RSS

Rabu, 13 Oktober 2010

Kosmateku solid-kosmateku narsis

Sebenere judule dipaksaian bangeeeeeeettt..Hehehehe, enaknya sich, eksis-narsis. Tapi koq jadi pengaburan identitas yaaaaaa..jika terlalu keikut ma trend. Lagian, titik tekan yang ingin aku ulas dalam tulisanku ini memang berkait erat dengan masalah KEKOMPAKAN alias SOLIDITAS. Jadi, judul di atas memang bukan tanpa alasana. Hehehe..Meski kesannya maksa banget. Jadi begini, cerita dimulai ketika dalam forum bincang-bincang santai—di depan tivi atau di depan kamar mandi pas lagi nyuci dan ngantri—ada selentingan aspirasi untuk mengadakan makrab kos. Sebab memang tidak mungkin mengadakan ospek atau opak kos. Aspirasi tersebut setidaknya terpengaruh dari dua hal. Pertama, kosku tersayang baru saja mendemisioner pengurus angkatan lama dan melantik pengurus baru. So, masih fresh, biasane masih semangat-semangatnya melaksanakan program kerja. Jadi kalopun program kerjanya ga pernah dimusyawarhin di raker dan ga pernah ada proker rigid, keinginan untuk mengadakan makrab muncul juga. Yang kedua adalah iklim kampus yang baru saja melewati masa-masa pendaftaran-opak-makrab-sospem. Jadi keroso kena imbasnya juga….mpe penghuni kos pada ingin dan semangat berapi-api untuk ngadain makrab.

Makrab sebenere adalah kependekan dari ‘malam keakraban’. Setauku, ritual ini terbatas dan tidak universal. Di kota laen, kampus-kampus bahkan ga kenal dengan istilah makrab. Mungkin terminologi khas Jogja atau bahkan UIN. Entah, aku ga tau juga. Namun aku pernah berkali-kali tanya ke temenku yang kuliah di luar Jogja dan respon mereka sama persis plus simetris, GA TAU DAN GA PERNAH DENGAR, APA ITU MAKRAB. Well, uda jelas tujuan ritual ini adalah menjalin keakraban dengan kawan satu komunitas. Menjalin keakraban jane ya ga harus dengan seruang dan sewaktu kayak ritual makrab yang biasanya diisi dengan acara jalan-jalan dan touring ke mana-mana, cuma rasanya lebih ngetase ajah jika bisa melewatkan waktu bersama dalam suasana yang juga menyenangkan. Dan satu catatan terakhir tentang makrab, meski kepanjangannya adalah malam keakraban, akan tetpai ritual ini tidak harus dan tidak selalu dilakukan pada malam hari. (aku harus segera menutup paragraf ini sebab makrab dalam arti yang universal sudah berkali-kali menjadi skejulku, so akan sangat amat panjang jika dituturkan semuanya di sini)

Well, kali ini cerita bersetting pada hari Ahad, 10 Oktober 2010. Pagi itu, amat jauh dari kebiasaan, aku mandi pagi dengan penuh semangat dan dengan tekad untuk memerangi kedinginan. Mumpung lagi ada KM nganggur, aku tak perlu berpikir banyak untuk langsung nyolonong. Apalagi diprediksikan, pagi itu, KM akan sepenuh dan semacet jalan di jalan protokol pada jam kerja pas semuane pada mau berangkat. Jadi, setelah mandi dan melakukan persiapan seadanya, aku segera mengecek kelengkapan makrab. Jane aku tidak memegang posisi sentral dalam eo ini, sebab semua sudah terlimpahkan pada pengurus kos yang rata-rata masih duduk di semester lima dan semester tiga. Semester tujuh lebih enak dengan posisinya sebagai steering commite. Itu teorinya, namun di wilayah taktis, semuanya nyampur aduk tumpek blek. Ga peduli semester berapa.

Seksi akomodasi dan transportasi diatur sepenuhnya oleh bendahara kos, si Dety. Sedangkan masalah konsumsi sudah dihandle oleh Vero yang pagi itu sudah berdarah-darah memasak nutrijel coklat untuk bekal kami kemping. Wis heboh bangeeeeeeet…Lima hari sebelumnya, aku sudah menarik angket yang aku sebar ke seluruh penjuru kos, untuk mengetahui aspirasi mereka. Namun, sayang seribu sayang, tidak semua penghuni kos bisa ikut. Yayayaya, mereka memang memiliki kesibukan dan skejul sendiri-sendiri. Tapi memang, kebersamaan ga bisa dicari hingga pojok terujung Bringharjo. Sulit banget. Jadi karena mengidealkan seluruh kuota bisa terisi adalah suatu hal yang amat banget mustahil, maka kami pun berangkat meski tidak dengan anggota kos yang utuh. Ada lima belas orang yang turut serta dan aktif berpartisipasi untuk menyukseskan acara ini. Sayang seribu sayang yang kedua, di antara lima belas orang tersebut, tidak ada satupun penghuni baru yang turut serta. OMJJJJJJJ..But that’s a reaaaaaaaaaallll…Empat penghuni baru kos, pagi itu pada lagi mau ada acara lain dan halangan. So, memang tak ada boleh ada pemaksaan, termasuk dalam hal-hal yang sifatnya having fun kayak makrab. Idealnya, makrab dilaksanakan untuk merekatkan emosi antara mahasiswa lama dan mahasiswa baru, dan dalam hal ini antara penghuni baru dan penguni lama. Namun idealisme tinggal idealismeeeeee….

Lima belas orang yang pagi itu mengenakan baju terbaik dan menampilkan dandanan terimutnya masing-masing terbai dalam dua kloter. Kolter pertama adalah mereka yang memanfaatkan jasa alat transportasi paling mewah se-Jogja, yakni Trans Jogja. Total ada sepuluh orang. Sedangkan lima yang lainnya adalah seksi pembantu umum (yang bisa disulap menjadi seksi apapun dalam keadaan bagaimanapun) yang mengendarai sepeda motor. Aku berada dalam kloter kedua. Kami berlima dengan tiga motor. Aku dan Anggun, Jenghol dan Erma, dan DP sendirian. Sebenere, aku lebih memilih untuk rame2 di TransJogja. Namun, karena alasan budget juga plus menyediakan motor sebagai instrumen cadangan jika ntar terjadi apa-apa, akhirnya aku mutusin untuk make motor ajaaaaaaahhh…Masing-masing kloter sudah dilengkapi sebuah kamera, jadi tidak alasan untuk tidak narsis di momen-momen kebersamaan itu. Kloter pertama dengan kamera Rida, dan kloter kedua dengan kameraku. Sedangkan logistik berupa lauk, cemilan, dan air, dibawa sepenuhnya oleh kloter kedua. Bener-bener mesa’ke, tapi inilah konsekuensi. Wissssssssss,,,dua kloter itu berpisah setelah sempat jepret-jepret di depan MP.

Kloter kedua sampai di Altar ketika kloter pertama masih duduk manis di halte Wanita Tama alias belum dapet bus. Mesa’ke bangeeeeeet…Namun kloter kedua juga uda mulai kelabakan untuk mulai berteduh dan mencari tempat yang rindang…Mulai dari di depan kantor BI, berpindah ke sisi barat altar, lalu sisi utara altar, hingga akhirnya di tengah-tengah altar. Pas itu kerosone awan sedang tak ingin menaungi kami berlima. Hehehehe..Jadi, setelah kembali dan lagi-lagi berpose dengan tensi pede yang tinggi, suatu masalah baru kembali muncul. Dan semuanya belum sama sekali diprediksikan dan diperhitungkan saat semalem mengadakan konsolidasi di depan tv sambil nonton IMB. Andong yang dianggarkan akan mengantar anggota kloter pertama ke Taman Sari dari shelter TJ paling selatan di Malioboro mematok harga yang amat banget mahal. 30 REBU bagi turis lokal seperti aku dan temen-temen tenti merupakan nominal yang cukup menguras kantong. Setelah konsolidasi viahape, akhirnya muncul keputusan bahwa anggota kloter satu akan diangsur dengan menggunakan tiga motor yang dibawa kloter kedua. Tuuuuuuuuuuuuuucccccchhh,,,untung bawa motor. Jika ndak, dak sama sekali kebayang kalo harus ada ritual nyeker dalam acara seneng-seneng ini. Jadi, dari sepuluh orang yang masuk anggota kloter I, dua di antaranya memilih untuk menggunakan jasa becak. Mereka adalah ketua kos, ddk Soby dan menteri keartisan, Bak Njes yang mengaku bernama belakang Chandrawinata. Sedang delapan orang yang tersisa kemudian diangsur satu-persatu (dan kadang double) agar bisa segera sampai di TKP.

Dan untuk urusan yang satu ini, aku emoh jadi driver, sebab di antara anggota kloter kedua (yang ternyata semuanya sudah punya SIM-C), akulah driver yang paling amatir. So, aku lebih baik ngalah pada driver yang sudah mahir untuk menjemput dan mengangsur anggota kloter satu dari lampu merah perempatan Malbor mpe taman sari. Bukan apa-apa, kenyamanan berkendaraku jadi serasa berkurang saat aku harus mbonceng seseorang, sebab aku kurang bebas berekspresi dan merasa tengah memegang tanggungjawab yang demikian besar, menyelamatkan anak manusia yang ada di belakangku untuk sampai ke tujuan. Hehehehe. Lebay banget memang, tapi itulah ada dan nyatanya. Aku merasa gerogi plus serba salah jika harus mbonceng orang, apalagi yang mbonceng adalah Ibu muda kaya Ayu. Hoahoahoaohoahoaho…

Setelah menentukan division of labour dan job discription, akhirnya, di antara berlima, aku dan Ermalah yang akhirnya diputuskan untuk tidak jadi driver dan menunggu di Taman Sari. Sedang tiga yang lainnya, Anggun, Jenghol, dan DP, bertugas mengangsur temen-temen dengan tiga motor yang ada. Aku uda masrahin kunci motorku ke Anggun so,, aktivitas selanjutnya adalah W.A.I.T.I.N.G. Awalnya aku cuma berdua ma Erma, lalu disusul Riska dan Rida (yang dianter DP), dan kemudian temen-temen yang laen. Di tengah-tengah ritual angsuran ini, muncul lagi satu masalah baru. BANKU HARUS DITAMBAL KARENA ADA PAKU KECIL YANG KELINDES DAN NANCEP DI BAN DEPANKU. Kontan aku kelabakan, Seumur-umur aku ga pernah menghadapi masalah teknis yang demikian tanpa ada seorang laki-laki di sisiku, semisal bapak, elton, ksatria, atau temen-temen korpku. Bukan pengalaman pertama siy, cuma ini pertama kalinya aku harus menghandle urusan itu by me myself. Untungnya, aku masih diselamatkan oleh keadaan. Ada DP (D Prita) yang mau menemaniku mencari tempat tambal ban. Dan dari kacamataku, aku liat DP tau lebih dibanding aku dalam masalah tambal ban. Sebab itulah, aku tak sungkan bertanya padanya, apapun yang ada di kepalaku, semisal “Yang kena ban dalam pa ban depan?”, trus “Yang harus diganti ban depan po ban belakangnya???”, dan lain sebagainya. Aku hanya ingin menetralkan rasa panikku.

Dengan berjuta harap dan lelah yang uda mulai muncul, aku menyusuri jalanan sekitar Altar dan Taman sari kemudian menemukan sebuah tambal ban di kanan jalan, pas di jalan yang selalu aku lewati setiap kali akan ke Altar. Alhamdulillah, keadaan lagi-lagi menyelamatkanku. Ban motorku langsung dipermak abis ma si bapak dan aku ma DP hanya duduk-duduk memerhatikan betapa bapak itu cekatan merepair semuanya. DP lalu mengatakan bahwa pekerjaan ini tak akan menyita terlalu banyak waktu, maksimal 30 menit. Aku tau dia amat sangat bisa membaca kekahawtiranku. Ia bahkan menyarankanku untuk minta kompensasi uang tambal ban ke bendahara kos. Tapi yaaaaaaaa….Yang ada di pikiranku saat itu adalah bagaimana motorku bisa kembali sehat seperti sedia kalaaa…Hmmm…Aku mengamati proses penambalan ban motorku dari awal hingga akhir. DP juga sangat apresiatif dengan pertanyaan-pertanyaanku. Tak terasa aku merasa senang, siang itu, banyak pelajaran yang aku terima. Pelajaran kehidupan maupun pelajaran fisika. Heheheheheh…

Setelah membayar biaya tambal ban, aku dan DP segera cabut ke Taman Sari. Di sana, temen-temen uda pada nungguin kami. Mungkin uda aga lama, I did my apologize, tapi aku emang wanti2 agar aku ditunggu so ga perlu ada cerita someone’s missing di episode makrab ini. Saat aku datang, ternyata masih ada dua orang yang belum ngumpul, yakni ketua kos dan menteri keartisan. Mereka masih menghandle masalah kelaparan di sebuah angkringan pojok depan pintu masuk taman sari. Setelah didesak berbagai fraksi, akhirnya tu dua orang muncul…Dann..Next, kami akan masuk. Tiket sudah dibeli, jumlah pas. 15 lembar. Satu tiket berharga 3000. Dalam hati aku menyayangkan, mengapa aku tak menggunakan naluri preman untuk ‘curang’ dalam jumlah tiket ini. Kecurangan2 itu uda berulang kali aku lakukan, bersama temen-temen dan di tempat yang berbeda. Namun kali ini aku ga bisa melaksanakan trik itu. Bukan apa-apan, tiket sudah terlanjur dibeli dan aku tidak mau memberikan contoh yang tidak baik pada adik angkatan. Heheehehehe. Meski asa keuangan yang maha esa akan dianut siapapun, namun dalam beberapa keadaan, asas tersebut harus dikompromikan dengan asas-asas lain yang mungkin lebih penting, seperti memberikan teladan yang baik pada adik angkatannn..Heheheheh.

Okelah, kami berlimabelas masuk dengan lima belas tiket yang aku serahkan pada penjaga pintu masuk. Hadooooooohhh..nyesel banget rasanya ketika tau bahwa tu tiket sebandel ga diitung apalagi diliat asli ndaknya, tapi hanya diberi tanda bolong dua buah dengan alat yang biasa dipake untuk bolongin kertas…Tapi tak apalah, tak mengganggu manisnya kenangan pagi yang uda agak panas itu. Acara selanjutnya uda bisa dipastikan, FOTO-FOTO NARSIS MPE MATI GAYA. Aku pribadi uda mulai merasakan sindrom kebosanan untuk selalu berpose di depan kamera, apalagi sejak aku mengantongi kameraku awal tahun lalu. Namun dalam urusan foto bersama, aku memang merupakan salah satu orang yang tidak mau ketinggalan. Alasan paling utama, kebersamaan itu mahall…Dan legitnya juga masih akan terasa ketika suatu saat di jauh, kita mengenangnya. Makanya, aku bela-belain testing speaking ma salah satu turis bule untuk memotret kami berlima belas. Hehehe. Eh, tu turist malah juga mau ikut foto setelah motretin kami. Heheheheh. Lucu ah, oon juga. Plus malu-maluin karena kami tu rameeeeeeeeeee banget. Ada yang minta fotoin, ada yang sibuk ngatur self timer, ada yang mengeluh cape dan kelaparan, dan lain sebagainya.

Well, show must go on. Aku lebih banyak bertindak sebagai fotografer saat itu. Setelah menyusuri area taman tempat pemandian (yang dibagi dua untuk membedakan tempat mandi isteri resmi dan selir raja yang tak resmi) dan berlebay-lebay di sana, kami mulai tak kuasa menahan rasa lapar. So, diputuskan, untuk acara selanjutnya, KAMI MAKAN. MEMBUKA BEKAL YANG DIBAWA DARI KOS. Sebelumnya, kami uda urunan beras yang kemudian dimasak bareng untuk meminimalisasi anggaran. Untuk lauk sekaligus sambel, kami uda mesen di ketring Yu Semi. Selain itu, ada persediaan air, nutrijell, cemilan, dan kerupuk yang biasa dibikin teman makan nasi. Whahahahahah….soswiiiiiit banget acara makan siang itu. Aku uda amat banget kelaperan, ditambah eventnya rame-rame, jadi kerosone enak bangeeeeeeet,, meski sebenarnya biasa ajahhhh…

Saat makan, Rida yang siang itu ga mau makan—karena uda makan tadi pagi di kos—sempet ngerekam aktivitas kami. Video itu ternyata lucu bin ajaib, bikin cekikikan dan bikin dunia serasa sangat amat menyenangkan. Hehehe. Well, seabis makan, kami melanjutkan rute perjalanan ke tempat-tempat tua kaya terowongan dan kembali acaranya sama, FOTO-FOTO. Aku tak tau banyak tentang sejarah tempat ini. Yang pasti arsitekturnya keren gile, serasa kayak di pilm-pilm gitu. Sayang memang, ada banyak sisi di taman sari yang kurang terawat, sehingga uda beranjak sepuh dan membungkuk gitu. Kalo bangunan sejarah emang kadang bikin bingung, direparasi ntar bisa mengurangi nilai kesejarahan, dibiarin ntar malah ga kerawat. Gitulaaaaaahhh…di bangunan yang mirip terowongan itu, kami sempat kembali minta bantuan seorang pengunjung untuk memotret kami pas genap berlima belas. Meski fotonya kemudian ga apik karena pengaturan cahayanya ga beres, akan tetapi tu foto tetep oke punya laaaaaahhhh…

Dari terowongan itu, Anggun, sebagai salah satu penghuni yang pernah mengunjungi Taman Sari sebelum hari itu, mengajak kami ke sebuah bangunan tua yang lagi-lagi aku ga tau harus dibahasakan apa. Intinya, bangunan tu keren banget, meski sudah ga beraturan di mana-mana. Di tempat itu, tenaga kami uda hampir off. Temen-temen uda banyak yang mengeluh dan sudah tidak nafsu untuk berfoto-foto. Namun sebagian masih asyik berpose-pose sakarepe dewe. Aku bahkan masuk dalam list terakhir orang yang datang ke tempat parkiran untuk selanjutnya pulang. Pas itu, bertiga ma Jenghol dan bak Njes, aku masih berpose-pose seakan tiada lelah yang menghinggapi kami. Hehehe…

Abis itu, di tempat parkiran, kami menghabiskan logistik yang masih ada dan kemudian bersiap untuk pulang. Ternyata uang parkir dan uang bensin juga termasuk salah satu biaya yang ditanggung oleh pihak akomodasi dan atau transportasi. Yayayaya…senang lahhhh,,,hehehehe. Dan dalam urusan angsuran temen-temen, kami tetep mengandalkan driver yang tadi pagi bolak-balek. So itu artine, aku bisa beristirahat di masjid deket Taman Sari untuk sekalian shalat dzuhur. Sesudah semua anggota berkumpul dan telah melaksanakah ibadah shalat dzuhur (pada perjalanan pulang, kloter kedua nambah kuota satu orang, yakni Rida), kami mulai bingung mau ke mana abis ini. Mumpung ada motor, mumpung ada uang bensin, dan mumpung masih bareng-bareng. Tapi cuaca panaaaaaaaaaaaaaaaas banget waktu itu. Jadi sebelum tancap gas, kami putusin untuk langsung pulang ke kos.

Eh, gatau gimana dan kenapa, di lampu merah perempatan Gondomana, Jenghol menginstruksikan kami untuk banting setir ke Gembira Loka. Aku manut ajah, sebab tempat itu belum pernah aku kunjungi sama sekali. Rasa cape dan kantukku tiba-tiba hilang terbang entah ke mana. Dan ternyata, sampai di lokasi, udarane adem dan sejuk. Cukup tepat menjadi bargaining position bagi panas yang pagi itu amat sangat membakar..hohohho…Dan di tempat itu, aktivitas kami tetap tak berubah. FOTO-FOTO dengan tensi pedemeter yang melebihi tensi rasa lelah dan capek yang sedari tadi muncul. Pas itu, hanya satu hal yang bikin kami berhenti berpose,,yakni ketika..BATRE KAMERA HABISSS!!!!!!!! Hahahahahahahaha..Parah..parahh..

Well, anyway, epilog dari tulisan ini adalah, semoga, makrab kos masih akan menemukan seri-nya. Dan satu lagi, sajak yang sedari dulu muncul di kepalaku namun belum sempat tak tuang dalam tulisan. Sajaknya begene,,,
Jika aku masih tetap pada hatimu/dan tidak sedikitpun berkeinginan untuk pergi/hal itu sama sekali bukan tak ada yang lebih baik dan menarik dari engkau*/namun semata-mata/karena hatiku telah terambat padamu, pelabuhan terakhirku…MOKSO BANGEEEEEEEEEEEEETTTTTTT..TAPI ITULAH ADA DAN NYATANYA. I LUV MY KOZ (and my kozmate) SO MUCH VERY TOOOOOOOOOO….

*) Bangunan kos lebih bagus dan harga kos lebih murah…

0 comMentz: