RSS

Minggu, 29 Januari 2012

W-a-r-n-i-n-g

I will come back soon. :D

Jumat, 21 Januari 2011

Episode Berkenalan dengan Diri Sendiri (I-habis)

SEBERAPA BERBEDANYA AKU?

Im different surely..Namun seberapa berbeda? Aku sendiri merasa bahwa aku berada di antara dua kutub, kutub pertama adalah sisi yang mengandaikan aku memiliki ciri khas sendiri yang bisa menjadi simbol—yang hanya dimilikiku—dan kutub lain yang kadang menuntutku untuk..mmm…bahasa kasarnya adalah cultural shock dan bahasa halusnya adalah mengikuti perkembangan zaman. Namun so far, aku merasa bahwa kecenderungan pertama jauh lebih mendominasi. Dalam berbagai keadaan, aku lebih banyak bertahan dengan selera dan pandanganku sendiri meski dunia di sekelilingku berbeda denganku.

Contoh kecilnya, dalam hal selera nonton tivi. Meski aku mengakui bahwa aku kecanduan menonton tivi karena meniru orang lain—hehehehehe—namun dalam sebagian besar keadaan, aku tidak akan ikut-ikutan menyukai suatu hal atau kegiatan yang banyak disenangi orang lain. Aku kira hal itu jauh dari kesan keren. Awalnya keren, namun karena kebanyakan yang suka, jadi males. Aku termasuk tipikal orang yang kadang-kadang tidak ingin disamakan dengan orang lain, meski pada sisi lain dan pada momen-momen tertentu, aku malah demen cari persamaan dengan orang lain.

Well, di kosku, hampir semua penghuni menyukai dua acara yang sama sekali tidak bisa matching di otakku. Yang pertama adalah OVJ alias Opera Van Java dan yang kedua adalah film Korea. Hampir semua penghuni kos yang demen di depen tivi getol dan ngefans banget ma dua acara ini. Tapi tidak bagiku. Selain karena aku tidak mau terlalu sama dengan orang lain, meskipun dalam hal yang luar biasa remeh, aku merasa sama sekali tidak punya chemsitry terhadap dua acara itu. Banyak lah, apologiku. Terlalu lebay lah, ga etis lah, ga cinta produk dalam negeri, dan lain sebagainya. Sebab itulah, aku bisa dibilang kebal dalam segala hal yang berhubungan dengan dua acara tersebut. Whoaaa..Bandingkan dengan temen kosku yang sampai mengatur jadwal reguler untuk bisa nonton dua acara itu. Buat aku buang-buang waktu banget.

Aku malah memiliki selera minoritas yang bahkan hanya aku yang punya. Yang pertama dan yang paling dominan adalah SSTI alias Suami-Suami Takut Isteri. Meski banyak kekurangannya, namun aku merasa benar-benar terhibur saat melototin mata di depan tivi pas acara ini. Buat aku semuanya meaningfull banget… Kontan dan bisa dipastikan, temen-temen kos banyak yang memprotesku denga halus dan tidak langsung mengapa aku harus doyan nonton SSTI.

Dari contoh kecil ini, aku berpikir kembali, melihat diriku sendiri dari kacamata paling moderat yang bisa aku pakai. Dan hasilnyaaaaaaa..Hmm..Sebenere aku hanya menunggu tiga hal untuk bisa menyukai sesuatu, seseorang, keadaan, alur, atau apapun itu namanya. Yang pertama adalah mood dan yang kedua adalah moment dan yang ketiga adalah alasan. Hahahaha. Teoretis banget iki dadine. Namun, kira-kira begitulah gambaran besarnya. Hehehehe. Saat heboh-hebohnya Cinta Fitri, aku tak sama sekali menyukai film tersebut, apalagi harus meluangkan jam khusus untuk tidak absen menonton acara sinetron ne. Namun aku juga lupa kapan, bersama siapa, dan bagaimana, dimulailah episode jatuh cintaku pada sinetron ini…Natural dan apa adanya. Hehehehe

Dari situ aku kemudian berpikir bahwa, alasan berupa apologi akan selalu ada bagi orang atau sesuatu yang disukai. Sebaliknya, alasan berupa anomali akan selalu tersedia untuk hal yang tidak disukai. Teori ini, awalnya mampir di otakku di kelas Orientalisme ketika Halim tengah presentasi. Dan meski sudah menyadarinya sejak lama, dan terendap cukup lama pula, baru sore ini, di tengah irama-irama tuts ini, aku menyusun bahasaku sendiri untuk teori itu. Memang begitu, ada banyak hal terendap yang akan muncul jika kita mau berpikir, sesederhana dan serumit apapun itu. 

Selain dalam tahap hal-hal yang ga serius, semisal hiburan di atas, karakter yang demikian juga kerap menjangkitiku dalam hal-hal yang cukup serius, semisal dunia akademik, dunia wawasan, dunia pengetahuan umum, dan lain sebagainya. Dalam level serius yang paling kecil, aku cukup kebal untuk tidak menonton film yang tengah booming jika aku belum punya dan belum punya mood, ataupun belum menemukan moment. Hehehe. Tak pelak, film yang belum ditontonpun bejubel memenuhi hardisk laptopku yang hampir penuh. Namun ketika sudah jatuh cinta pada sebuah film, aku bisa berulang kali menonton dan menontonnya lagi..Hehehehe

Dalam dunia akademik pun, selain dipengaruhi oleh dominasi malasku yang cukup besar, aku kadang bersikap apatis terhadap segala hal yang terjadi di sekitarku. Temen-temenku uda pada ngurus skripsi, bimbingan, seminar, ato paling minimal ngurus judul, aku masih belum memulai langkah terawal sekalipun. Oh noooo..Kadang moodyku emang berlebihan, hingga menyerempet ke hal-hal yang tidak seharusnya dan tidak selayaknya. Anyway however, aku tetep mensyukuri dan menikmati semua yang ada pada diriku.

Omong-omong soal ambisi yang meluap meruah untuk bisa menjadi diri sendiri yang tidak ada duplikatnya, minimal dalam radius 100 km—hehehehehe lebaaaay—aku kadang bersikap kurang enak, semisal nyamperin orang yang bersangkutan dan memintanya sedikit menjaga jarak kesamaan dengan diriku. Namun sebelum itu, aku sudah menyiapkan segenap hal, semisal dalam hal nama, karena cukup banyak orang yang memiliki nama akrab ITA, maka aku mensiasatinya dengan tulisan yang unik dan hanya aku yang punya, yakni EETA. Banyak orang yang agak terganggu dengan idealismeku yang kerasa ga penting ne. Namun lama-lama aku cukup berhasil mensosialisasikan empat huruf itu sebagai nama yang melekat dalam diriku..

Meski banyak penyimpangan, so far so good. Temen-temen deketku yang memiliki derajat ketelitian yang mengagumkan mulai terbiasa dengan empat huruf itu. Sebutlah misalnya Uqi dan Fitri. Lain lagi dengan Mumtaz yang suka menulis namaku dengan EATHA. Entah dia memahami maghza di balik simbol itu atau memang dia salah mencerna, aku sendiri merasa nyaman dengan panggilan itu. hehehe. Jadi kerasa banget nek itu aku, dan bukan yang lain.

Dalam panggilan ma orang lain pun, entah mengapa aku masih kerap menggunakan idealisme ini, semisal memodifikasi panggilan atau nama khusus (untuk orang-orang terdekat, semisal Faid, yayah, bunda—cicik dan mehonk—adoel untuk Hyaat, boznea untuk Lyla, Oon untuk Unyil, cck untuk R.I.P, dan lain sebagainya. Dari situ, aku bisa dipastikan akan kebakaran jenggot manakala ada orang lain yang meniru panggilanku, baik terhadp orang yang sama maupun pada orang yang berbeda. Tentunya, kadarnya bisa berbeda-beda, sesuai sikond juga. Hohoho. Sulit lah, kalo harus diteorikan… 

Di sisi lain, aku malah memiliki kesukaan yang berbanding terbalik dengan idealismeku yang gajelas itu. Hehehe. Aku suka mencari kesamaan alamiah antaraku dengan orang-orang tertentu. Semisal dengan orang yang dikabarkan memiliki wajah yang hampir sama denganku. Aku sampai kurang kerjaan meng-list orang-orang yang katanya agak sama denganku. Dan hasil akhirnya adalah, aku kikik-kikik ajah…Hehehe. Malu-malu mau dan malu-malu heran. Heheheh..Praktik lain dalam mencari kesamaan adalah dengan orang-orang sekomunitas yang memiliki kedekatab kultural dan emosional. Hehehe…Dalam hal ini, aku biasanya hanya melu2 alias gajadi praktisi, semisal bikin kaus kelas, bikin kaus kos, dan lain sebagainya yang bernuansa something memorable..

Well, smpai di sini dulu tulisan kali ini. Meski sulit dan rada males, semoga aku bisa semakin mengerti diriku sendiri, mengenali tiap detailnya, mengevaluasinya, meningkatkan apa yang perlu diteruskan, dan memangkas apa yang sekiranya harus dikurangi. Hehehehe…

Kamis, 30 Desember 2010

TUGAS TERAKHIIIIIIIIR

H-d-y dalam Al-Qur’an; Kajian Semantika
Oleh Ita, Mumtaz, Revi, Halim, Awan, Syahrul

A. Opening Opinion
Sebagaimana dalam struktur lafadz yang tidak hanya mencerminkan nilai balaghi yang tinggi, pilihan-pilihan kata dalam Al-Qur’an pun menunjukkan ketelitian penggunaan yang berbias terhadap makna yang muncul dari kata tersebut. Mengapa suatu ayat lebih memilih diksi ini bukannya sinonimnya merupakan pertanyaan awal yang biasanya dikantongi para peneliti untuk lebih jauh menelusuri arti spesifik dari sebuah lafadz. Arti spesifik tersebut, selain bisa dilihat dari penggunaan lafadz maupun derivasinya dalam berbagai tempat di Al-Qur’an, juga semakin bisa difahami dengan memerhatikan padanan makna maupun makna yang berlawanan dalam suatu ayat.

H-d-y atau huda dan hidayah merupakan salah satu term kunci Al-Qur’an yang derivasi katanya banyak tersebar dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Kata ini secara singkat bisa diartikan sebagai petunjuk yang memberikan jalan ataupun penjelasan terhadap penerima h-d-y yang bersangkutan. Namun begitu, penelusuran semantika Al-Qur’an menawarkan berbagai jalan untuk dapat mengungkap berbagai hal yang barangkali sebelumnya masih undercover dan belum menjadi atribut bagi lafadz h-d-y.

Makalah ini mencoba menyambut baik tawaran formulasi metodologi tersebut dengan mencoba melihat lafadz h-d-y dari kacamata metodologi semantika yang barangkali masih amat sangat sederhana. Harapan kami, semoga karya kecil ini bisa menjadi awal lahirnya karya lain yang lebih representatif dan lebih besar. Amien.

B. Eksplorasi
1. Ragam Derivasi lafadz
Lafadz h-d-y dalam Al-Qur’an disajikan dalam berbagai derivasi makna yang berbeda, yakni dalam bentuk fiil madhi, fill mudhari’, fiil amr, isim mashdar, isim fail, dan isim maf’ul.

2. Ragam Makna
Secara umum, h-d-y biasa diartikan dengan petunjuk. Seperti beberapa term kunci lain dalam Al-Qur’an, h-d-y memiliki banyak arti di luar petunjuk, meski makna yang dominan adalah makna petunjuk. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah mengatakan bahwa h-d-y, dalam arti yang paling dasar bisa diartikan dengan dua makna, yakni petunjuk dan hadiah.

Namun begitu dalam Al-Qur’an, kata h-d-y dan berbagai derivasi maknanya banyak digunakan dalam berbagai konteks sehingga arti h-d-y tidak hanya dibatasi dengan makna umum yang melekat padanya, seperti petunjuk dan hadiah (pemberian). Dalam hal ini, ulama-ulama terdahulu telah merumuskan beberapa hal mengenai ragam makna huda.

Muqatil bin Sulaiman misalnya, pengarang al-Wujūh wa an-Nadzāir fi al-Qur’ān al-‘Adzīm menyebutkan bahwa kata h-d-y memiliki tujuh belas ragam makna. Jumlah ini didasarkan pada penelitiannya langsung terhadap sampel Al-Qur’an, bukan bahasa Arab secara umum. Referensi lain, yakni kitab Lisanul Arab menmaparkan bahwa kandungan makna huda dalam pengertian linguistik Arab umum mencakup (anugerah) petunjuk yang sifatnya konkret maupun abstrak, mulai dari petunjuk konkret berupa tongkat bagi orang buta maupun petunjuk dari Tuhan.

Dari dua karya tersebut, setidaknya penulis memiliki pandangan awal bahwa makna h-d-y berkait erat dengan arti petunjuk, bimbingan, dan arahan. Namun demikian dalam penelitian yang dilakaukan bersama, penulis menemukan beberapa hal ‘baru’ yang tampak luput dari eksplorasi dan klasifikasi yang telah dirumuskan sebelumnya oleh para ulama’. Klasifikasi ragam makna yang dibuat sedikit banyak didasarkan pada objek atau wujud h-d-y, selain juga memerhatikan pemberi dan penerima h-d-y serta konteks-konteks lain.

Secara lebih rigid, ragam makna h-d-y adalah sebagai berikut;

1) Al-Bayān
Di antara ragam makna-makna lain, al-Bayān (keterangan, penjelasan) barangkali merupakan sinonim yang paling dekat dengan huda serta memiliki ayat-ayat pendukung yang jumlahnya lebih besar dibanding ragam makna yang lain. Jika dilihat dari pengertian paling global, senyatanya semua ragam makna yang dimiliki h-d-y bisa dihubungkan dengan makna keterangan. Hanya saja untuk lebih mensistemasi proses kerja klasifikasi, maka kami membatasi ruang lingkup al-Bayān dan membuat sub katagori dalam ragam makna yang pertama ini sebagai berikut;

I. Penjelasan dalam arti pemberitahuan atau peringatan
Sampel ayat yang digunakan untuk mendukung ragam makna ini adalah QS. Al A’raf 100. Ayat ini menceritakan kaum Nabi Syuaib yang telah mendapatkan seruan dan keterangan bahwa Tuhan mampu melakukan apapun—termasuk mengirim adzab besar-besaran—namun masih saja meragukan kemahakuaaan Tuhan. Ayat ini menyajikan h-d-y sebagai keterangan yang konkret diberikan Tuhan kepada hamba-Nya melalui lisan seorang Nabi, yakni Nabi Syuaib. Adapun ayat Al A’raf 100 tersebut adalah sebagai berikut;

                    
Artinya: Dan Apakah belum jelas bagi orang-orang yang mempusakai suatu negeri sesudah (lenyap) penduduknya, bahwa kalau Kami menghendaki tentu Kami azab mereka karena dosa-dosanya; dan Kami kunci mati hati mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar (pelajaran lagi)?
Selain ayat di atas, ayat lain yang menunjukkan adanya petunjuk dan keterangan yang diberikan Tuhan kepada mahluk-Nya namun petunjuk tersebut diingkari di antaranya adalah QS Tāhā:128. Dua ayat tersebut sama-sama menyiratkan bahwa Tuhan telah memberikan petunjuk berupa pengalaman bangsa terdahulu yang seharusnya menjadi pelajaran bagi umat yang mendapat peringatan agar tidak terjatuh ke dalam lubang yang sama.

Dua sampel ayat dalam ragam makna ini setidaknya mengisyaratkan bahwa petunjuk tak ubahnya potensi. Jika ia digali dan dioptimalkan, maka ia bisa benar-benar menjalankan fungsinya. Namun begitu jika dia diabaikan dan tidak digunakan dengan baik, maka petunjuk tidak akan berarti apa-apa. Asumsi ini juga diperkuat oleh beberapa ayat Al-Qur’an yang menceritakan petunjuk Allah yang berlimpah diberikan kepada hamba-Nya akan tetapi tidak mendapat respon positif dari si hamba.

II. Petunjuk dalam bentuk konkret
Petunjuk atau keterangan dalam bentuk konkret disajikan dalam h-d-y yang berobjek pada beberapa petunjuk fisikal, semisal petunjuk arah dan lain sebagainya. Ada beberapa ayat yang menjadi pendukung asumsi bahwa h-d-y kerap digunakan Al-Qur’an untuk memberikan petunjuk yang berupa hal-hal konkret, semisal jalan, arah angin, dan lain sebagainya. Adapun ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut;

  •   
Artinya: Dan (dia ciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). dan dengan bintang-bintang Itulah mereka mendapat petunjuk.(An Nahl 16)

             
Artinya: Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) goncang bersama mereka dan telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan yang luas, agar mereka mendapat petunjuk.(Al Anbiya’ 31)

           
Artinya: Yang menjadikan bumi untuk kamu sebagai tempat menetap dan Dia membuat jalan-jalan di atas bumi untuk kamu supaya kamu mendapat petunjuk (Az Zauhruf 10).

Adapun clue pendukung beberapa ayat ini untuk memunculkan makna petunjuk konkret bagi lafad h-d-y adalah karena nuansa fisik yang terdapat dalam semua sampel ayat. Pada sampel pertama misalnya, Allah menyebutkan bintang, lalu pada sampel kedua Allah menyebutkan bumi dan gunung, sedang pada ayat ketiga Allah menyebutkan jalan-jalan di bumi. Benda-benda fisik ini menunjukkan bahwa h-d-y yang termuat dalam beberapa sampel ayat ini adalah h-d-y yang bermakna petunjuk konkret atau petunjuk fisik.

III. Ilham dalam negosiasi
H-d-y juga digunakan untuk menggambarkan petunjuk pikiran yang tiba-tiba muncul di kepala manusia tanpa pernah ia konsep sebelumnya. Petunjuk dalam hal ini barangkali juga merupakan sebuah pertolongan yang tepat pada saat yang darurat. Al-Qur’an sendiri mengakomodir makna ini dalam ayat berikut;

                                             
Artinya: Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). ketika Ibrahim mengatakan: "Tuhanku ialah yang menghidupkan dan mematikan," orang itu berkata: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan".Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, Maka terbitkanlah Dia dari barat," lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (Al Baqarah: 258)

IV. Insting natural untuk bertahan hidup
Sebagai pencipta, Allah tidak kemudian membiarkan ciptaannya setelah menganugerahi nyawa kehidupan. Allah masih memberikan petunjuk-petunjuk alamiah lain agar makhluknya bisa bertahan hidup. Hal ini misalnya tergambar dalam dua ayat berikut;

    •     
Artinya: Musa berkata: "Tuhan Kami ialah (tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk (Thaha, 20)

   
Artinya: Dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk,
(Al-Aala, 3)

Dua ayat ini menunjukkan clue bahwa setelah menciptakan makhluk, Allah juga membekali mereka dengan petunjuk dasar untuk bertahan hidup. Dengan demikian, ragam makna ini memperluas cakupan penerima h-d-y, yakni tidak hanya manusia, akan tetapi seluruh makhluk.

2) Dīnul al-Islām
H-d-y dalam ragam makna yang kedua ini berarti agama Islam, yakni agama yang dianugerahkan Allah sebagai petunjuk kepada umat manusia. Adapun clue yang mendukung pemilihan ragam makna ‘agama Islam’ dalam beberapa ayat ini adalah karena kalimat dan atau ayat-ayat sesudah maupun sebelum ayat yang bersangkutan membicarakan agama. Sehingga besar kemungkinan, h-d-y yang dalam hal ini diatributkan dengan Allah, sebagai pemberi dan pemilik h-d-y adalah petunjuk berupa agama Islam. Ayat-ayat yang mendukung makna huda sebagai dīnul al-Islām adalah sebagai berikut:

• Al Baqarah 120
     •             •                
Artinya: Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.

• Ali Imran 73
       •                •           
Artinya: Dan janganlah kamu percaya melainkan kepada orang yang mengikuti agamamu. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk (yang harus diikuti) ialah petunjuk Allah, dan (janganlah kamu percaya) bahwa akan diberikan kepada seseorang seperti apa yang diberikan kepadamu, dan (jangan pula kamu percaya) bahwa mereka akan mengalahkan hujjahmu di sisi Tuhanmu". Katakanlah: "Sesungguhnya karunia itu di tangan Allah, Allah memberikan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Luas karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui";

Dua sampel ayat ini juga menunjukkan bahwa untuk ragam yang kedua ini, pemberi h-d-y adalah Tuhan, sedangkan penerima h-d-y adalah manusia. h-d-y Tuhan yang berupa agama merupakan anugerah yang dikhususkan kepada manusia.

3) Al-Īmān
Clue yang dipakai penulis dalam menentukan ragam makna h-d-y yang ketiga sebagai keimanan adalah termuatnya nuansa fluktuatif atau dinamis yang merupakan sifat iman yang cukup dominan. Iman seseorang bisa bertambah dan berkurang sesuai dengan usahanya sendiri maupun bergantung pada ‘kemurahan’ Tuhan untuk menjaga stabilitas keimnanan seseorang atau malah menggoyahkannya. Ayat yang menyajikan h-d-y dalam arti keimanan adalah sebagai berikut:

• Maryam 76
             • 
Artinya: Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. dan amal-amal saleh yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik kesudahannya.

Clue lain yang mendukung asumsi penulis untuk mengartikan huda dengan keimanan, dalam ayat ini khususnya adalah adanya nuansa sinergi antara iman dan amal shalih. Dalam beberapa ayat Al-Qur’an lain, kualitas iman seringkali disandingkan dengan amal salih. Iman ibarat potensi dan amal salih merupakan aplikasi.

4) Dā’a
Ragam makna yang keempat ini sebenarnya hampir sama dengan ragam makna yang pertama, hanya saja ragam makna ini lebih spesifik kepada suatu hal yang bersifat ajakan secara formal, semisal ajakan seorang pemimpin atau hal lain yang biasanya dianggap sebagia sesuatu yang memberi petunjuk. Sampel-sampel ayat yang mendukung ragam makna keempat ini adalah sebagai berikut;

• Ar-Ra’du 7
                 
Artinya: Orang-orang yang kafir berkata: "Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu tanda (kebesaran) dari Tuhannya?" Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi peringatan; dan bagi tiap-tiap kaum ada orang yang memberi petunjuk.

• Asy-Syura 52
                 •            
Artinya: Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah kami. sebelumnya kamu tidaklah mengetahui Apakah Al kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui Apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan Dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. dan Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.

Adapun clue sekaligus identifier dalam menentukan makna h-d-y pada dua ayat ini sebagai seruan atau ajakan adalah adanya dua hal, yakni pemimpin dan cahaya yang merupakan dua subjek yang bertugas memberi serta memberi arahan ke jalan yang benar.

5) Petunjuk Tuhan berupa rasul dan kitab
Petunjuk Tuhan yang ‘abstrak’, selain berupa agama, juga berupa bagian-bagian dalam sebuah agama, yakni Nabi (dan kenabian) serta ajaran yang termuat dalam kitab-kitab. Sampel ayat yang secara menyeluruh mencakup rasul dan kitab sebagai wujud dari h-d-y Allah adalah sebagai berikut;
     • •            
Artinya: Kami berfirman: "Turunlah kamu semuanya dari surga itu! kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, Maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati".(Al Baqarah 38)

         • •          
Artinya: Allah berfirman: "Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu Barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. (Thaha, 123.)

Meski dua ayat ini adalah ayat yang ditujukan kepada Adam dan Hawa sebagai manusia pertama yang mendiami bumi, akan tetapi adanya clue tidak akan sesat pada sampel ayat kedua mengingatkan pada sebuah hadist yang mengatakan bahwa umat Islam tidak akan goyah dan tersesat jika berpegangan kepada dua hal, yakni Al-Qur’an dan sunnah rasul. Hadist ini seakan menjadi mediator penjelas bahwa h-d-y yang dimaksudkan dalam dua ayat ini adalah kitab Allah yang diturunkan bersama rasul. Dengan demikian, petunjuk Allah berupa berupa bimbingan agama dan kehidupan disampaikan melalui rasul dan kitab yang diturunkan pada hamba-Nya. Apalagi, sebagai nenek moyang spesies manusia, peringatan ini pantas ditujukan kepada Adam dan Hawa sebab Allah selalu menurunkan rasul dan kitab-Nya, meski tidak pada setiap periode.

Selain bisa dimaknai kitab dan rasul secara umum, h-d-y bisa dimaknai dengan rasul atau kitab yang khusus. Pemaknaan ini tentunya harus terlebih dahulu didukung oleh clue yang memadai, misalnya analisis sintagmatik dengan memperhatikan kalimat dan atau ayat sebelum dan sesudahnya. Adapun makna-makna khusus tersebut adalah sebagai berikut;

I. Al-Qur’an
Salah satu nama Al-Qur’an adalah h-d-y, sebab Al-Qur’an banyak memberikan keterangan, bimbingan, serta petunjuk bagi mereka yang mau membaca dan menelaahnya. Dalam beberapa ayat Al-Qur’an, kitab Al-Qur’an seringkali diganti dengan lafad h-d-y. Hal ini, dalam hemat penulis, selain menandakan bahwa h-d-y merupakan nama Al-Qur’an juga menunjukkan bahwa Al-Qur’an berisi petunjuk dari Allah kepada hamba-Nya. Adapun ayat yang secara khusus mensejajarkan Al-Qur’an dengan petunjuk dan membahasakan Al-Qur’an dengan h-d-y adalah sebagai berikut:

  ••           • •     
Artinya: Dan tidak ada sesuatupun yang menghalangi manusia dari beriman, ketika petunjuk telah datang kepada mereka, dan dari memohon ampun kepada Tuhannya, kecuali (keinginan menanti) datangnya hukum (Allah yang telah berlalu pada) umat-umat yang dahulu atau datangnya azab atas mereka dengan nyata. (Al Kahfi 55)

Untuk menyimpulkan bahwa h-d-y yang disebut dalam ayat ini bereferen pada Al-Qur’an, maka penulis harus melakukan analisis sintagmatik dengan memerhatikan kalimat dan ayat sebelum dan sesudah ayat ini. Ayat yang sebelumnya, yakni Al Kahfi ayat 54 menyebutkan Al-Qur’an yang banyak berisi perumpamaan-perumpamaan agar manusia bisa memahami apa yang ingin disampaikan Tuhan. Dengan demikian, sudah jelas huda dalam ayat ini bereferen pada Al-Qur’an, dengan clue-clue berikut; Pertama, Al-Qur’an disebutkan secara eksplisit dalam ayat sebelumnya dan yang kedua, penyebutan Al-Qur’an dalam ayat ke-44 tersebut berada dalam konteks agar manusia bisa menangkap petunjuk yang disampaikan Al-Qur’an melalui perumpamaan-perumpamaan.

II. Taurat
Selain bereferen pada Al-Qur’an, h-d-y yang ditujukan untuk kitab-kitab dari Tuhan juga direferenkan kepada Taurat. Kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Taurat juga disebut h-d-y dalam Al-Qur’an. Dan clue untuk mengartikan huda dalam sebuah ayat sebagai kitab Taurat sebenarnya mudah saja. Jika sebuah ayat memuat Nabi Musa dan atau Bani Israil, maka pastilah h-d-y yang tersebut dalam ayat tersebut adalah Taurat. Sampel ayat yang menunjukkan bahwa huda juga bereferen kepada taurat adalah sebagai berikut:
            
Artinya: Dan Kami berikan kepada Musa kitab (Taurat) dan Kami jadikan kitab Taurat itu petunjuk bagi Bani Israil (dengan firman): "Janganlah kamu mengambil penolong selain Aku (Al-Isra’ 2)

        
Artinya: Dan Sesungguhnya telah Kami berikan petunjuk kepada Musa; dan Kami wariskan Taurat kepada Bani Israil (Ghafir, 53)

III. Kenabian

        •                 
Artinya: Dan Kami telah menganugerahkan Ishak dan Yaqub kepadanya. kepada keduanya masing-masing telah Kami beri petunjuk; dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah Kami beri petunjuk, dan kepada sebahagian dari keturunannya (Nuh) Yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (Al-An’am 84)

Alasan mengapa penulis mereferenkan h-d-y dalam ayat ini dengan kenabian adalah karena mereka yang disebut dalam ayat ini adalah para Nabi yang mendapat petunjuk langka yang diberikan Allah hanya kepada sebagian mahluknya, yakni anugerah kenabian. Anugerah ini merupakan anugerah yang tidak diberikan kepada sembarang orang dan karenanya orang-orang yang menjadi Nabi hanyalah mereka yang benar-benar terpilih dan memenuhi kualifikasi kesalihan di mata Tuhan. Ayat ini juga menyiratkan bahwa h-d-y, selain merupakan otoritas tunggal Tuhan, juga adalah hal yang bisa diupayakan. Ayat ini secara jelas menunjukkan bahwa Allah hanya memberikan anugerah kenabian kepada mereka yang benar-benar menjaga perbuatannya.

6) Petunjuk berupa Implikasi Iman
Tidak jauh berbeda dengan ragam makna sebelumnya, yakni h-d-y berupa kenabian, ragam makna yang keenam ini menunjukkan posisi huda sebagai capaian prestasi dari proses yang sebelumnya berhasil dilewati. Jika dalam contoh pada ragam makna keempat, huda diberikan sebagai reward atas pekerjaan yang baik, maka sampel ayat dalam ragam makna keenam ini menujukkan proses yang lain, yakni iman. Berikut adalah sampel ayat yang dimaksud;

      •      
Artinya: Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk. (Al Kahfi 13)

Selain bertalian dengan ragam makna sebelumnya, sampel dalam ragam makna kelima ini juga berkiatan dengan ragam makna kedua yang mereferenkan h-d-y kepada iman. Ayat ini sekilas tampak lebih cocok dikatagorikan sebagai sampel ayat ragam makna kedua, akan tetapi karena sudah ada penyebutan iman secara eksplisit dalam ayat ini, maka penulis berasumsi adanya makna lain. Ayat ini menggambarkan bahwa iman yang dimenje dengan baik akan menambah porsi petunjuk yang diberikan Allah. Dengan demikian, seperti pada ragam makna sebelumnya, h-d-y adalah sesuatu yang murni berupa properti preogratif Tuhan, akan tetapi manusia bisa mensiasatinya sedemikian rupa untuk bisa menata, menjaga, menambah, atau bahkan menguranginya. Ayat yang serupa dengan sampel ayat pada ragam makna keenam adalah QS 64:11

7) Petunjuk (Keadaan yang Lebih Baik)
Bentuk lain petunjuk adalah berupa hidayah setelah seseorang melakukan kesalahan atau yang lazim disebut dengan taubat. Adapun sampel ayat dalam ragam makna ketujuh ini adalah QS Al A’raf 156 berikut;

                     •       •     
Dan tetapkanlah untuk Kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat; Sesungguhnya Kami kembali (bertaubat) kepada Engkau. Allah berfirman: "Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat kami".

Ayat ini menceritakan kaum Nabi Musa yang hendak bertaubat dan kembali pada (petunjuk) Allah setelah melakukan kesalahan. Clue yang kami gunakan dalam ragam makna ketujuh ini adalah berasal dari analisis sintagmatik dengan memerhatikan konteks ayat dan ayat serta kalimat sebelum dan sesudah ayat yang bersangkutan.

8) Agama keturunan
      •     
Artinya: Bahkan mereka berkata: "Sesungguhnya Kami mendapati bapak-bapak Kami menganut suatu agama, dan Sesungguhnya Kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka" (Az-Zukhruf 22).

Selain disajikan dalam bentuk fiil dan isim mashdar, penyajian lafadz h-d-y juga banyak yang disajikan dalam bentuk isim musytaq, yakni isim fa’il dan isim maf’ul. Dalam sampel ayat ini, h-d-y disajikan dalam bentuk isim maful, yang berarti mereka yang mendapatkan petunjuk. Lafadz muhtad tersebut juga banyak terdapat dalam beberapa ayat Al-Qur’an, meski jenis huda yang diterima masing-masing muhtad tersebut berbeda. Dalam sampel ayat ini, muhtad mendapat petunjuk berupa agama turunan yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. Jenis huda yang diterima muhtad dalam ayat ini dapat dengan mudah diidentifikasi dengan melihat ayat tersebut.

9) Hadiah/Pemberian
Sampel ayat yang kami ambil barangkali merupakan satu di antara—jika bukan satu-satunya—ayat yang mencantumkan lafadz h-d-y dengan berferen pada hadiah atau pemberian sebagaimana yang oleh Quraish Shihab disebutkan sebagai makna dasar h-d-y. Sampel ayat tersebut adalah sebagai berikut:

        
Artinya: Dan Sesungguhnya aku akan mengirim utusan kepada mereka dengan (membawa) hadiah, dan (aku akan) menunggu apa yang akan dibawa kembali oleh utusan-utusan itu" (An-Naml 35).

Tanpa harus memerhatikan clue dari hasil kerja sintagmatik, ayat ini telah menjelaskan dengan cukup gamblang bahwa h-d-y dalam kalimat ini berupa pemberian barang antarmanusia, yang dalam hal ini adalah pemberian Nabi Sulaiman kepada Ratu Balqis.


3. Analisis Paradigmatik
Analisis paradigmatik adalah usaha menelusuri arti sebuah makna dengan melacak sinonim maupun antonim kata h-d-y. Sinonim lafadz h-d-y bisa diambil dari ragam-ragam makna yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya, tentunya dengan mengambil ragam makna yang memiliki hubungan dominan dan memili arti yang serupa namun tak sama. Beberapa sinonim dari lafadz h-d-y di antaranya adalah al-Bayān, dā’a, dan al-Rasyād

Jika dilihat berdasarkan klasifikasi ragam makna pada bagian sebelumnya, dapat disimpulksn bahwa ketiga sinonim h-d-y tersebut merupakan bagian makna atau makna khusus dari makna h-d-y yang lebih umum. Namun begitu, ketiganya memiliki penekanan penggunaan yang berbeda-beda. Al-Bayān biasanya digunakan dalam konteks petunjuk yang berupa keterangan berupa kejadian atau suatu (anugerah) petunjuk yang sifatnya umum dan bisa diambil dan diterima siapapun, semisal petunjuk dalam kitab suci dan petunjuk dari pengalaman masa lalu yang bisa dilihat oleh siapapun dan kemudian dijadikan pelajaran. Makna ini tentu berbeda dengan penggunaan r-sy-d yang wujud petunjuknya serta penerimanya sendiri lebih terkhusus pada sekelompok orang tertentu yang merupakan ‘unggulan’ di tengah komuintasnya. Perhatikan misalnya QS 4:6, 18:24, 11:78, dan 18:10.

Adapun lafadz dā’a, selain penggunaan makna yang disebutkan dalam ragam makna dā’a masih memiliki ragam makna yang cukup luas, yakni tidak hanya bermakna ajakan, namun juga bermakna ibadah, seruan, permintaan tolong, pertanyaan, ataupun permohonan. Dengan demikian, makna petunjuk hanya merupakan salah satu dari ragam makna lafadz dā’a. Lafadz dā’a sendiri masih memiliki ragam makna yang demikian banyak dan bermcam-macam.

Terlepas dari hal tersebut, titik temu yang mempertalikan empat kata ini adalah bahwa keempat-empatnya menunjukkan arti memberikan bimbingan, arahan, petunjuk, keterangan, dan penjelasan dengan menekankan pada subjek dan objek penerima maupun pada objek yang menjadi wujud keterangan.

Adapun antonim lafad h-d-y adalah kata al-dhalal. Rumusan ini kami tarik dengan memerhatikan ayat QS Al Kahfi 17. Ayat ini, selain menunjukkan antonim lafadz h-d-y juga sekaligus menunjukkan sinonim lafadz tersebut, yakni r-sy-d. Selain berdasarkan ayat ini, penulis juga dapat melihat pemetaan yang besar bahwa walaupun tidak semua h-d-y digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang negatif, akan tetapi semua dhalal menunjukkan arti negatif. Sebab itulah, dengan juga dikuatkan oleh referensi-referensi lain, penulis menganggap lafadz dhalal sebagai lawan kata dari lafadz h-d-y. Dengan demikian, meskipun ada h-d-y yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang jelek, akan tetapi secara umum, h-d-y ditujukan kepada wujud h-d-y yang positif. Inilah satu-satunya clue yang menguatkan asumsi bahwa lawan kata h-d-y adalah al-dhalal

4. Something New 
1. Petunjuk tidak hanya bersumber dari Allah, namun juga bisa bersumber dari manusia. Hanya saja, Allah memiliki otoritas penuh terhadap ‘keampuhan’ petunjuk yang diberkannya, tidak seperti manusia yang hanya bisa berhenti pada level proses tanpa bisa menjamin bagaimana hasilnya. Hal ini tercantum dalam Al-Qur’an QS 28:56
2. H-d-y dalam Al-Qur’an tidak hanya digunakan untuk mengarahkan sesuatu yang baik secara normatif. Ada juga h-d-y yang digunakan untuk menunjukkan objek yang tidak baik, seperti dalam ayat QS 22:4
3. H-d-y, selain merupakan sebah ‘hasil proses’ karena merupakan anugerah dari Tuhan, juga bisa diupayakan. Hal ini tampak dari posisi h-d-y yang ditempatkan sebagai akibat atau implikasi dari keimanan, seperti dalam QS Al Kahfi 13. Dengan demikian, gelar muhtad, muhtadun atau muhtadin yang banyak bertebaran dalam Al-Qur’an bisa jadi merupakan pertemuan antara usaha manusia untuk menggapainya yang sekaligus didahului atau berbarengan dengan kehendak Allah untuk memberikan h-d-y.

C. Konklusi
Dari beberapa ragam makna di atas, tentunya masih ada banyak hal yang belum terkover dalam makalah singkat ini. Selain keterbatasan referensi, penulis juga merasa cukup ‘kewalahan’ mendapati amat sangat banyaknya ayat Al-Qur’an yang mencantumkan lafadz h-d-y dan bermacam derivasinya. Formulasi dan klasifikasi rigid yang sudah ditetapkan ulama’, semisal Muqatil bun Sulaiman pun tidak kami ‘comot’ secara keseluruhan sebab masih ada beberapa hal yang belum kami ketahui clue-nya namun ditentukan sebagai ragam makna h-d-y yang terdapat dalam Al-Qur’an.

Setelah melakukan penelitian ini, setidaknya ada dua hal yang bisa dianggap sebagai konklusi, pertama adalah posisi h-d-y dalam dunia akademik dan kedua adalah posisi praksis h-d-y dalam kehidupan real kita sehari-hari. Dalam point yang pertama, kami dapat menarik benang merah bahwa subjek pemberi h-d-y bisa merupakan Tuhan kepada manusia, sesama manusia, at au benda-benda alam yang merupakan kepanjangan tangan Tuhan untuk memberi petunjuk kepada manusia. Dengan demikian selain dari maknanya yang normatif—yang merupakan makna dominan, h-d-y juga menggambarkan sisi interaksi antarmanusia dan antar manusia dengan alam.

Adapun objek h-d-y sendiri, secara garis besar bisa diklasifikasikan menjadi dua bagian, yakni objek abstrak dan objek konkret. Ada kalanya, sebuah h-d-y muncul dalam bentuknya yang abstrak sekaligus konkret, semisal ajaran dan rambu-rambu Allah yang dijelaskan kepada hamba-Nya melalui Nabi dan rasul. Adapun h-d-y yang murni abstrak misalnya adalah insting untuk bertahan hidup dan inspirasi yang muncul seketika saat tengah berdebat. Adapun wujud h-d-y yang murni konkret misalnya adalah petunjuk arah melalui bintang.

Adapun posisi praksisi h-d-y dalam kehidupan sehari-hari adalah bahwa h-d-y senyatanya merupakan ‘bahan mentah’ ataupun potensi yang walaupun terkadang diberikan gratis oleh Tuhan, namun masih menuntut tindakan dan peran manusia untuk bisa benar-benar merasakan h-d-y tersebut. Dari sini, upaya manusia untuk bisa memaksimalkan h-d-y tidak hanya berhenti dengan upaya untuk sebanyak mungkin mencarinya, namun juga untuk meningkatkan sensitivitas terhadap ‘keberadaan’ h-d-y maupun menjaga agar h-d-y yang telah kita punya dapat terjaga dan ‘berkembang biak’dengan baik. Allah Knows Best.