RSS

Rabu, 06 Oktober 2010

Semester 7 u (juh) a (What it looks like???)

Hmmmmmmm…Selama ne aku masih belum terlalu akrab dengan angka 7. Dalam dunia akademik, aku hanya pernah akrab dengan dunia angka dan mentog di angka 6. Kelas 6, ketika SD, MI, atau ketika di madrasah diniyah pondok. Kalopun seharusnya aku sudah akrab dengan kata-kata “kelas 7” saat duduk di kelas I Tsanawaiyah duluuuuuuuuuuu…Hal demikian tidaklah terjadi. Kelas satu Tsnawiyah ya, tetep ajah kelas I. Lingkunganku dulu—barangkali—terlambat mengenalkan aku dengan frase “kelas 7”. Namun kali ini, aku tak lagi ngomong tentang kelas, tapi semester. Bedane kelas ma semester apa ya? Yang pertama, kelas bisa tidak naik dan tinggal kelas karena sang siswa males belajar dan dak disiplin ato apalah sebabnya, sedangkan istilah tinggal semester tidak pernah ada dalam kamus akademik mahasiswa. Hehehehehe. Ini nech, yang bikin enak meski di satu sisi juga ga ngenakin.

Bedanya yang kedua, semester menggambarkan interval masa kuliah 6 bulan, sedangkan sebuah tingkatan kelas memiliki interval waktu 12 bulan, 1 tahun, atau dua kali semester. Selain perbedaan yang gamblang tersebut, yang jelas kelas diperuntukkan bagi siswa dari PAUD-SMA, sedangkan semester biasa dipake untuk mahasiswa. Ooopss, tapi kayaknya padanan yang paling pas dijadikan bahan perbandingan dengan kelas dalam terminologi anak sekolahan tu adalah “tahun ajaran” dech, dalam dunia mahasiswa. Tapi ya embuhlaaaaah…Nek taun pelajaran yang semuanya sama-sama punya. Intine, gradasi dalam dunia sekolah menggunakan “kelas”, sedangkan dalam dunia kampus uda berubah menjadi agak keren dikit, “semester”.

Oklah, sampai di sini ajah pembahasan tentang leksikal-semiotik ato apalah namanya. Sejak kemarin melakukan daftar ulang dan beberapa prosedur lainnya, akhirnya, aku benar-benar menjadi mahasiswa semester tujuh. Aku sendiri melihatnya dengan satu kesan besar; NAKUTIN dan PENUH KERJAAN, utamanya yang ada hubungannya dengan segala hal yang berbau skripsi, munaqasyah, dan lain sebagainya. Aku sendiri belum begitu bisa yakin dengan penuh bahwa aku sudah setua ini, uda duduk di semester tujuh. Uda punya tiga adik angkatan, 2008, 2009, dan yang terbaru adalah adik2 angkatan 2010. Miris rasanya saat di forum brainstorming Opak kemarin, aku harus menyebutkan bilangan semester atau tahun masukku. Bukan karena aku tidak Pede atau tidak siap dianggap sebagai mahasiswa tua, tapi lebih karena aku SANGAT WAS-WAS dan sama sekali tak yakin bisa mempertanggungjawabkan apa yang sudah selama ini aku dapatkan, selama menjadi mahasiswa tentunya.

Dalam hal ini, aku memang tidak memungkiri bahwa idealismeku terkadang berlebihan, utamanya dalam mematok standar maksimal dan minimal buat diriku sendiri. Aku kadang merasa terbunuh oleh idealisme dan standard itu. Cumaaaaa…Aku pikir, hal demikian tidak bisa seharusnya dihilangkan dari alam pikirku. Dalam kasus ini misalnya, minimal aku harus nunjukin apa bedanya anak semester tujuh dengan fasiliator 2008 atau panitia 2009. Banyak hal yang membuatku kurang bebas menjadi diri sendiri. Cuma di balik itu aku tau, menjadi diri sendiri memang suatu hal yang mutlak, tapi aku tidak boleh kemudian sepenuhnya melupakan beberapa idealisme dan standard itu. Yaaaaaaaa..Aku mencoba sebisa mungkin untuk bisa berdamai dengan keadaan. Hadohhh…terlalu rumit jika dijelaskan di sini.

Sebelum di Opak, aku belum sama sekali merasakan bangku kuliah di semester tujuh ini. Ada beberapa MK yang terpaksa harus aku bolongin karena miskomunikasi atau karena aku pas lagi di perjalanan dari Madura menuju Jogjakarta. Dan ketika masuk kelas, kelas pertama, kesempatan pertama, MK pertama, dan dosen pertama, aku bukan main merasakan betapa sudah sepuhnya diriku. Hal demikian muncul saat aku harus sekelas dengan adik angkatan. Sialnya lagi, di MK siang yang terik itu, dosenku meminta mahasiswa untuk menghafalkan definisi suatu hal dengan bahasa Arab dalam waktu yang sebentar banget. Aku ciut duluan, sebab aku sudah lama mengenal diriku dan gaya belajarku yang jauh banget ama si Ramalingam di 3 idiots. AKU TIDAK TERBIASA DAN TIDAK SUKA MENGHAFAL. Itu intinya. Dan sialnya lagi, dosen itu spontan menyebut namaku dan memintaku mengulang definisi itu. Hhhh…Sugestiku emang uda amat banget jelek jika harus berhubungan dengan apa yang namanya hafalan. Alhasil ketika aku sudah angkat bicara, dosen itu tersenyum-senyum, antara lucu, kasian, dan entah apalah namanya.

Pada hari-hari dan MK-MK selanjutnya, aku kembali pada kebiasaan lama ketika semester 5 untuk bersama-sama ke mana-mana dengan Unyil dan Ayu. Sebenarnya tidak se-ansich demikian, hanya saja kami bertiga terlanjur memiliki kesamaan nasib ketika semester 7; yakni mengambil MK yang tidak diambil sebagian besar temen sekelas. Jadi dech, kami harus kembali bertiga senasib seperjuangan ketika semester 7. Unyil dan Ayu adalah dua sahabar terbaikku di bangu kuliah. Senenglah bareng mereka. Meski banyak neko2, mereka baik dan bisa diandalkan. Ga rugi laaaaaaaaaahhh…Aku kenal mereka. Meski tidak sembilan puluh persen sama, aku merasa karakterku matching dengan dua orang ne. Hehehehe. (Semoga dua orang itu ga GR saat membaca tulisan ini. Bisa turun garansi nech aku)

Dan selanjutnya, ritual dengan adik angkatan (plus juga kakak angkatan) kembali terulang, bahkan mungkin dalam semua MK, sebab masih ada 2 MK yang belum sama sekali aku tau 5 W 1 Hnya. Dan pikiran untuk menjadi “lebih” dan bisa “ngayomi” itu tetep bercokol di kepalaku. Setidaknya, pikiran itulah yang ada di pikiranku ketika membincangkan sosok seorang “kakak”. Kakakku sendiri, dalam banyak hal, aku liat amat sangat jauh lebih baik dari aku. Sebab itulah dia punya sangat banyak cara jitu untuk ngayomi aku. Akupun kemudian berpikir, sosok seorang kakak yang kutemukan dalam dirinya juga harus bisa aku tunjukkan pada adik-adik kandungku, juga, dalam konteks ini, adik-adik angkatanku. Hehehehehe. Minimal, alasannya simpel ajah, seperti kata Pak Faiz, “lebih lama kuliah berarti khan lebih pintar…”Gubraaaaaaaaaaaaaaaakkk…Dan semester tujuh yang menandakan bahwa kau sudah menjalani masa akademik tiga tahun di bangku perkuliahan ini memang menuntutku untuk bisa melakukan dan menguasai banyak hal. Alamaaaaaaaaaaaaaakkk…

Kemarin, saat sempat bertemu PA-ku dalam suatu kesempatan yang cukup terburu-buru, aku juga menjawab beberapa pertanyaan beliau dengan sok-sok lugas dan tegas, meski dalam hati sebenarnya aku mulai gelisah. Biasalah, ketemu PA pastinya ditanyain skripsi, masa kuliah teori abis KKN, jumlah SKS yang diambil semester ini, jumlah IPK, dan lain sebagainya yang hampir semuanya berhubungan dengan dunia akdemik. Aku mencoba tersenyum meski sebenarnya aku amat banget takut dan males menjalaniiiiii….proses ini. Entahlah, semoga waktu tidak perlu menungguku terlalu lama…

Yang bikin aku juga merasa bahwa kuliah semester ini benar-benar memaksaku untuk segera bangkit dari kejumudan berpikir dan keterlenaan setelah KKN liburan adala karena aku merasa kutukan di urutan absen pertamaku juga berbicara, di AWAL SEMESTER ini. Hohohohoho…Aku belum bisa tidur nyenyak jika membayangkan tugas setumpuk yang akan melelahkan itu. Oklah, sebenarnya itu hanya masalah urutan dan kesempatan. Kapanpun itu, di awal ato di akhir, aku ya pasti tetep bagian. Tapi ya begetolah adanya. Terkadang aku butuh waktu cukup lama dan keadaan yang ckup mendukung untuk memanaskan otakku. Hehehehehe. Abisnya aku dak rutin manasin otak serutin aku manasin motor. Palagi menurut aku, beda banget caranya manasin otak dengan dunia akademik yang formal seperti perkuliahan. Not too easy, but not impossible.

Dan aku pun tau, pikiran dan perasaan ini kembali akan mendobrak-dobrak diriku sendiri besok, akhir Oktober di lereng merapi, yakni pas ritual PKD. Bagaimanapun, aku seharusnya memang menikmati gradasi-gradasi proses ini. Dan aku mulai merasa bisa menikmatinya bersama-sama temen-temen GM, adik2 PW, plus juga adik2 PB. Tapi, jika harus berkutat kembali dengan modul PKD yang tak pernah aku seriusi itu, nyaliku ndak hanya ciut lagiiii..Tapi kerasa sama sekali ga ada. Jadilah aku inferior duluan sebelum masuk ke medan perang. Aku rasa ya inferior itu memang harus ada. Agar aku mau menggantinya dengan superioritas setelah benar-benar kembali membuka modul dan materi PKD ittuuuu….(Ngomong ini, mau tak mau aku jadi melow. Teringat seseorang. Halaaaaaahhhhh)

Well, yang berlalu biarlah berlalu. Cukup menjadi kenangan yang disimpan dalam berangkas masa lalu, untuk sekali-kali disambangi. Aku haris menempatkan 1st priority terhadap hal-hal yang ada di depan mataku. Pelulusan KKN, tugas-tugas kuliah, fiksasi judul, PKD, kerjaan, dan banyak haaaaaaaaalll…Dan sebenarnya, di manapun, kapanpun, dalam kedaaan apapun, dan bersama siapapun, satu-satunya hal yang bisa menyelamatkanku untuk bisa berdamai dengan keadaan adalah satu hal; yakni BERJIWA BESAR. Tak mudah memang, cuma aku punya banya kesempatan untuk berproses, merenung, berlatih, dan terus menempa jiwaku. Semoga semuanya akan menjadi lebih baik. Bismillaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhh….

0 comMentz: