Hidup tak hanya butuh puisi, namun juga nasi
Itu kata Fayadl. Dan aku membenarkan ucapannya. Meski mungkin, kami berbeda; karena dia baru menyadari hal itu setelah karir kepenulisannya sukses dan akan memasuki gerbong kereta berikutnya; yang mungkin eksekutif dan limited edition dengan beberapa kriteria khusus yang pastinya lebih sulit. Namun aku bukan Fayyadl. Aku berbeda dengannya karena aku menyadari hal itu sejak awal; bahkan sejak aku menginjakkan kaki di kota ini dan mulai mengerti bahwa kota tak selamanya memberikan mimpi indah untuk sebagian orang; termasuk aku. Memang bukan baru sekarang aku menyadari bahwa karir kepenulisanku agaknya hanya akan menjadi renungan mimpi yang tak kunjung berkesesudahan. Lagi-lagi karena aku terlalu pintar membuat alasan untuk menjauhi aktivitas yang sebelumnya sempat aku jadikan candu....
Semua berlari dan aku masih merangkak sendiri...Aku baru sadar bahwa ternyata aku telah tercetak menjadi seorang akademisi yang kaku dan tidak bisa betah berlama-lama dengan buku. Aku tertinggal dari laju dunia dan aku terasing, tersisih, dan termarginalkan oleh pikiran dan perasaanku sendiri. Namun buru-buru aku sadar, bahwa ritme hidup masing-masing orang tidaklah, sama. Dan aku masih mencari siapa dan bagaimana diriku sebenarnya....Jadi, aku pikir, jalan terbijak adalah menikamti laju waktu dan memberikan sepenuh usaha dan upayaku terhadap hal yang tengah aku hadapi. Kuliah dan mimpi untuk mandiri; meski aku masih tak tahu bagaimana caranya...
Aku seringkali rindu pada kertas dan pena; yang dulu seakan tak bisa dipisahkan dari sibuk dan padatnya jadwalku. Aku merasa malu melihat tumpukan diary yang sekarang hanya bisa memberikan senyuman yang kecut dan menusuk sendi hatiku. Aku masih merindukan komentar dan pujian teman-teman yang berdecak (meski tidak untuk kagum) saat aku menunjukkan bahwa ada banyak waktu yang berhasil aku taklukkan dengan tulisan dan catatanku...Aku rindu puisi yang dulu selalu kutulis dengan inspirasi yang seakan tak pernah habis...Aku rindu petualanganku memilih diksi yang bagus tanpa mengacuhkan rima..Aku rindu semua...
Ah, semua hanya akan memberikan referen pada sebuah tempat bernama Nurul Jadid. Aku membuat puisiku sendiri, mengadilinya sendiri, dan memabanggakannya sendiri. Tidak ada yang menseriusi puisiku selain aku seorang diri. Keadaan yang berbeda ketika aku masih kerap menggelar pengadilan puisi dengan lora Faizi. Jika membahas hal ini, aku akan membayangkan sejuta kekecewaan guru dan orang-orang yang sempat menitip harap agar aku menseriusi karir kepenulisanku...Lora Faizi, Bunda Haniah, Mom Fadlilah, Ksatria, Cak Tabri, Bak Phie, Aniq, dan semua orang yang tak akan bisa aku sebut di sini....
Dulu puisi seakan menyaingi nasi sebagai kebutuhan pokokku. Ada rindu dan alasan tak penting lain yang membuatku merasa harus menulis puisi untuk mengalirkan seperempat dari rasa yang menderaku.. Aku akan berkelana mencari tempat seramai apapun untuk memastikan bahwa puisiku tak lahir dari kesendirian dan kesepian; namun dari kebisingan yang masih mendaulatku budak rindu..dari berjuta godaan yang memaksaku untuk kukuhkan setia dan harapanku pada ksatria saja...
Aku tak tau kapan bisa memulai menaklukkan waktu dan kembali menulis puisi...Aku hanya merasa telah tertinggal jauh dan harus secepatnya berlari...
Aku tidak tahu kapan,
;namun aku akan datang menemuimu kembali
yakinkamu bahwa perjanjian kita
malam itu belum sepenuhnya aku ingkari..
dan aku akan mengobati sekujur luka dan kecewamu...
Trust me ...
I REALLY MIZZ U ALL...
Wait me there dan jangan beranjak dahulu..
Semua berlari dan aku masih merangkak sendiri...Aku baru sadar bahwa ternyata aku telah tercetak menjadi seorang akademisi yang kaku dan tidak bisa betah berlama-lama dengan buku. Aku tertinggal dari laju dunia dan aku terasing, tersisih, dan termarginalkan oleh pikiran dan perasaanku sendiri. Namun buru-buru aku sadar, bahwa ritme hidup masing-masing orang tidaklah, sama. Dan aku masih mencari siapa dan bagaimana diriku sebenarnya....Jadi, aku pikir, jalan terbijak adalah menikamti laju waktu dan memberikan sepenuh usaha dan upayaku terhadap hal yang tengah aku hadapi. Kuliah dan mimpi untuk mandiri; meski aku masih tak tahu bagaimana caranya...
Aku seringkali rindu pada kertas dan pena; yang dulu seakan tak bisa dipisahkan dari sibuk dan padatnya jadwalku. Aku merasa malu melihat tumpukan diary yang sekarang hanya bisa memberikan senyuman yang kecut dan menusuk sendi hatiku. Aku masih merindukan komentar dan pujian teman-teman yang berdecak (meski tidak untuk kagum) saat aku menunjukkan bahwa ada banyak waktu yang berhasil aku taklukkan dengan tulisan dan catatanku...Aku rindu puisi yang dulu selalu kutulis dengan inspirasi yang seakan tak pernah habis...Aku rindu petualanganku memilih diksi yang bagus tanpa mengacuhkan rima..Aku rindu semua...
Ah, semua hanya akan memberikan referen pada sebuah tempat bernama Nurul Jadid. Aku membuat puisiku sendiri, mengadilinya sendiri, dan memabanggakannya sendiri. Tidak ada yang menseriusi puisiku selain aku seorang diri. Keadaan yang berbeda ketika aku masih kerap menggelar pengadilan puisi dengan lora Faizi. Jika membahas hal ini, aku akan membayangkan sejuta kekecewaan guru dan orang-orang yang sempat menitip harap agar aku menseriusi karir kepenulisanku...Lora Faizi, Bunda Haniah, Mom Fadlilah, Ksatria, Cak Tabri, Bak Phie, Aniq, dan semua orang yang tak akan bisa aku sebut di sini....
Dulu puisi seakan menyaingi nasi sebagai kebutuhan pokokku. Ada rindu dan alasan tak penting lain yang membuatku merasa harus menulis puisi untuk mengalirkan seperempat dari rasa yang menderaku.. Aku akan berkelana mencari tempat seramai apapun untuk memastikan bahwa puisiku tak lahir dari kesendirian dan kesepian; namun dari kebisingan yang masih mendaulatku budak rindu..dari berjuta godaan yang memaksaku untuk kukuhkan setia dan harapanku pada ksatria saja...
Aku tak tau kapan bisa memulai menaklukkan waktu dan kembali menulis puisi...Aku hanya merasa telah tertinggal jauh dan harus secepatnya berlari...
Aku tidak tahu kapan,
;namun aku akan datang menemuimu kembali
yakinkamu bahwa perjanjian kita
malam itu belum sepenuhnya aku ingkari..
dan aku akan mengobati sekujur luka dan kecewamu...
Trust me ...
I REALLY MIZZ U ALL...
Wait me there dan jangan beranjak dahulu..