RSS

Jumat, 26 Februari 2010

Daripada kebuang sia2

Aku hanya ingin nulis pagi ini…

Aku tidak akan bertutur tentang apa yang baru saja aku alami, bagaimana kacaunya pikiranku, bagaimana diktat-diktat dan file-file itu harus aku kutinggalkan, atau bagaimana luar biasa besar sesalku. Bukan, bukan itu. Aku masih tak sanggup mengkisahkannya pada apa dan siapapun. Aku hanya ingin memendamnya dalam hati…Menyimpannya rapi sampai suatu saat aku akan membuka dan kembali membaca catatan itu. Pagi ini aku hanya ingin menulis…Hanya menulis…Apa saja yang ada di pikirku..Apapun yang bisa membuatku tenang..Konon, perasaan apapun bisa diekspresikan dengan tulisan…

Dalam hidup, terkadang ada momen-momen kurang menyenangkan yang ingin aku lompati. Setelah tau betapa buruknya kejadian yang terjadi pada suatu hari, aku sering berpikir bahwa sebenarnya hari itu tak harus ada dalam kalender peradaban manusia. Aku ingin melompatinya, sehingga kejadian apapun yang kurang menyenangkan tak harus terjadi dan tercatat di atas lembar sejarah. Tapi sayang, lompatan yang memang mustahil itu semakin di-mustahilkan oleh keberadaannya di masa lampau. Sehingga ia tidak akan bisa diubah apalagi dihindari…Dan hanya bisa ditaruh dalam laci ingatan dan berangkas masa lalu.

Sebab waktu berjalan dengan sendirinya dan ia tak mau sejenakpun berhenti. Ia tak mau sekejappun berjalan dengan melewatkan gerbong yang harus ia singgahi. Hidupnya konsisten dan stabil. Ia tak menginginkan apapun, selain bisa berjalan melewati gerbong-gerbong yang telah disediakan. Barangkali juga ia tidak mau sedikitpun lelah apalagi berpikir untuk istirah. Waktu tak bisa menjanjikan apapun selain agar manusia mau berpikir banyak hal, tentang apa yang akan dan telah dilakukan. Dan dalam konteks aku saat ini, waktu juga tidak punya cukup kekuatan untuk mengembalikan momen-momen yang sudah lewat dalam satu episode hidupku..Betapapun inginnya aku…Ya, waktu memang tidak menjanjikan banyak hal…

Aku kemudian berpikir bahwa banyak hal di dunia yang tidak bisa diselesaikan dengan teori postivistik. Banyak hal lain setelah kubu hitam dan kubu putih, banyak tokoh-tokoh lain selain protagonis dan antagonis, dan bahwa masih ada arah lain selain utara, selatan, barat, dan timur. Ada banyak sisi yang tak bisa tertangkap oleh mata telanjang yang tidak filosofis. Sebab setiap tatanan yang sudah mapanpun, pasti mengandung unsur-unsur pegecualian meski tidak bisa menggugurkan sebuah teori besar, akan tetapi cukup mampu mengetengahkan bahwa ada banyak kemungkinan baru yang justeru muncul saat sebuah teori besar dicetuskan. Seperti juga beberapa perasaan dan pikiran yang menderaku beberapa waktu terakhir ini…Aku sering berpikir bahwa ada sangat banyak hal yang tidak akan tuntas jika hanya diselesaikan dengan teori yang mengawali lahirnya anomali-anomali sebagai embrio era atomistik pada babak sejarah selanjutnya itu.

Dan alur kehidupan manusia juga begitu. Tak ada alur cerita yang benar-benar sama. Dengan suspense yang sama, dengan konflik yang serupa, dan dengan penokohan yang sama sekali tidak berbeda. Tidak ada dan tidak akan pernah ada. Sebab itulah, aku merasa cerita-cerita dan pengalaman orang lain yang sempat mampir di kepalaku hanyala sekadar referensi untuk diambil hikmahnya.

Dan nila setitik memang bukan hanya mampu merusak susu sebelanga, namun juga air seluas samudera. Aku tidak akan mengatakan bahwa ada sesal yang masih membeku di sudut tercuram hatiku. Tidak, bukan itu yang ingin aku katakan. Aku hanya ingin berkata bahwa bagi maha luas selebar samudera pun, setitik nila dapat sangat kuat untuk mengakhiri sejarah samudera itu dan menyisakan nama. Dan nila itu jualah yang sudah menciptakan jarak dalam babak-babak episode hidupku. Dalam waktu yang tidak lama, aku harus menghadapi dua runtutan keadaan yang luar biasa berbeda dan bertolak belakang…

Aku memang menyesal, sangat…Namun aku juga tau bahwa semuanya tidak akan terselesaikan dengan hikayat sesal…

Setalah tulisan ini selesai, aku ingin berangkat tidur…Biarlah, barangkali diktat dan file itu belum saatnya aku sentuh. Meski deadline sudah kulangkahi dan kepercayaan sudah aku pertaruhkan. Tapi bukannya aku juga punya kemerdekaan untuk diam dan tidak melakukan apapun? Untuk mengajak semua penjuru hatiku berteriak, dan semua pikiranku memekik?

Dan ending dari tulisan ini, aku hanya ingin menegaskan pada diriku sendiri, bahwa aku ingin…momen-momen itu kembali. Aku ingin sang protagonis itu datang lagi..Meskipun toh aku tau bahwa dia telah pergi dengan sepenuhnya (yang pernah kubahasakan dengan pergi abadi; tak kembali dan tak kan terganti) dan sama sekali tidak akan kembali, tapi aku juga tau bahwa harapan yang akan aku simpan itu cukup kuat untuk menopang rapuhku..Minimal untuk tidak terjatuh dan terinjak-injak oleh laju waktu. Dan sebab ada banyak hal yang akan dengan enjoy aku lakukan, jika harapan itu benar-benar aku genggam,..

Harapan..Yang tidak akan menjatuhkan dan menyudutkan posisiku yang sudah terpojokkan,

Even, once more I FULLY REALIZE, bahwa HARAPAN ITU TIDAK AKAN DIJAWAB OLEH TUHAN!! Tapi, siapa yang bisa menghalangi lahirnya sebuah harapan, seperti halnya juga perasaan? Bukankah Tuhan bahkan menjanjikan bahwa tanpa harapan,

Pagi mengilu, 07 Januari 2010
Untuk FLMN, semoga kau tetap membaca…

0 comMentz: