RSS

Senin, 26 Juli 2010

Kisah Kasih Nyata dalam Kuliah Kerja Nyata

Beh, judulnya sangat provokatif. Istilah dan pemplesetan kepanjangan ini sudah memasyarakat di kalangan civitas akademika manapun. Salah satu pemateri dalam pembekalan pun secara sengaja dan tanpa sungkan menuturkan plesetan ini. wajar ajah sich, dalam artian mungkin saja hal itu terjadi. Aku banyak mendengat selentingan cerita yang demikian, baik saat aku masih di pondok ataupun setelah aku merasakan bangku kuliah seperti saat ini.

Kaidah dan landasan berpikirnyapun sebenarnya sederhana saja, yakni intensitas kebersamaan, selain rentan menimbulkan kres dan benturan kepentingan juga memunculkan semacam…mmm..apa ya..bahasa yang paling representatif, mungkin simpati dengan tensi yang tinggi dan selanjutnya akan melahirkan perasaan suka. Naaaaaaaahhh..sampailah pada point yang uda aku ulur-ulur sejak tadi. Awalnya aku menganggap bahwa pemlesetan istilah itu hanya berhenti dalam ranah wacana, dalam arti tidak akan banyak terjadi dalam kehidupan real. Pikiran ini mungkin dipengaruhi oleh anggapan pribadiku sendiri. Hehehe..Aku pikir, too old to talk about love and dating right now. Ngomongin cinta dan pencarian temen dating hare gene tu sungguh amat telat dan ngasep sekali. Ya khususnya bagi aku yang uda semester tua.

Anggapan tersebut bisa jadi muncul dan banyak dipengaruhi oleh pengalaman pribadi aku. Yang jelas anggapan demikian tumbuh subur di otakku dan aku pun percaya, sedikit banyak, temen-temen yang sudah seusiaku mungkin juga menyadari bahwa saat ini bukanlah waktunya untuk membicarakan hal demikian. Egois mungkin, mentang-mentang aku sendiri merasa sudah cukup merasakan sensasi-sensasi itu ketika masa SMA. Tapi memang itu yang kurasakan. Parahnya, anggapan yang bercokol di kepalaku itu ternyata cukup menjadi hijab yang membuat aku SANGAT TIDAK PEKA dengan sindroma-sindroma KKN (dalam arti yangd diplesetkan) yang tengah melanda temen-temenku di posko.

What??? Tunggu dulu…Ini bukan gosip dan tulisan ini tidak aku niatkan untuk menyebutkan siapa saja temenku yang terkena sindroma ini, bagaimana gejalanya, atau bagaimana perspktifku. Tidak..Tidak…Blog ini bukanlah forum gosip, dan meski aku doyan nonton infotainment, aku berupaya agar blogku tidak akan terkontaminasi oleh kebiasaan—yang tidak sepenuhnya buruk—itu. Aku hanya ingin menulis, menulis yang membebaskan dan membiarkanku menjadi diri sendiri. Aku males kalo harus bertarung dengan diksi dan seperangkat hal lain-lain hanya untuk menghasilkan sebuah tulisan. Apalagi untuk mencari decak—tanpa kagum—dari orang lain. Bagiku masa-masa itu sudah terlewat dan hari ini aku hanya ingin menulis dengan dan dalam diriku sendiri, dengan semua style dan feature yang aku punya.

Ok, back to the laptop. Kisah Kasih Nyata atau bisa dibahasakan dengan cinlok bagi aku sebenernya sangatlah wajar adanya. Meski terang-terngan berpikir bahwa masaku saat ini bukanlah masa-masa yang demikian, aku keikut trend juga. Misalnya, saat pertama kali berkumpul dengan temen sekelompok, aku langsung mengedarkan pandangan pada temen-temen sekelompokku—terutama para cowo—untuk men-checklist apa ada temen kelompokku yang lumayan sedap dipandang. Tak ada keperluan sebenernya, cuma aku merasa hal itu selalu dan pasti dilakukan sebagian besar orang saat bertemu pertama kali dengan orang yang barangkali sebelumnya tak pernah dikenal. Apalgi dalam event ini, temen KKN adalah tim yang akan mengisi hari-hari selanjutnya dalam durasi sekitar 50 hari. Lama banget khaaaaaaaaaaaaaannn?

Buat aku sendiri, melakukan hal yang demikian bisa menolong aku untuk memiliki DO (Daftar Obrolan) dengan temen-temen sekos sesama semester enam yang juga menghadapi babak kehidupan yang sama. Tanpa harus menyebutkan bagaimana penilaian pertamaku terhadap temen-temen kelompok KKNku, malam itu setelah pertama kali kumpul, aku bener-bener melakukan ritual itu dengan temen-temen kosku. Tuker-tuker cerita laah…dengan bahasa “di kelompokku tu ada anak fakultas-----------, dia tadi---------------tapi dia juga----------------pakaiannya--------------tapi tulisannya----------------kalo wajahnya-------------menurutku dia tu---------------. Kemarin aku nanya ma temen sefakultas-jurusannya------------------katanya dia tu------------------------”

Begitulah kira-kira draft obrolan yang biasa aku lakoni bersama-sama temen kosku, khususnya sesama semester enam. Buang-buang waktu memang, tapi hal tersebut sudah menjadi semacam ritual yang kalo dalam hidangan tu menjadi desert alias penggembira…Ntar kami akan ketawa cekikikan masing-masing sambil menutup pembicaraan dengan percakapan yang demikian”Ntar kalo lagi sama-sama kumpul dan kamu ingintau ma yang namanya--------tak sms dech”..(Aku hakkul yakin jika tulisan ini dibacan Ting2 dan Unyil, mereka akan tertawa malu-malu. Lalu akhirnya terbahak. Hahahaahahahahahahhahaha)

Eh, jadi digresi. Jadi gini, buat aku pribadi, pertemuan pertama dengan anggota sekelompok hanyalah berhenti dalam hal yang demikian saja. Ada ketakutan dan harapan ketika melewati kesan pertama wajar adanya. Takut—atau lebih tepatnya males—melihat temen yang gerak-geriknya tampak tak sinkron dengan diriku dan juga berharap banyak pada orang-orang yang TErLIHAT bisa diandalkan. Dan seteleh dua pekan menjalani masa karantina ini, aku kemudian memercayai kata pepatah bahwa FIRST LOOK IS REALLY DECEIVING. Dalam sebagian kasus memang demikian, meski dalam kasus lain, kesan pertama memang tetap bertahan.

Well, ternyata, setelah semalam aku mendapatkan berita investigasi dari sumber yang terpercaya, bahwa pertemua pertama di kantin dakwah itu menyisakan beberapa bekas spesial bagi sebagian temen-temenku. Hahahaha. Aku sendiri sama sekali dak nyangka dan amat banget mengherankan, bagaimana bisa aku tidak sensitif terhadap persoalan sesintitif bernama perasaab dan ketertarikan????? Hohohhoho…Yang jelas, aku tidak terlambat mengalami masa pubertas, jadi seharusnya aku tidak terlalu lugu dengan hal itu…Tapi mengapa aku terlelu menutup mata pada fenomena yang sebenernya sudah sangat jelas di hadapanku? Tidak, aku TIDAKLAH LUGU SAMA SEKALI…Hanya mungkin, aku terlalu dipengaruhi oleh pola pikir dan pengalaman pribadi yang memaksanku menganggap bahwa…TOO OLD TO TALK ABOUT LOVE AND DATING NOWADAYS.

Setelah mendengar beberapa selentingan, aku malah maunya ketawa terus dan cekikikan tiada henti, menertawai kebodohanku sendiri. Dan kejadian ini semakin mendukung teori yang pernah aku tulis di diariku beberapa waktu yang lalu. (Lihat gambar)…sambil nulis inipun, aku masih senyum2 sendiri. Yaaaaaa…bagaimana tidak, selama ini aku berpikir bahwa perhatian, sikap “liyan”, dan segala hal yang menjurus ke situ adalah hal yang sifatnya BASA-BASI dan tidak sama sekali menunjukkan keseriusan. Aku malah lebih sensitif terhadap hal-hal yang berbau konflik. Hehehehe. Eh ternyata, setelah aku me-flashback beberapa kejadian, aku malah membenarkan bahwa semua gejala-gejala itu sebenernya merupakann suatu hal yang akan ditindaklanjuti…

Gatau dan belum bisa memastikan, bagaimana Kisah Kasih Nyata ini akan menemukan serie episodenya. Menjadi roman yang dikenang sepanjang masa, atau justeru menjadi elegi yang ditangisi. Lebay dech, bahasaku. Ya intine aku belum bisa memberikan prediksi satupun. Karena semua kemungkinan bisa diperhitungkan dan semua keadaan juga tidak bisa di-skip begitu aja. Dalam keadaan ini, aku cukup menjadi audien yang akan menulis semua uneg-unegku di forum jejaring sosial. Hehehehe. Mau ketawa lagi deccch…dan tentang seri episode, satu hal yang sama sekali tidak bisa aku pastikan adalah bahwa apakah kisah ini akan menjadi awal ataukah justeru akan berakhir setelah berakhirnya masa KKN. Atau, ada kemungkinan lain? Ya makanya itu kubilang, aku belum bisa memastikian. Tapi not bad lah, minimal cerita-cerita yang muncul selama masa ini bisa menjadi bahan tulisanku yang tidak akan bergenre gosip.

Cinta memang ajaib, tapi jauh lebih ajaib waktu. Tanya kenapa. (Bingung mau nulis epilog mode: on)

0 comMentz: