RSS

Sabtu, 09 Januari 2010

Refleksi (Abis ngerjain tugas IRH)

Barangkali bener, semester lima adalah fase di mana banyak mahasiswa mengalami kesulitan yang cukup berat. Aku pribadi ternyata juga ngerasa gitu… Awalnya, aku dak bisa ikut kuliah-kuliah pertama saat masih terbaring karena typhus. Akibatnya banyak dan beruntun. Aku ketinggalan pelajaran, ketinggalan informasi, ketinggalan keterampilan, UTS jeblok, dak semangat UAS, dan lain-lain. Kedua, mungkin yang juga dak kalah berat, aku harus merelakan sebuah babak kehidupanku pergi, justeru di saat aku enak-enaknya njalani babak itu. Terlepas dari egois ndaknya aku, yang jelas aku merasa aku masih sangat amat membutuhkannya saat babak itu pergi-pergi…Ia serasa pergi pada waktu yang tepat; pada waktu aku sangat membutuhkannya. Hm..ok, stop talking about it. Aku dak mau memperperih pedih lukaku.

Salah satu hambatan yang aku temui dalam semester ini adalah minimnya keterampilanku dalam praktik-praktik yang seharusnya aku expert-in. Jadi jurusan yang aku pilih di strata satu ini mengharuskan aku untuk menguasai sederet keterampilan yang bagiku cukup bikin ribet dan dahi berkerut. Kalo aku bisa selamat dari program SPSS dan seperangkat tetek bengek statistik dengan angka-angka yang menyeramkan, ternyata aku bahkan memiliki tantangan yang tak kalah hebat. Aku harus bisa mengoperasikan bebeapa software Al-Qur’an maupun hadist demi kelancaran kuliahku. Apa itu? Banyak, ada mausuah, maktabah syamilah, alfiyah, dll yang aku dak tau. Ada juga webite yang hanya bisa diakses melalui internet, baru mau ngasih tau,

Masalah terbesarnya, aku suka hal yang simpel. Aku dak suka hal yang ribet dan bikin repot, terutama dalam hal yang dak aku banget. Nah, dalam hal ini, penelitian takhrij hadist buat aku masih terasa begitu melelahkan. Apalagi aku merasa sudah ketinggalan jauh ma temen2ku yang di pc maupun di laptopnya uda ada software yang dibutuhkan mahasiswa TH. Aku baru punya mausuah di biibii pas mau UTS kemarin. H-1 bahkan, berkat kebaikan Ndud, Humam, Iwan, Unyil, dan…Ksatria. He. Alhamdulillah sekarang aku uda lumayan bisa ngoperasiin software tu meski –sekali lagi aku masih oon—karena aku dak bisa ngetik arab…Bukan laptopku yang ndak bisa, tapi akunya yang oon. Untung ada penyelamat..Ada screen keyboard di biibii. Dak tega rasanya aku membiarkan biibii yang uda kecil tut-tutsnya tambah dipersempit dengan tempelan huruf-huruf arab. Jadi ya, bisa dibayangkan, pas mau ngetik Arab, aku harus menjadi mahluk super oon di biibii. Hehehe. Ya itu yang bikin aku malah tambah ingin menjauhi software-software yang sebenarnya adalah senjata pamungkasku.

Tapi mau dak mau, aku memang harus bergumul dengan beberapa software yang sebenarnya super canggih itu. Dan aku emang harus punya maktabah syamilah dan alfiyah, entah kapan. Karena itu demi kelncaran studiku dan demi menjaga krediibilitasku sebagai mahasiswa TH. Hohoho…Meskipun aku lebih tertartik ke wacana tafsir, tapi aku memang dak bisa dilepaskan dari yang namanya takhrij, rijalul hadist, dan lain-lain. Contohnya kemaren, pas ngerjain hadist sosial, ternyata aku berhasil menemukan ahdist yang diminta oleh silabi. Itu artinya, aku sudah punya satu pengalaman keberhasilan menggunakan software mausuah dengan pertolongan Allah saja. Hehe, tanpa pertolongan orla tentunya.

Dan kabar terbaru terjadi beberapa hari terakhir ini…Aku dan temen2 kelas dapet tugas UAS yang lumayan bikin kselek meski tetep enak makan, khususnya buat aku pribadi. Jadi tu, selama semester lima kami sekelas dak pernah dapet arahan praktik langsung tentang bagaimaa cara menyelesaikan soal itu. Bahkan kami dak pernah sama sekali ke lab. Rencanane mau ke lab pas kuliah terakhir, tapi apalah daya keadaan waktu itu tidak berhsahabt. Jadi ya, aku diem aja, membayangkan langkah-langkahnya aja aku dak bisa..Apalagi harus segera melangkah. Jadi tu tugas kerasa amat berat buat aku, juga mungkin bagi temen-temen. Meskipun toh mereka adalah orang-orang briliant yang di pc nya uda da beberapa software yang bisa diandalkan, tapi aku bisa jamin mereka semua belum memiliki pengalaman sama sekali dalam praktik yang diminta oleh pak dosen.

Jadi kalo kemudian aku gaptek masalah beginian, itu juga disebabkan karena aku doyan fb-an di lab fakultas pas MK PPM, hari Rabu siang. Msuk dari jam setengah satu pe jam setengah dua..Sedang jam satu, fb uda bisa diakses di semua UIN. Jadi walapun aku dak gitu demam fb, tapi kalo uda disuguhi online gratis, aku kewalahan untuk menolaknya. Hehehe. Lebay. Kalo dak fb-an, aku posting blog atau bahkan ym-an. Berkali-kali aku ketangkep basah ama pak dosen, tapi Egp. Fb-an mah bukan cuma aku. Tapi ya itu, sekeras mungkin aku berusaha untuk membagi dua konsentrasiku, aku tetap aja lebih dominan ke fb-ku dibanding software alfiyah—misalnya—yang saat itu lagi dibedah dak abis-abisan. Aku lupa cerita kalo pas awal-awal semester lima, kelas PPM bedah cara-cara operasi maktabah syamilah. Aku dak ikut dan otomatis aku dak tau, sebab temen2 juga dak punya catatan. Jadi komplit dech, aku dak punya aplikasinya di biibii, dan aku dak tau langkah-langkahnya.

Ok, jadi tentang cerita tugas UAS yang sama sekali asing itu, ternyata ia cukup sukses membuat aku dak nyenyak tidur…Palagi pas denger temen2 mencertakan bagaimana getir perjuangan mereka menyelesaikan tugas itu..Aku dak konsen blajar, tiba-tiba males mau ngapa2in dan malah lebih suka membayangkan, bagaimana terjalnya bukit yang harus aku daki. Aku dak maksimal belajar karena dikuasai oleh pikiran itu…Lebay banget emang, tapi itulah kenyataannya. Jadi, aku dak mau terlalu rugi karena diperbudak oleh pikiranku sendiri…Jumat sore abis bangun tidur, aku langsung tancap gas ke tempat Umi di Kotabaru. Agaknya akan lebih enak ngerjain di tempat umi. Tempatnya lebih representatif dibanding lab perpus, dan aku bisa manfaatin umi yang sudah berpengalaman banyak dalam aplikasi maktabah syamilah. Hmm…

Sampai di tempat umi, aku uda kendor duluan…saat umi bercerita banyak hal tentang getir yang ditelannya saat menyelesaikan tugas ini..Umi juga minta aku untuk menyediakan stok kesabaran yang akan menyelematkan aku dari kebosanan, kelelahan, dan keputusasaan…Dan proses pun dimulai..Umi msih bimbing aku seratus persen, sebab aku dak tau harus klik mana lalu yang mana, dan bagaimana. Lama-lama aku juga dak tega ngeliat umi telaten banget bantuin aku..Lalu aku mencoba untk mengambil alih peran umi..Itung2 biar aku tidak bergantung terus kepada orang lain..(Le, jad ngilu tow?)

Ada lima jalan yang bisa aku tempuh untuk menyelesaian tugas itu, sebab hadist yang dibebankan padaku memiliki lima perawi..Aku sudah mencoba perawi pertama (yang paling jauh dari Nabi), tapi hasilnya nihil. Aku masih sabar waktu itu..meski sudah ngedumel sendiri dalam hati (saat itu aku juga membayangkan bahwa babak itu masih tersaji di depan mata, untung aku keburu sadar lalu segera berbalik arah). Aku mencoba jalan kedua, tetap nihil. Aku tak boleh berhenti di titik itu, sebab pencarian ini belum ada apa-apanya, pikirku. Aku sibuk pos-ngapose diri sendiri sebelum akhirnya aku bersorak gembira, sebab satu jalan sudah tampak jelas di depanku. Dari jalan itulah aku mulai mencari dan terseok dalam kebingunganku. Satu persatu hubungan antar lima orang itu mulai jelas, meski aku dak harus seselektif Bukhari yang menyaratkan pertemuan, tidak hanya mu’asharah. Lagian aku dak terlalu ambil pusing dengan yang begituan, sebab uda ada keterangan jelas dan legal bahwa ada hubungan guru-murid antarbeberapa orang tersebut.

Belakangan, referensi sejarah umi yang cukup bisa diandalkan akhirnya juga menyelematkanku. Setelah aku tau bahwa Abdullah adalah putra Umar bin Khaththab, yang dalam perawi terdekat dengan rasulullah yang dalam hadist itu dibahasakan dengan IBNU UMAR. Setelah itu, kata umi, aku sudah menyelesaikan tugasku itu. Aku gembira bukan kepalang meski tidak sampai bersorak….Aku mulai kerja sekitar jam 4an, 2 jam sesudahnya tugas itu sudah kelar. Alhamdulillah banget…Allah ternyata baik banget ma hambanya yang dak karuan kayak aku ne. Berdasarkan keseriusanku yang sangat minim dalam pelajaran ini, sebenarnya sah-sah saja jika aku mendapatkan kesulitan yang cukup tremendous. Alhamdulillah once more, Allah ngasih aku kemudahan…Sesudah aku menyelesaikan tugasku, umi malah kembali kepikiran ke tugasnya yang kata dia masih ada yang perlu ditindaklanjuti. Padahal tugas tu uda terprint dengan apik. Hm..Umi..Umi…Perfeksionis banget emang orang ini…

Refleksi yang aku dapetin dari kejadian sore itu sebenarnya sederhana aja…Intine, manusia yang berguna bagi manusia lain itu keren banget. Hidupnya berarti dan namanya akan abadi. Orang yang kumaksud itu banyak, di antaranya adalah umi yang sudah berperan besar dalam proses teknin penyelesaian tugasku. Support dan kesediaannya meluangkan waktu untukku, Terimakasih, Umi…Juga orang-orang terkasih yang secara dak langsung juga membantuku…dengan doa yang tak henti. Ayah, umi, ksatria (will it be still), dll dsb. Aku pokoe luar biasa bersyukr waktu itu..Mpe aku sok lebay gitu sama Muna. Hehehe. Dan yang terkhusus, sebenernya refleksiku ini tertuju pada orang yang sudah berperan dalam menyajikan software maktabah syamilah di hadapanku dan hadapan semua akdemisi abad ini. Oalah..

Keren banget aku pikir, entah mereka tim ato bagaimana, yang jelas mereka bravo banget uda ngasih jalan kemudahan bagi penelitian-penelitian hadist ke depan. Ketekunan mereka mungkin belum sepadan dengan ketekunan ulama klasik yang sampe harus berkelana ke mana-mana, misalnya aja dalam disiplin rijalul hadist. Tapi komposer software ini juga dak kalah keren, meski porsinya beda…Sebab ahli TI ini upayanya lebih ke arah mensistemasi khazanah-khazanah yang masih tercecer, dan kemungkinan besar akan sulit terakses jika tidak ada sistemasi dan pengemasan yang demikian. Apalagi untuk kajian hadist misalnya, referensi-referensi utama dalam kajian hadist dalam bentuk hard copy khan emang uda terbatas dan sulit diakses. Jadi, mereka ne hebatnya karena melakukan upaya konkret dalam melestarikan dan memelihara khazanah-khazanah yang tak ada bandingannya ini…

Juga kepada pengarang kitab-kitab yang ada di maktabah syamilah. Versi terbaru aja ada 14 GB. Ada berapa kitab gitu…yang jelas, ketangguhan mereka uda banyaaaaaaaaaaak banget ngasi manfaat ke generasi penerusnya. Selain –kalo mau su’udzzan—alasan popularitas, untuk apalagi mereka mati-matian memperjuangkan cita-cita untuk menulis sebuah kitab? Kalo bukan untuk menjaga kesucian hadist nabi? Kalo bukan agar muslimin dak sembarangan make hadist Nabi? Beh..yang jelas so sweet banget pokoe..Aku dak bisa bayangkan bagaimana capenya mereka menjalani semua proses itu…Eh, malah aku yang uda enak-enakan tinggal akses di depan komputer, di fakultas bahkan sudah ada labnya, teteeeeeeeeeeeep aja males-malesan dak mau sadar diri dan menyadara keberadaanku.

Hfffffffffffff…sampai di sini mungkin aku merasa guilty ya…Sekaligus, aku juga ingin bertanya pada diriku sendiri, dunia bisa mengenang aku dari apa? Sebenere dak usah terllau muluk-muluk sich, aku lebih enjoy melakukan apa yang bisa aku lakukan saat ini dengan keadaan dan keterbatasanku. Tapi aku masih sangat was-was, khawatir, ato apalah namanya, jika aku tak bias meninggalkan apapun yang bisa berguna bagi siapapun yang masih hidup setelah aku mati nanti. Ya, semoga saja kewas-wasan ini cukup memotivasiku..

Sebab, kalo orang lain bisa, masa aku nda?

1 comMentz:

Anonim mengatakan...

selalu melakukan yang terbaik sesuai kemampuan kita, senantiasa menjaga tapak langkah dalam meraih cita-cita, dan tak pernah berhenti berdoa. nanti akan ada hal baik yang bisa kita tinggalkan. Just keep your spirit high!!