Ada banyak hal yang berubah sejak SIM regularku hilang beberapa waktu lalu...Aku sengaja mengulur waktu untuk kembali menggunakannya ...Di samping memang ada beberapa pertimbangan yang cukup logis. Kehilangan sudah pasti, apalagi aku telah menggunakannya sejak dua tahun terakhir dan mati-matian meredam keinginan untuk gantu SIM baru saat terbanjiri oleh iklan dan promosi gemerlap kaum kaplitalis seluler.
Namun, agaknya momen ini haruslah benar-benar menjadi minggu tenang untukku, sejenak rehat untuk mengistirahkan segala rutinitas seluler yang telah biasa mengisi beberapa ruang waktuku. Kenangan dan monolog yang kerap aku lakukan dengannya sering terekam dan terkembang dalam ingatanku, tanpa pernah seikitpun aku minta. Kadang sebelum tidur, aku hanya membayangkan, ada beberapa orang, teman, keluarga, rekan, atau sekadar orang iseng yang kecewa saat tak dapat meghubungiku lewat nomor itu...
SIM itu telah cukup mengenalku, sedalam curam jurang. Aku pernah melewatkan waktu berasamanya, belajar mengenai hidup dan tiadanya keabadian. Aku pernah menangis bersamanya, saat kemudian tahu bahwa ada banyak catatan sejarah yang tak pernah terekam. Ya, tak jauh beda dengan salah satu kalimat ra faizi, ‘anyir bacin penghianatan’... Namun ia tetap menguatkan aku untuk berdiri memperjuangan keabadian yang hingga kini susah payah aku tegakkan...Tapi jangan salah, aku juga sering tertawa bersamanya, menyuarakan gelak pada lakon-lakon yang terkadang artifisial ataupun segala hal yang membawaku melambung...
Aku kemudian teringat salah satu judul lagu Letto, ‘memiliki kehilangan’..dua kata yang tidak pernah bisa terlepaskan dari kehidupan seseorang..Memiliki kehilangan sama saja dengan mengatakan, “kehilangan” atau “kehilangan (hak dan kesempatan untuk) memiliki”. Dan aku saat ini tengah sadar bahwa selain kehilangan SIM itu, aku juga telah lama kehilangan banyak hal dalam hidupku. Utamanya waktu sedetik lalu; yang tak akan pernah bisa aku gulirkan lagi...
Dan yang ingin seadar aku tuliskan sebagai epilog dalam tulisan ini adalah bahwa...aku tidak tahu ending dari cerita SIMku, namun...apapun rupanya, aku ingin tetap menyejatikan inginku tentang keabadian yang terekam dalam setiap incinya...