RSS

Selasa, 12 Oktober 2010

Eksplorasi Singkat Lima Term Kunci Al-Qur’an (Haq, Hisab, Hayat, Hubb, Huda)

a. Pengantar Wacana
Selain berposisi sebagai kitab nomor satu yang memberikan tuntunan mengenai life-style ideal seorang muslim, Al-Qur’an juga memiliki sisi ensiklopedis. Hal demikian misalnya terlihat dalam sikap atau posisi Al-Qur’an terhadap sebuah persoalan tertentu. Tersusunnya mushaf Utsmani berdasarkan surat dan ayat secara tauqifi—menurut sementara jumhur ulama’—tidak kemudian menghilangkan sisi ensiklopedis ini. Hingga hari ini, telah banyak karya beberapa cendekiawan pemerhati Al-Qur’an yang menyusun ‘wajah baru’ Al-Qur’an yang menonjolkan sisi ensiklopedis.

Karya-karya tersebut patut mendapat apresiasi yang cukup tinggi. Sebab, selain dapat lebih membumikan Al-Qur’an bagi muslimin secara luas, ‘wajah baru’ Al-Qur’an dalam kemasan ensiklopedis juga memiliki semangat fungsional untuk memudahkan pengamalan Al-Qur’an dalam hidup keseharian. Dengan berbekal sebuah karya ensiklopedis, muslimin juga akan lebih mudah mengetahui pandangan atau posisi Al-Qur’an mengenai sebuah persoalan. Pengetahuan ini kemudian tidak hanya memudahkan pengamalan Al-Qur’an, namun juga menuntun lahirnya tradisi berpikir yang tidak miopis terhadap Al-Qur’an.

Sebagai contoh, jika dalam persoalan khamr,landasan Al-Qur’an yang dipakai adalah ayat pertama dalam tahapan proses pengharaman khamr (dengan mengatakan bahwa khamr memiliki dualisme manfaat dan mafsadat) tanpa juga melihat ayat pembanding (yang mengharamkan khamr, ayat yang menjadi ayat pamungkas dalam pengharaman khamr), maka pemahaman yang dimiliki akan menjadi parsial dan berat sebelah. Sebab itulah, sisi ensiklopedis Al-Qur’an sudah jauh-jauh hari menarik perhatian para cendekiawan pemerhati Al-Qur’an. Dalam beberapa hal, penulis melihat adanya manifestasi aspek ensiklopedis Al-Qur’an dalam tafsir-tafsir tematik yang banyak bermunculan.

Di samping membahas persoalan-persoalan tertentu dalam Al-Qur’an, semisal masalah riba, masalah ibadah, dan lain sebagainya, tafsir tematik yang banyak ditekuni adalah kajian yang menitikberatkan pada term-term kunci dalam Al-Qur’an. Kajian ini menjadi cukup menarik sebab bertalian dengan beberapa hal, semisal kajian semantika lafadz dalam Al-Qur’an, asbabun nuzul, konteks yang terkandung dalam sebuah ayat, dan lain sebagainya. Kajian term ini pada akhirnya juga akan memunculkan sebuah kesimpulan mengenai bagaimana sikap Al-Qur’an terhadap sebuah persoalan, ragam pemakaian sebuah lafadz, evolusi makna, dan lain sebagainya.

Haqq, hayat, hisab, hubb, dan huda merupakan lima lafadz yang berulang kali disebutkan dalam Al-Qur’an di tempat dan dalam konteks yang berbeda-beda. Lima lafadz tersebut banyak muncul dalam bentuk (sighat) yang berbeda. Adakalanya muncul dalam bentuk mashdar, fiil madhi, fiil mudhari, isim fail, dan lain sebagainya. Adanya berbagai macam derivasi makna dengan berbedanya sighat ini, sejauh pengamatan penulis tidak memberikan perbedaan makna yang cukup signifikan. Dalam artian, mengkaji sebuah kata kunci dalam Al-Qur’an dengan hanya menitikberatkan pembahasan pada sebuah sighat sudah cukup untuk memiliki pemahaman yang representatif. Selain alasan efektivitas, titik tekan pembahasan pada sebuah sighat saja juga akan menyempitkan kajian dan mempermudah proses pemahaman.

b. Eksplorasi Tema
o Haqq
Haqq,dalam Lisanul Arab diartikan sebagai antonim dari lafadz bathil. Arti lafadz haqq sendiri, secara umum adalah kebenaran. Makna ini akan sangat mungkin berbeda dengan menyesuaikan pada konteks pewahyuan atau siyahul kalam. Dalam sebuah kalimat tertentu, kata ini bisa diartikan kebenaran yang senyatanya (misalnya jika langsung disandingkan dengan kata bathil). Akan tetapi dalam konteks lain, kata ini bisa diartikan lebih luas lagi, yakni dengan Allah, wahyu Allah kepada Nabi, keberadaan Nabi, ataupun mengarah langsung pada kitab suci Al-Qur’an.

Karena beberapa hal yang masuk dalam katagori kebenaran—didominasi oleh berita kenabian dan perintah ketuhanan—maka kata ini cukup banyak ditemukan dalam Al-Qur’an. Terlebih, kata ini juga tercantum dalam bentuk (sighat) yang bermacam-macam. Namun begitu, sebuah catatan menyebutkan bahwa pelabelan Al-Qur’an sebagai al-haq tercantum sebanyak 61 ayat yang tersebar dalam bagian-bagian Al-Qur’an.

Di antara beberapa ayat yang memuat kata haq ini, terdapat perbedaan-perbedaan makna yang sebenarnya masih mengarah pada sisi ‘kebenaran’ sesuatu, hanya saja menunjukkan sesuatu yang lebih spesifik. Beberapa klasifikasi besar tersebut adalah sebagai berikut:

o Haq yang berarti Al-Qur’an atau berita kebenaran yang diberikan Tuhan pada manusia melalui nabi

قل يا أيها الناس قد جاءكم الحق من ربكم فمن اهتدى فإنما يهتدي لنفسه ومن ضل فإنما يضل عليها وما أنا عليكم بوكيل

Artinya: Katakanlah: "Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu kebenaran (Al Qur'an) dari Tuhanmu, sebab itu barang siapa yang mendapat petunjuk maka sesungguhnya (petunjuk itu) untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan barang siapa yang sesat, maka sesungguhnya kesesatannya itu mencelakakan dirinya sendiri. Dan aku bukanlah seorang penjaga terhadap dirimu".(QS Yunus 108)

يا أيها الناس قد جاءكم الرسول بالحق من ربكم فآمنوا خيرا لكم وإن تكفروا فإن لله ما في السماوات والأرض وكان الله عليما حكيما

Artinya: Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik bagimu. Dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan Allah sedikit pun) karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.(An-Nisa 170)

Ragam makna pertama ini cukup mendominasi ayat-ayat Al-Qur’an yang memuat kata haq. Untuk menentukan referen apakah yang ditunjukkan oleh kata haq di antara beberapa referen yang dimungkinkan (semisal dalam bentuk berita kebenaran, kitab suci, atau bahkan nabi), maka seorang pembaca Al-Qur’an bisa dengan mudah menentukannya dengan melihat siyahul kalam dalam ayat yang bersangkutan ataupun ayat sebelum dan sesudahnya. Pelabelan haq¬ -terhadap beberapa hal tersebut juga dimaksudkan untuk mengokohkan kebenaran yang bersumber dari Tuhan. Hal demikian tentu akan sangat berpengaruh mengingat kitab suci, berita kenabian, atau bahkan keberadaan nabi sendiri kerap tidak dipercayai oleh sebuah umat.

o Kebenaran dalam arti yang sebenarnya (tidak menyalahi yang seharusnya)

ونادى نوح ربه فقال رب إن ابني من أهلي وإن وعدك الحق وأنت أحكم الحاكمين

Artinya: Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku, termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya."(Hud, 45)

Ragam makna yang kedua ini didominasi oleh ayat yang menunjukkan kebenaran sebuah janji. Kebenaran sebuah janji tidak hanya bisa dilihat dari momen ketika janji tersebut telah terlunasi, akan tetapi juga bisa diindikasikan dengan siapa yang membuat pernjanjian. Dalam hal ini, Tuhan lah yang membuat perjanjian, sehingga semua janji yang diberikan Tuhan memang benar adanya.

o Haq yang berarti Allah

ذلك بأن الله هو الحق وأن ما يدعون من دونه هو الباطل وأن الله هو العلي الكبير

Artinya: (Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Hak dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.(Al Hajj 62)

Beberapa ragam makna haq sebelumnya menunjukkan referen pada kebenaran-kebenaran yang bersumber dari Allah. Dalam ayat lain, tercantum bahwa kata haq juga digunakan untuk menunjukkan referen sumber segala ‘haq’ tersebut, yakni Sang Maha Benar, Allah swt. Tentu saja, ragam makna yang cukup banyak menuntut pembaca Al-Qur’an untuk teliti dan jeli dalam menentukan referen apa yang berada di balik makna al-haq

o Haq yang berarti hak yang harus dipenuhi

وآت ذا القربى حقه والمسكين وابن السبيل ولا تبذر تبذيرا

Artinya: Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.(Al-Isra’ 26)

Ragam makna lain yang menjadi pilihan makna dari lafadz al haq adalah hak berupa benda material yang menjadi hak kelompok tertentu. Hak merupakan sesuatu hal yang harus ditunaikan pada mustahiq (yang memiliki hak), yang dalam hal ini diwakili oleh kerabat dekat, orang miskin dan para musafir yang memiliki hak untuk mendapat zakat/shadaqah dari orang yang berkecukupan.

o Prosedur atau cara yang tepat

ذلكم بما كنتم تفرحون في الأرض بغير الحق وبما كنتم تمرحون

Artinya: Yang demikian itu disebabkan karena kamu bersuka ria di muka bumi dengan tidak benar dan karena kamu selalu bersuka ria (dalam kemaksiatan)(QS Al Mukmin, 75)

Ayat ini secara khusus membicarakan kaum yang mendustakan Al-kitab sehingga mereka salah memiliih jalan dan pada akhirnya mereka melakukan hal-hal dengan cara yang salah, yakni bersenang-senang dengan cara yang tidak tepat, sebab mereka bersuka ria dalam hal kema’siatan. Penekanan kata ghair al-haq menekankan bahwa bersenang-senang di dunia bukanlah merupakan suatu hal yang seratus persen salah. Hanya saja, ada rambu-rambu yang harus dipatuhi agar bersenang-senang dapat diarahkan ke pada hal-hal yang positif dan dengan cara yang tepat.
.
o Hal yang tidak sia-sia (penuh arti)

أولم يتفكروا في أنفسهم ما خلق الله السماوات والأرض وما بينهما إلا بالحق وأجل مسمى وإن كثيرا من الناس بلقاء ربهم لكافرون

Artinya: Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya.(Ar-Rum 8)

Ragam makna haq dengan arti tidak adanya kesia-siaan dalam ayat ini akan semakin tampak jika dibandingkan dengan antonim kata haq, yakni bathil dalam ayat rabbana ma khalaqta hadza bathila yang berarti bahwa Allah tidak menciptakan semua yang ada di dunia ini tanpa alasan dan tanpa tujuan. Dengan demikian, jika bathil diartikan sia-sia (meaningless), maka dalam konteks tertentu—seperti dalam ayat ini—haq bisa diartikan sebagai sesuatu yang meaningfull.

o Menyatakan taukid atau prosedur yang tepat.

وما قدروا الله حق قدره والأرض جميعا قبضته يوم القيامة والسماوات مطويات بيمينه سبحانه وتعالى عما يشركون

Artinya: Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.(Az Zumar 67)

Ragam makna haq dalam ayat ini serupa dengan makna haq dalam ayat ittaqi Allah haqqa tuqatihi. Kedua ayat ini sama-sama menyajikan lafadz haq dengan dimudhafkan pada isim sesudahnya yang ingin ditekankan. Penyajian kata haq dalam bentuk yang demikian menunjukkan optimalisasi dari hal yang ingin ditekankan. Optimalisasi juga berarti upaya maksimalisasi yang semestinya dan tepat sasaran terhadap hal yang menjadi tekanan setelah kata haq, yakni pengagungan dan ketaatan.

o Hayat
Hayat merupakan mashdar yang bermakna kehidupan. Ibnu Mandzur mengartikan kata sebagai lawan dari kematian. Dalam beberapa ayat Al-Qur’an, kata ini sebagian besar disandingkan dengan kata dunya (menjadi hayat ad-dunya) dan disandingkan dengan lawan katanya, yakni kata maut dengan menggunakan konjungsi dan. Secara umum, penulis melihat bahwa makna hayat dalam beberapa ayat Al-Qur’an lebih banyak menunjuk kepada kehidupan material dalam artian hidup secara jasmaniah, misalnya terkait dengan kehidupan mahluk hidup, siklus kehidupan, dan lain sebagainya. Meski begitu, dalam beberapa ayat yang jumlahnya lebih sedikit, hayat dalam Al-Qur’an dimaksudkan untuk menunjukkan makna hidup secara batiniah.

Sebuah sumber mengatakan bahwa kata hayat di dalam Al-Qur’an terulang sebanyak seratus tujuh puluh tujuh kali. Akan tetapi setelah melakukan kroscek kecil, penulis mendapatkan bahwa jumlah sertatus tujuh puluh tujuh puluh kali tersebut mencakup keseluruhan sighat dari hayat, tidak hanya isim mashdar-nya saja. Sumber lain menyebutkan bahwa kata hayat mengalami perulangan sebanyak 145 kali, jumlah yang seimbang dengan penyebutan lawan katanya, yakni kata maut. Perbedaan bilangan ini, dalam pandangan penulis bukan merupakan suatu perbedaan yang signifikan, sebab perbedaan bilangan umumnya disebabkan oleh perbedaan batasan sighat.

Adapun klasifikasi ragam makna hayat yang termuat dalam Al-Qur’an adalah sebagai berikut.

o Hayat dalam arti kehidupan (umumnya diidentikkan dan disandangkan dengan kata dunia, sehingga menjadi kehidupan dunia). Arti yang demikian misalnya dapat dilihat dalam ayat berikut;

إنما الحياة الدنيا لعب ولهو وإن تؤمنوا وتتقوا يؤتكم أجوركم ولا يسألكم أموالكم
Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau. Dan jika kamu beriman serta bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu.(QS Muhammad 36)

Adanya beberapa ayat Al-Qur’an yang dalam jumlah besar selalu menyandingkan kata kehidupan dengan dunia secara umum menekankan perbedaan antar kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Ada kalanya, perbedaan maupun perbandingan antara kehidupan dunia dan kehidupan di akhirat disebutkan secara langsung dan lugas dalam sebuah ayat dengan langsung menyertakan lafadz kehidupan akhirat. Akan tetapi dalam beberapa ayat lain, perbandingan antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat hanya dijelaskan secara tersirat. Seperti dalam QS Muhammad 36 yang mengatakan bahwa kehidupan dunia hanyalah fatamorgana, maka penulis melihat bahwa ada semangat untuk menunjukkan bahwa kehidupan akhiratlah yang merupakan kehidupan nyata.

o Kata kehidupan yang memiliki referen kehidupan ahirat.

يقول يا ليتني قدمت لحياتي

Artinya: Dia mengatakan: "Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal shaleh) untuk hidupku (di akhirat) ini."(QS Al Fajr 24)

Dalam ayat-ayat ini, tidak dijelaskan secara gamblang bahwa kehidupan yang dimaksud adalah kehidupan akhirat. Akan tetapi, konteks dan makna ayat ini menunjukkan bahwa kehidupan yang dimaksud dalam ayat ini bukanlah kehidupan dunia, melainkan kehidupan akhirat. Satu sampel ayat ini setidaknya sudah menunjukkan bahwa fase kehidupan manusia di akhirat juga “disamakan—secara bahasa—“dengan fase kehidupan manusia di dunia.

o Hayat dalam arti tumbuh dan berkembangnya kehidupan bagi bagi (tumbuh-tumbuhan). Salah satu ayat yang menyiratkan arti pertumbuhan dan perkembangan bagi bumi (tumbuh-tumbuhan) ini adalah:

ومن آياته يريكم البرق خوفا وطمعا وينزل من السماء ماء فيحيي به الأرض بعد موتها إن في ذلك لآيات لقوم يعقلون

Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia memperlihatkan kepadamu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya.

Makna menghidupkan bumi (tumbuh-tumbuhan) yang berasal dari sighat lain kata hayat seperti yang tercantum dalam ayat ini menunjukkan bahwa anugerah berupa kehidupan tidak hanya terbatas pada lingkup nyawa (manusia), akan tetapi juga mencakup makna yang lebih luas, sepeti menghidupkan bumi yang juga berati menghidupkan mahluk hidup selain manusia.

o Hayat dalam arti menghidupan sesuatu yang mati. Makna yang demikian biasanya berkait erat dengan fase hidup manusia yang mengalami dua kali kematian dan dua kali kehidupan. Aktivitas menghidupkan atau memberikan nyawa dalam ayat-ayat ini biasanya menyiratkan peristiwa ketika Allah memberikan nyawa pada manusia di saat manusia terlahir ke dunia maupun di saat manusia akan kembali hidup dan memasuki kehidupan akhirat setelah mengalami mati yang kedua.

Adapun salah satu contoh ayat yang mengemukakan hal tersebut adalah;
كيف تكفرون بالله وكنتم أمواتا فأحياكم ثم يميتكم ثم يحييكم ثم إليه ترجعون

Artinya: Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?(Al Baqarah,28)

o Makna hayat dalam arti filosofis, sepeerti fungsi atau hakikat kehidupan. Adapun makna filosofis tersebut tercantum dalam ayat berikut;

ولكم في القصاص حياة يا أولي الألباب لعلكم تتقون

Artinya: Dan dalam kisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.(QS Al Baqarah 179)

Berbeda dari makna-makna sebelumnya yang relatif bisa difahami dengan pembacaan tersurat, makna filosofis yang terkandung di balik kata hayat (semisal dalam ayat ini) tidak bisa diterka tanpa terlebih dahulu melakukan eksplorasi terhadap ayat dan konteks ayat yang bersangkutan. Ibnu Mandzur misalnya, mengartikan lafadz hayat dalam ayat ini sebagai manfaat yang merupakan esensi dari kehidupan. Dengan demikian, makna yang terakhir ini memberikan nuansa lain di antara makna-makna yang dimiliki oleh lafadz hayat.

o Makna kehidupan batiniah

ولا تحسبن الذين قتلوا في سبيل الله أمواتا بل أحياء عند ربهم يرزقون

Artinya: Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki.(Ali Imran 169)

Di antara ragam makna lain, ragam makna terakhir inilah yang menunjukkan referen bahwa ‘hidup’ yang banyak disebutkan dalam Al-Qur’an tidak hanya berdimensi kehidupan material dan kehidupan jasmani. Ayat ini menunjukkan bahwa poros ‘kehidupan’ manusia tidak berarti stagnan ketika nyawa seseorang telah dicabut oleh Allah. Ragam makna yang ditunjukkan dalam ayat ini agaknya sepadan dengan peribahasa biar hancur badan di tanah, budi baik dikenang jua.

o Hisab
Secara etimologis, kata hisab berarti perhitungan atau perkiraan. Di antara lafadz-lafadz yang lain, kata hisab memiliki cukup banyak derivasi makna dalam bentuk (sighat) yang bermacam-macam, semisal hasiibaan, hasbu, haasibaan, husbanan, dan lain sebagainya. Sedangkan dalam arti makna yang kontekstual dengan beberapa ayat yang memuat kata ini, kata hisab umumnya direferenkan pada perhitungan amal di akhirat, perhitungan rizki manusia di dunia, prediksi atau perkiraan manusia mengenai rizki yang akan didapatkannya, dan lain sebagainya. Dengan demikian, secara umum, kata hisab yang merupakan mashdar dari hasiba-yahsabu memiliki arti menghitung, menduga, dan memprediksikan.

Adapun klasifikasi yang lebih rigid mengenai arti lafadz ini adalah sebagai berikut:

o Perhitungan tanggal yang berkaitan dengan penetapan awal maupun akhir bulan, seperti dalam ayat:

هو الذي جعل الشمس ضياء والقمر نورا وقدره منازل لتعلموا عدد السنين والحساب ما خلق الله ذلك إلا بالحق يفصل الآيات لقوم يعلمون

Artinya: Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.(QS Yunus 5)

Ragam makna yang pertama ini erat kaitannya dengan ilmu astrologi yang biasanya banyak menggunakan kata ‘hisab’ sebagai instrumen untuk menentukan awal maupun akhir bulan. Dengan demikian, hisab dalam ragam makna yang pertama dalam ayat ini lebih berarti hisab dalam dunia manusia yang ada hubungannya dengan disiplin ilmu astrologi.

o Prediksi atau dugaan manusia, utamanya dalam hal-hal yang berkenaan dengan urusan keduniaan.

تولج الليل في النهار وتولج النهار في الليل وتخرج الحي من الميت وتخرج الميت من الحي وترزق من تشاء بغير حساب

Artinya: Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezeki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas, perkiraan)."(QS. Ali Imran 27)

أم حسبت أن أصحاب الكهف والرقيم كانوا من آياتنا عجبا

Artinya: Atau kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim itu, mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang mengherankan?(Al-Kahfi 9)

Dua ayat ini menyajikan kata h-s-b dalam dua sighat yang berbeda, yakni dalam bentuk isim mashdar dan fiil madhi. Namun begitu, dua ayat ini sama-sama menunjukkan bahwa kata h-s-b dalam Al-Qur’an salah satunya juga digunakan untuk menggambarkan daya pikir dan daya prediksi manusia dalam membaca fenomena keseharian. Dalam ayat pertama, kata h-s-b digunakan untuk menunjukkan prediksi estimatis manusia mengenai masalah rizki. Sedangkan ayat kedua menggambarkan penggunaan kata h-s-b dalam hal melihat fenomena mengenai suatu hal yang lebih besar dan lebih kompleks. Dengan demikian, dua ayat ini setidaknya menunjukkan bahwa h-s-b¬ juga digunakan untuk menggambarkan (keterbatasan) daya nalar manusia.

o Perhitungan amal perbuatan manusia di akhirat atau menonjolkan bahwa Tuhanlah yang akan meminta pertanggungjawaban atas semua perbuatan manusia.

وقالوا ربنا عجل لنا قطنا قبل يوم الحساب

Artinya: Dan mereka berkata: "Ya Tuhan kami, cepatkanlah untuk kami adzab yang diperuntukkan bagi kami sebelum hari berhisab"(Shaad, 16)

والذين يصلون ما أمر الله به أن يوصل ويخشون ربهم ويخافون سوء الحساب

Artinya: Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk.(Ar-Ra’d, 21)

إن الدين عند الله الإسلام وما اختلف الذين أوتوا الكتاب إلا من بعد ما جاءهم العلم بغيا بينهم ومن يكفر بآيات الله فإن الله سريع الحساب

Artinya: Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.(Ali Imran, 19)

Jika ragam makna sebelumnya masih bernuansa perhitungan mengenai hal-hal yang bersifat duniwi, maka ragam makna yang satu ini membidik hal-hal yang bernuansa eskatologis. Perhitungan (hisab) dalam ayat ini menunjukkan setting dan gambaran keadaan perhitungan seluruh amal manusia selama di dunia yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah pada hari akhirat. Tiga ayat ini juga mengukuhkan keberadaan Tuhan sebagai satu-satunya dzat yang mengetahui segala laku tindak perbuatan manusia sekaligus dzat yang akan meminta manusia mempertanggungjawabkan seluruh amalnya.

o Pertanggungjawaban
هذا عطاؤنا فامنن أو أمسك بغير حساب

Artinya: Inilah anugerah Kami, maka berikanlah (kepada orang lain) atau tahanlah (untuk dirimu sendiri) dengan tiada pertanggungan jawab (QS. Shad, 39)
Ayat ini menceritakan kisah Nabi Sulaiman yang ‘bangkit’ setelah mendapat cobaan dan terguran dari Allah berupa kesenangannya yang teramat sangat pada binatang kuda. Setelah kejadian tersebut, Nabi Sulaiman memohon agar kerajaannya yang sebelumnya runtuh untuk kembali dibangkitkan. Permintaan itu pun dikabulkan oleh Allah dan digambarkan dalam ayat ini.

o Hubb
Hubb yang berasal dari fiil (kata kerja) habba yuhibbu bisa diartikan al wadaad dan al mahabba yang memiliki perbedaan makna dengan habbatin dan hibbun. Ibnu Mandzur mengatakan bahwa lawan kata dari hubb (cinta) adalah bughdh (kebencian). Di dalam Al-Qur’an, terdapat beberapa derivasi sighat dari hubb ini, baik dalam bentuk fill (mujarrad dan mazid). Dalam penggunaannya, fill dari hubb ini kerap digunakan untuk menunjukkan kecintaan Allah pada manusia yang beriman serta ketidaksukaan Allah pada hambanya yang fasik, cinta antara sesama manusia, ataupun cinta manusia terhadap benda mati (semisal harta).

Dalam Al-Qur’an, derivasi makna dari kata hubb juga banyak ditemukan, semisal dalam bentuk mahabbah, yuhibbu, yastahibbu, dan lain sebagainya. Selain itu, kata h-b banyak ditemukan, akan tetapi tidak semuanya bermakna rasa cinta sebagaimana arti dari hubb. Dalam kata habbatin misalnya, yang juga banyak terdapat dalam Al-Qur’an tidak lagi bermakna cinta dan kasih sayang, akan tetapi bermakna tumbuhan yang biasanya dihubungkan dengan tetumbuhan.

Secara global, berikut ragam makna hubb yang tercantum dalam berbagai ayat-ayat Al-Qur’an.

o Kecintaan Allah kepada hambanya maupun ketidaksukaan Allah

وكأين من نبي قاتل معه ربيون كثير فما وهنوا لما أصابهم في سبيل الله وما ضعفوا وما
استكانوا والله يحب الصابرين

Artinya: Dan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.(Ali Imran 46)
ليجزي الذين آمنوا وعملوا الصالحات من فضله إنه لا يحب الكافرين

Artinya: agar Allah memberi pahala kepada orang-orang yang beriman dan beramal shaleh dari karunia-Nya. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang ingkar.(QS. Ar Rum 45)

Dua ayat ini menunjukkan bahwa kata hubb digunakan untuk menunjukkan kecintaan dan ketidaksukkan Allah terhadap hamba-hambanya yang memiliki kecenderungan berbeda-beda.

o Kecintaan manusia pada hal-hal duniawi

وتحبون المال حبا جما

Artinya: Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.(QS. Al Fajr 20)

زين للناس حب الشهوات من النساء والبنين والقناطير المقنطرة من الذهب والفضة والخيل المسومة والأنعام والحرث ذلك متاع الحياة الدنيا والله عنده حسن المآب

Artinya: Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).(Ali Imran 14)

Selain digunakan untuk subjek Allah, kata hubb dalam sighatnya yang berbeda-beda juga digunakan untuk menunjukkan rasa cinta/suka.kecondongan yang dimiliki manusia. Sebagian ayat yang menunjukkan rasa cinta yang dimiliki manusia biasanya diarahkan pada hal-hal atau objek duniawi.

o Merasa senang, menginginkan, mengharapkan

ولا يأتل أولوا الفضل منكم والسعة أن يؤتوا أولي القربى والمساكين والمهاجرين في سبيل الله وليعفوا وليصفحوا ألا تحبون أن يغفر الله لكم والله غفور رحيم

Artinya: Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat (nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS An-Nur 22)

لا تحسبن الذين يفرحون بما أتوا ويحبون أن يحمدوا بما لم يفعلوا فلا تحسبنهم بمفازة من العذاب ولهم عذاب أليم

Artinya:Janganlah sekali-kali kamu menyangka bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih.(QS. Ali Imran 188)

Ayat pertama menggambarkan adanya rasa pengharapan ataupun rasa senang jika sesuatu yang diinginkan benar-benar terjadi, dalam hal ampunan dari Allah. Dengan demikian, kata yuhibbu tidak hanya bisa diartikan senang atau menyukai, akan tetapi juga bisa diperluas dengan arti akan merasa senang yang secara otomatis juga berarti pengharapan. Sedangkan ayat kedua dalam ragam makna ini menunjukkan kesenangan yang sudah menjadi kebiasaan, terlepas dari kesenangan tersebut berkonotasi positif atau negatif.

o Mencintai dalam arti komparatif (menunjukkan lebih, sebagai pilihan dan prirotas)

ذلك بأنهم استحبوا الحياة الدنيا على الآخرة وأن الله لا يهدي القوم الكافرين

Artinya: Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir.(An-Nahl 107)

Dalam sighat-sighat dan bab-bab tertentu, derivasi makna dari kata hubb juga digunakan untuk menunjukkan adanya gradasi atau prioritas dalam memberikan pengabdian (baca:rasa cinta). Dalam contoh ini misalnya, digambarkan bahwa kecondongan atau rasa cinta terhadap dunia menempati prioritas pertama dan mengalahkan kecondongan terhadap kehidupan akhirat.

o Huda
Huda secara bahasa diartikan sebagai aktivitas mengeluarkan sesuatu dari sebuah keadaan. Aktivitas ini lebih berkonotasi positif dan mengarah pada hal-hal yang menunjukkan perbaikan. Antonim dari kata ini adalah al-dhalal (kesesatan). Dengan demikian, Ibnu Mundzar menyamakan lafad hudan dengan kata al-rasyad. Seperti halnya beberapa lafadz lain, penyebutan huda dalam sebagian besar ayat Al-Qur’an disandingkan dengan antonimnya, yakni lafadz al-dhalal.

Dalam catatan lain, disebutkan bahwa ada 47 ayat yang menyiratkan penamaan Al-Qur’an dengan huda.Catatan tersebut juga menyatakan bahwa dalam arti yang paling umum, huda bisa diartikan sebagai penjelas, pembeda, dan penolong. Selain itu, tidak jauh berbeda dengan lafadz haqq, referen yang dimaksudkan oleh lafad hudan bisa bermagam menurut konteks yang ingin disampaikan. Dalam satu ayat, hudan bisa diartikan dengan Al-Qur’an, petunjuk yang sebenarnya, petunjuk sebagai lawan dari kata kesesatan, dan lain sebagainya. Sebab itulah, beberapa makna lafadz hudan bisa diklasifikasi menjadi beberapa pembagian berikut ini.

o Al-Qur’an

قل من كان عدوا لجبريل فإنه نزله على قلبك بإذن الله مصدقا لما بين يديه وهدى وبشرى للمؤمنين

Artinya: Katakanlah: Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Qur'an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman.Al Baqarah 97

Salah satu nama Al-Qur’an yang dikenal luas adalah huda, selain al-tanzil dan al-kitab misalnya. Hal ini erat kaitannya dengan posisi fungsional Al-Qur’an sendiri sebagai petunjuk sekaligus kitab pamungkas yang memberikan sikap terhadap hukum-hukum yang disampaikan oleh para Nabi sebelum Muhammad. Sebab itulah, referen Al-Qur’an yang berada di balik kata hudan cukup mendominasi ayat-ayat Al-Qur’an yang memuat kata tersebut. Dalam penyebutannya, hudan kerap disandingkan dengan nama-nama lain yang dimiliki Al-Qur’an, semisal pembawa berita baik dan pembawa peringatan.

o Disandingkan dengan kesesatan untuk menunjukkan bahwa huda dan dhalal adalah dua hal yang jelas bertentangan.

أولئك الذين اشتروا الضلالة بالهدى فما ربحت تجارتهم وما كانوا مهتدين

Artinya: Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.(QS. Al Baqarah 16)

Ayat ini menceritakan orang munafik yang bermuka dua dan menjadi musuh dalam selimut di tubuh umat Islam. Penyandingan hudan dengan dhalalah ini, selain menekankan adanya pertentangan, juga menunjukkan bahwa referen hudan dalam ayat ini adalah sesuatu yang sepintas terlihat sebagai hal yang merugikan, sebab bergabung bersama orang muslim akan mengancam kehidupan ekonomi orang munafik yang diceritakan di ayat ini.

Sebab itulah kemudian, mereka lebih memilih untuk bermuka dua yang meski terlihat sebagai hal yang membuat mereka berada dalam posisi aman, akan tetapi hanyalah sebuah fatamorgana. Mereka tidak sadar bahwa mereka telah menukar kebahagiaan sesaat (yang sebenarnya berupa dhalalah) dengan hudan (yang dalam pandangan mereka akan menyengsarakan)

o Diartikan secara harfiah, yakni petunjuk dari kesesatan dan kegelapan

وأما ثمود فهديناهم فاستحبوا العمى على الهدى فأخذتهم صاعقة العذاب الهون بما كانوا يكسبون

Artinya: Dan adapun kaum Tsamud maka mereka telah Kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) dari petunjuk itu, maka mereka disambar petir adzab yang menghinakan disebabkan apa yang telah mereka kerjakan.(QS. Fussilat, 17)

Meski ragam makna yang terakhir ini juga berarti petunjuk dari kegelapan dan kesesatan, seperti halnya ragam makna yang kedua, akan tetapi disajikan dalam bentuk analogi fisik untuk memudahkan pemahaman.
c. Penutup

Mengetahui makna lain dari term-term kunci dalam Al-Qur’an mengahadirkan ‘dunia’ baru di luar pemahaman yang selama ini dimiliki penulis. Hadirnya makna-makna dan referen lain di balik lafadz dalam Al-Qur’an semakin meneguhkan kesatuan isi Al-Qur’an yang satu sama lain saling menguatkan serta menjadi bekal untuk memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif. Selain itu, beragamanya makna yang dimiliki oleh sebuah lafadz kurang lebih menunjukkan bahwa seorang penggiat Al-Qur’an tidak bisa terburu-buru memberi makna atau referen sebuah lafadz dala Al-Qur’an sebelum memerhatikan konteks sebuah ayat.

Ada banyak hal yang tidak terkover dalam eksplorasi-eksplorasi singkat yang disajikan dalam makalah ini. Selain keterbatasan bahan dan banyaknya materi kajian, hal demikian juga disebabkan oleh kelalaian penulis sendiri. Akan tetapi, beberapa eksplorasi yang sudah dipaparkan mengenai lima sampel kata kunci dalam Al-Qur’an yang tersaji di makalah ini cukup menjadi langkah awal untuk melakukan kajian maanil qur’an yang lebih sempurna dan lebih sistematis. Saran dan kritik untuk penulisan yang akan datang akan menjadi sumbangan yang konstruktif bagi penulis. Allah Knows Best

0 comMentz: