Aku akan mulai UAS akhir bulan ini, tepatnya tanggal 28 Mei. Selese UAS pastinya awal Juni. Sebelum tanggal sepuluh tentu. Abis UAS, aku akan tau IP-ku semester ne berapa. Decrease dan increasenya aku yang nentuin. Kalo aku mau maju, aku pasti bisa naekkin IP-ku. (tapi malesnya itu loch…hehe..Ini mah bukan masalah yang perlu highlighted, kata bu Inayah,,)
Oya, ngomong tentang akademik, tadi siang aku sempet liat pemandangan abis wisuda di kampus…Biasalah, orang berlalu lalang, sibuk-sibuk sendiri, panas-panas sendiri, petugas kemananpun juga dak jauh beda. Aku malah tambah ramein suasana denga ikut-ikutan sok sibuk dan madati jalan…dengan satu niat..Cari sinyal wi-fi untuk bisa online…
Yang ingin aku ceritain bukan suasana itu, bukan pula petulanganku hingga berhasil mencari area yang enak dan bikin aku nyaman online-an di sana. Aku lebih tertartik dengan ritual wisuda…Aku melihat wajah wisudawan yang tampak paradoks dan bermakna ganda; di satu sisi mereka bersyukur karena uda berhasil (secara teoretis) menyelesaikan jenjang pendidikan, namun di sisi lain mereka juga takut tidak bisa membuktikan gelar yang sejak saat itu telah lekat di belakang nama mereka. Mudahnya, mereka takut belum siap menjadi seorang manusia mandiri, tanpa ketergantungan ekonomi pada orang tua, menghidupi diri sendiri, memiliki skill yang memadai, t4 kerja yang enak, dll dll. Dan wajah kedua itulah yang kurasa palig dominan di wajah mereka…
Barangkali, mereka sedikit terporovokasi dengan data (yang mungkin cukup bisa dipertanggungjawabkan validitasnya) PENGANGGURAN TERDIDIK alias jebolan PT-PT di seluruh Indonesia yang jumlahnya terus menanjak dari waktu ke waktu…Mereka takut menjadi bagian dari pengangguran terdidik tersebut…Mereka khawatir kehadiran mereka akan menambah jumlah yang sudah membengkak tersebut…
Ya, tapi semua pandangan dan pemikiran ini murni dari opiniku…Dan sampel yang aku gunakan pun kurang begitu representatif. Namun aku yakin, aku bisa memperkirakan monolog apa yang tengah riuh di otak dan hati mereka. Bisa bayangin, berapa uang orang tua dan uang negara yang diinvestasikan untuk melahirkan anak-anak bangsa yang kompeten. Bisakah investasi tersebut berbuah keadaan yang sedikit lebih baik? Berapa tetes keringat dan airmata yang telah jatuh untuk menebus sebuah gelar? Namun bisakan gelar tersebut melunasi semua keringat dan airmata yang terlanjur jatuh??
Ya, seperti kata ksatria, ketika tali topi wisuda itu masih berada di sebelah kanan, pemakai topi itu mungkin akan merasa kebanggan tak terperi; berhasil melewati beribu malam-malam melelahkan, namun saat tali itu dipindah ke posisi kiri, maka yang paling bergelayut dan berat di pundaknya bukanlah apa-apa..Namun beban, kekhawatiran, was-was, dan semuanya…
So, gimana donk? Apakah aku harus menunda-nunda waktu wisuda sebelum aku merasa benar-benar siap dengan gelar itu? Oh…Tentu tidak, yang pasti, jika boleh aku merancang peta masa depan, aku ingin menyelesaikan studiku dengan cepat dan keren. Sebab siap-tidak siap adalah hal yang sangat relatif. Yang perlu aku lakuin sekarang adalah mempersiapkan diri..mempersiapkan dan merancang masa depanku sendiri…Dak usah muluk-muluk, yang penting kerjakan dan berikan yang terbaik…Kalopun aku mengagumi orang lain, toh pada akhirnya aku hanya akan menjadi diri sendiri…Bukan mereka yang kukagumi, bukan mereka yang tidak sama sekali kukagumi. Jadi cerita-cerita yang menyenangkan dan kurang menyenangkan dari orang lain sekadar akan menjadi bahan renungan saja…Untuk diambil pelajaran.
Sebab, diakui atau tidak, pengalaman membuktikan bahwa orang yang cepat wisuda dak berarti dia intelek atau karena tekun, dan orang yang dak cepet wisuda pun dak selalu terdiri dari orang yang males dan kurang intelek. Dak gitu…Jika ada orang yang bilang kayak gitu, aku bilang itu salah besar..Sebab, keputusan untuk segera wisuda cepat sangat dipengaruhi oleh pandangan seseorang terhadap rutinintas akademik ini…Mana keren coba, mahasiswa yang lulus 4tahun dengan Fayyadl yang walaupun mpe sekarang belum wisuda, tapi namanya uda mendunia? Mana keren mahasiswa yang cepet lulus dengan K. Mustov yang kuliah S-1 10 tahun tapi berhasil mendorong banyak orang untuk terus menulis dan namanya pun sudah marketable di media-media? Mana keren? So pasti kerean Fayyadl dan K. Mustov lach…
Tapi lain lagi ceritanya kalo kuliah dak kelar-kelar tapi juga dak produktif, dak tekun, dan ngembangin skill..terus kerjaannya cuma ngabisin uang kiriman orangtua, kongkow, dan idup ga jelas. Yang pasti buat aku, ini pemandangan yang sangat mengenaskan dan menggetirkan..Semoga aku, semalas apapun aku, dak mpe segitunya…
Tapi persamaan antar dua golongan yang sama-sama telat wisuda ini…adalah…He, terancam DO alias DROP OUT..Deuh..jangan, dong..sayang khan, perjuangan yang selama ini uda dibayar untuk menebus sebuah gelar, belum lagi uang, belum lagi dak enaknya Ospek, dak enaknya ngerjain tugas yang bejibun, dll dll. Kalo DO resmi diturunin, gagal dwonk, proyek bikin apartemen gede yang dibangun sejak beberapa tahun…Tapi kendari gitu, masih mending yang pertama..Karena masih ada yang mereka andalin. Lha yang kedua? Mereka dak s4 nemuin dan ngembangin potensi sehingga…ya gitu dech..
Ya, semua kembali pada selera dan kecendrungan pribadi..Bagaimana mereka memandang sebuah kehidupan dan segala serba-serbinya…Tujuan kuliah, target kulaih, target idup, idelisme pribadi, balas jasa pada ortu, dan hal-hal lain yang mungkin akan membentuk sebuah jaring-jaring dilema. Dan pertanyaannya adalah, bisakah aku bisa wisuda? Memperolah gelar? Kapan? Bagaimana aku mendapatkannya? Dan yang terpenting, apakah aku bisa mempertanggungjawabkan gelar yang akan melekat di belakang namaku?
Ah, Tuhan..Rengkuhlah harap dan pintaku,,,
0 comMentz:
Posting Komentar