil, pinjem motornya, dan kebaikannya yan lain—termasuk sebungkus roti bakar—hohohoho…
Perubahan ketujuh, dan ini khusus tentang Bunda adalah, aku kerap diingatkan bahwa masa-masa yang dilewati Bunda saat ini juga akan aku lalui pada saatnya entah kapan. Aku melihat Bunda selalu bisa tersenyum dan berdamai dengan keadaan, seberapa rumit keadaan yang tengah dihadapinya. Aku juga lihat Bunda selalu menseriusi KKNnya, meski ia juga memiliki hal lain yang juga harus diseriusi…Dari situ aku berpikir banyak hal, bahwa kehidupanku tidak berhenti sampai di sini dan masih banyak hal yang harus aku hadapi esok. Dan paling tidak, saat melihat senyum Bunda dan terkadang mendengar tutur ceritanya, aku banyak tercerahkan. Betapa mengasyikkannya keadaan jika kita mau mensyukurinya.
Yang selanjutnya, dari Robie. Robie banyak memberikan pelajaran dari sikapnya untuk menseriusi KKN. Bagi Robie, aku lihat, hidup itu sederhana. Tinggal dijalani apa yang ada di depannya dan maksimalin. Itu aja. Aku tak bisa bayangkan jika aku berada di posisi Robie. Menunggui posko dua puluh empat jam, kerja bakti saat yang laen masih santae2 di kos masing-masing, nimbo berkali-kali sedangkan yang laen tinggal menikmati aer yang diambilnya, dan lain sebagainya yang senyatanya bisa dikatagorikan ketimpangan sosial. Tapi Robie terlihat menikmati hidupnya, meski kerap ia juga menunjukkan emosinya yang udah ga bisa ditahan.
The next, perubahan kecil yang sebenarnya tidak bisa diremehkan dan diskip begitu aja adalah bahwa semenjak KKN, aku banyak keluyuran ke tempat-tempat yang belum pernah aku kunjungi sebelumnya. Dalam momen dan suasana yang berbeda dari yang sebelum-sebelumnya. Dan hal demikian membuatku merasa, ada banyak file baru yang masuk dalam folder di otakku mengenai tema ke-Jogja-an. Ya tempat kuliner baru lah, jalan-jalan dan rute baru, tempat maen baru, tempat tongkrong baru, tempat belanja baru, dan lain sebagainya.
KKN juga banyak memperkenalkanku dengan orang-orang baru yang membuatku merenung banyak hal. Mbah Hadi yang baik hati dan penyayang, Pak Sugeng yang sabar dan ikhlas, Pak Agus yang luar biasa dermawan, Bu Sudarmadji yang ternyata impressed di akhir cerita, Bu Is Daryono yang supportif, dan semuanya yang mungkin akan membingkai cerita dan kenangan tersendiri. What a beautiful the moment is…Aku cukup surprised dan dak nyangka bahwa momen dua bulan yang kujalani bisa menciptakan ikatan yang demikian erat.
Hmmmm…Satu lagi dan mungkin ini yang terakhir, semenjak KKN, aku banyak tidur sendirian di kamar. Sesuatu yang amat banget aku suka, sebab aku bebas menjadi diri sendiri dan berkespresi sekehendak hati. Hehehehehehe. Well, semuanya berkesan dan membekas…Dan meski tidak semuanya, sebagian besar dari cerita KKN memang menyenangkan!! 

Hume edition…(KRISTIN DAN SISTEM ARISANNYA YANG ADUHAI SOLID)

Berpindah tempat dalam waktu beberapa lama memang cukup memberikan suasana yang berbeda. Dan kurang lebih, itulah yang aku rasakan sekarang. Setelah hampir sepekan berada di tanah kelahiran—meski masih melanglang buana ke berbagai tempat—aku mau tidak mau merasakan suasana yang cukup berbeda dengan suasana di Jogja beberapa hari/pekan yang lalu. Berbedanya di mana? Ya di banyak hal. Jika di Jogja aku disibukkan dengan berbagai urusan, mulai dari urusan jadi sopir, ngerjai laporan, atau sekadar bolak-balik makan angin, di rumah malah aku kebanyakan jobless dan TIDUR. Selain karena sempat sakit beberapa hari yang lalu, ruang gerakku biasanya terbatas ketika sudah pulang ke rumah. Minimal ya lebih sempit dibanding saat masih diYk..
Tapi aku cukup menikmati keadaan tersebut, meski tidak semuanya menyenangkan. Jadi yaaa…Banyak hal di rumah yang sebenarnya bisa dan menarik untuk dieksplorasi. Bisa bikin berpikir dan ketawa-ketawa sendiri juga. Yang pertama, adalah hal yang sedari dulu sudah ingin aku ceritain tapi selalu kepending karena alasan-alasan yang sebenarnya kurang begitu heroik dan bisa dibenarkan. Untungnya, saat kembali menjejaki tempat yang sama, Tuhan masih mempertemukan aku dengan ingatan tentang inspirasi kecil itu. Welll, that’s all about ARISAN. Sejauh ini aku belum tau, apakah arisan adalah ritual dan kebiasaan masyarakat Indonesia saja. Yang jelas sependek pengetahuanku, arisan hanya ada di Indonesia. Entah di negara atau tempat lain, aku belum begitu tahu.
Jadi, di kecamatan tetanggaku, yakni kecamatan Ganding, di ibu kota kecamatannya, tersebutlah seorang perempuan keturunan China yang menjadi motor penggerak arisan. Namanya Kristin. Kalau kau bertanya pada masyarakat Ganding dan sekitarnya, mereka pastilah faham. Bahkan jika mau dibahasakan dengan hiperbolik, Kristin adalah master of arisan. Mengapa begitu? Perempuan berkulit putih adalah penyelenggara, penanggungjawab, pokoe orang nomor satu laaaah, dalam acara arisan yang diadakan di rumahanya, tujuh hari dalam sepekan. Aku banyak mendapatkan hikayah otoritas Kristin di bidang arisan ini sebab orang tuaku sendiri kerap terlibat aktif dalam forum arisan ini. Aku lupa tiap hari apa. Intine, biasanya Bapak, setiap jam 8 pagi pada hari-hari tertentu, akan berangkat pagi-pagi ke Ganding untuk membayar arisan.
Uda tau khan, bagaimana teknik arisan? Arisan sebenarnya kayak tabungan biasa…Cuma tekniknya berbeda. Bedanyaaaa..adalah karena, jika dalam tabungan, kita menabung uang, dari waktu ke waktu, hingga pada waktu yang telah ditentukan—atau sesuai keinginan kita—tabungan itu bisa diambil. Dan kita pun bisa menikmati hasil atau total sum dari semua uang yang selama ini uda kita tabung. Bahkan kalo mungkin, juga ada bunganya. Meski tidak selalu banyak. Naaaaaaahhh…Kalo arisan, kita juga menabung, tapi menabung itu dilakukan bersama-sama dengan orang lain. Hehehehe. Akunnya ya tetep pake pribadi. Bedanya jane adalah karena dalam arisan, kita bisa mengeruk uang dalam jumlah banyak MESKI SEBELUM KITA menabung (membayar uang tiap kali periode arisan) dengan jumlah yang sesuai atau mendekati jumlah yang kita terima saat nama kita muncul dalam lotre arisan.
Loh, berarti ga fair dwonk? Tetep FAIR.. Karena uang yang kita dapatkan di awal (yang dalam jumlah banyak itu) akan kita kembalikan seiring berjalannya waktu setiap kali pelaksanaan arisan, untuk tiap periodenya. Jadi arisan lebih banyak mengandakan keberuntungan dalam segi waktu dan moment. Dan karena memakai lotre, maka cukup sulit untuk bisa membarengkan keberuntungan dengan kebutuhan. Nama kita bisa melompat dari setumpuk lotre dalam keadaan apapun, pas kita lagi ada duit, pas kita lagi mepet, atau pas ekonomi lagi so so. Semua kemungkinan itu bisa terjadi. Dan inilah yang menjadi cirikhas arisan, cirikhas yang membedakanya dari ritual2 lain, semisa menabung dan lain sebagainya. Adapun kelebihan arisan, yang membuatnya banyak dilirik orang –MUNGKIN—adalah karena arisan mengajarkan manusia untuk RAJIN DAN DISIPLIN MENABUNG. Sebab itulah, banyak orang—termasuk orang tuaku sendiri—yang menganggarkan uang arisan untuk membeli atau membiayai sesuatu dengan budget yang cukup besar.
Sayangnya memang, banyak orang yang belum bisa sepenunya rajin dan disiplin untuk menabung. Contohnya begini, jika si A sudah mendapatkan keberuntungan dalam lotre di awal-awa masa arisan, maka ia bisa saja menjadi EMOH dan males untuk kontinyu membayar uangnya dalam setiap periode arisan. Ya,,,si A khan uda dapet uang banyak di awal periode tanpa harus menabung banyak uang terlebih dahulu, keadaan ini akan sangat supporting untuk membuatnya ogah-ogahan dan gamau konsisten untuk selalu hadir dan membayar uang arisan. Keadaan akan berbanding terbalik dengan si B, yang tidak kunjung mendapatkan keberuntungan. Namanya tidak juga terbaca dalam lembar yang melompat dari setumpuk lotre. Dalam kasus ini, si B bisa dipastikan akan selalu hadir dan membayar uang arisan. Dua ilustrasi ini hanyalah sekadar …mmmm….apa yaaaaa…namanya…contoh dari kemungkinan terburuk dan kekurangan dari sistem arisan.
Kembali ke Kristin, peranakan China ini memiliki kharisma dan bodyguard yang cukup solid di mana-mana. Terbesar dan tersebar lah, istilahnya. Kristin tidak sembarangan memilih orang yang akan ikut aktif dalam empire arisannya. Jika bukan orang yang benar-benar dia percaya akan konsisten dalam sistem ini, Kristin, kabarnya akan menolak. Dan jika anggota yang coba-coba ngeyel, maka Kristin pun tidak akan tinggal diam. Untuk urusan admnnistrasi ini, Kristin memang memungut iuran dari semua anggota yang masuk dalam sistem arisannya. Aku pikir, uang segitu sangatlah pantas jika dibandingkan dengan kredibilitas dan kehebatan Kristin. Arisan yang digawanginya pasti selalu sukses, sebab ia memang tidak sembarangan pilih orang. Dalam artian, sangat kecil kemungkinan, akan ada orang yang berani ngeyel padanya. Hohoho. Begetolah adanya. Dalam persoalan Gender, Kristin adalah salah seorang ikonnya, khususnya di wilayahku.
Kristin adalah salah seorang dari pernakan China yang banyak ditemui di negeri ini. selain idungnya yang mancung dan kulitnya yang putih, satu hal yang membuatku berdecak dari orang China kebanyakan adalah profesionalisme dan ketekunannya. Tak heran dan tak salah memang, jika mereka menguasai ekonomi makro di Indonesia. Sedangkan orang pribumi, aku misalnya? Hohohohoho…Masih jaaaaaaaaaaaaaaaaauuuuuuuuuuhhhhhhhhh.....

Dualisme Fesbuk

Kalimat yang menjadi tajuk tulisan ini sebenarnya uda lama mengendap di kepalaku. Karena terlalu lama mengendap itulah, aku mulai melupakannya. Stomata dan inspirasi itu mulai dan perlahan luntur begetoooo…Untungnya kemarin, 22/8/2010 saat aku merayakan hari ol sedunia, pikiran itu kembali muncul dan aku tidak mau melewatkannya lagi. Inspirasi mungkin seperti pedagang kaki lima keliling, jika tidak distop saat ia lewat di depan kos, maka sedetik kemudian ia akan hilang entah ke mana. Yang tersisa hanya tinggal bunyi satu-satu yang dijadikan tanda untuk memanggil pelanggannya datang. Analogi ini khususnya berlaku bagi rumah di pemukiman padat, semisal lingkungan kosku. Heheheeheheheheheheheheheheheeheehehe..

Menulis tentang fesbuk di forum ini sebenarnya bukan kali pertama. Jika tidak ada suatu hal yang sangat mendesakku untuk menulis, aku cenderung akan melupakan dan mengentengkannya. Apalagi jika mood sedang tidak bersahabat, aku yang moody dan bisa dibilang selalu menuhankan mood ini tidak akan beranjak sedikitpun dari tempatku terdiam.

Well, langsung pada inti pembicaraan yang ingin aku angkat. Pada awalnya, aku menduga bahwa fesbuk adalah jejaring sosial yang mengasah naluri manusia untuk berkawan, mencari teman, dan menyambung kembali tali silaturrahmi yang sempat terpisahkan ruang dan waktu serta mengakhiri paradigma lost contact. Awalnya memang demikian, khususnya yang kurasakan. Aku kembali bisa bertemu dengan temen-temen lama dan orang-orang dari masa lalu melalui jejaring ini. Setelah hanya mengklik add as friend atau confirm, lalu tak sengaja bertemu di fesbuk chatting dan atau mengirimkan pesan singkat, aku sudah bisa mengantongi nomor hape temenku yang sempat hilang tanpa komunikasi.

Mudah banget dan semua orang bisa melakukannya. Bahkan slogan fesbuk pun adalah, siapapun bisa mendaftar secara gratis dan tak ada masa promo, dalam artian gratis sepanjang masa. Dari situ, dengan fitur-fitur lain yang dimiliki fesbuk, aku mulai masuk dalam golongan orang yang terkena adiktif demam jejaring sosial ini. Meski tensinya fluktuatif, tapi aku ternyata juga cukup addicted pada jejaring sosial ini.

Dan belakangan, aku baru menyadari bahwa walaupun fesbuk membuka selebar-lebarnya pintu untuk bersosial dengan orang lain, mencari teman baru atau kembali menemukan teman lama, ternyata fesbuk juga sangat mendukung pada apa yang dinamakan NARSISME. Ya, bagaimana tidak, contoh kecilnya saja, dengan fitur album, tag foto, profile picture, atau wall picture, pengguna fesbuk memiliki wadah yang amat sangat representatif untuk menyalurkan naluri narsismenya.

Aku menyadari sepenuhnya bahwa sindroma ini telah lama bercokol di kepalaku…Bagaimna tidak, sampai hari ini saja, albumku sudah sampai pada hitungan tiga puluh. Jumlah yang cukup banyak dan cukup mengkhawatirkan sebenarnya. Hehehehe. Tapi ya begetolh. Narsisme juga tak selamanya berwajah buruk. Salah satu anomali terhadap teori single face narsisme misalnya adalah slogan “ga eksis ga narsis” yang banyak terdengar. Memang dalam hal ini, aku kerap tidak menggelar pertarungan panas dalam monolog sisi kanan dan sisi kiriku saat aku terlalu kebablasan berulah di fesbuk.

Aku lama-lama merasakan bahwa fesbuk semakin membuatku sulit menjadi diri sendiri, meski di sisi lain ia membiarkanku berekspresi sekehendak hatiku. Masalahnya begini, saat nulis status, misalnya, rasanya ga ok jika belum mendapat “like” dari orang lain, atau bahkan mendapat komentar. Saat nulis note maupun mosting foto juga begitu…Yayayaya, seolah berkarya untuk komentar dan apresiasi dari orang lain saja. Padahal aku sudah meniatkan bahwa apapun itu, aku harus bisa menjadi diriku sendiri. Dan untuk mencapai itu, salah satu caranya adalah dengan menyamakan ada tidaknya serta apapun komentar dari orang lain.

Tapi btw, komentar orang lain kadang menjadi supporting instrument juga untuk terus berkarya. Palagi yang bentuknya kritik dan saran yang konstruktif. Aku sendiri merasakannya begitu. Tapi yang paling terpuaskan pada akhirnya tetaplah diri dan idealisme sendiri. Bingung aku bagaimana menentukan sikap. Seperti berada di dua kutub yang saling tarik-menarik. Antara keinginan untuk menjadi diri sendiri dan keinginan untuk mendapat apresiasi dari orang lain.

Finally,,,aku hanya ingin tetap menulis dengan diriku sendiri…Semoga saja..
(Kacau mode:on, 23 Agustus 2010)