RSS

Senin, 29 Desember 2008

Ending Sebuah Penantian Panjang..

Masih segar di ingatanku bagaimana aku menulis bahwa menunggu ternyata sangatlah duri, menusuk dan melumpuhkan...Namun semua aral dan lelah menunggu akan terbayar lunas dan tergantikan manakala hal yang ditunggu telah tiba...ketika ia telah nyata dan tidak lagi maya..
Seperti halnya orang yang berpuasa, seharian ia menelan lapar dan haus, dan membungkam lelah dan lemas. dan semua nyeri serta sakit itu akan terlunasi saat ia berbuka puasa...Segala kelam seakan tak pernah ada manakali ia mengamini janji fajar yang akan selalu menemui matahari dan bumi...
Maka berbahagialah...karena kita masih memiliki banyak hal yang dapat kita tunggu,
yang dapat kita harapkan, dan dapat menegakkan kaki kita saat ada tulang yang mulai merapuh...
Dan jangan hanya bisa menunggu dan berharap
;aturlah dunia sedemikian rupa
agar hal yang kita tunggu dan kita harapkan
segera meringkuk dalam pandang...
Terimakasih, Tuhan..
Karena kau telah mendatangkan maya yang selama ini mengawang-awang...
dan...
;perkenankan aku menjaganya...
dan mengakhiri eleginya yang tak kunjung berkesesudahan.

Sabtu, 27 Desember 2008

MEMILIKI KEHILANGAN

Ada banyak hal yang berubah sejak SIM regularku hilang beberapa waktu lalu...Aku sengaja mengulur waktu untuk kembali menggunakannya ...Di samping memang ada beberapa pertimbangan yang cukup logis. Kehilangan sudah pasti, apalagi aku telah menggunakannya sejak dua tahun terakhir dan mati-matian meredam keinginan untuk gantu SIM baru saat terbanjiri oleh iklan dan promosi gemerlap kaum kaplitalis seluler.

Namun, agaknya momen ini haruslah benar-benar menjadi minggu tenang untukku, sejenak rehat untuk mengistirahkan segala rutinitas seluler yang telah biasa mengisi beberapa ruang waktuku. Kenangan dan monolog yang kerap aku lakukan dengannya sering terekam dan terkembang dalam ingatanku, tanpa pernah seikitpun aku minta. Kadang sebelum tidur, aku hanya membayangkan, ada beberapa orang, teman, keluarga, rekan, atau sekadar orang iseng yang kecewa saat tak dapat meghubungiku lewat nomor itu...

SIM itu telah cukup mengenalku, sedalam curam jurang. Aku pernah melewatkan waktu berasamanya, belajar mengenai hidup dan tiadanya keabadian. Aku pernah menangis bersamanya, saat kemudian tahu bahwa ada banyak catatan sejarah yang tak pernah terekam. Ya, tak jauh beda dengan salah satu kalimat ra faizi, ‘anyir bacin penghianatan’... Namun ia tetap menguatkan aku untuk berdiri memperjuangan keabadian yang hingga kini susah payah aku tegakkan...Tapi jangan salah, aku juga sering tertawa bersamanya, menyuarakan gelak pada lakon-lakon yang terkadang artifisial ataupun segala hal yang membawaku melambung...

Aku kemudian teringat salah satu judul lagu Letto, ‘memiliki kehilangan’..dua kata yang tidak pernah bisa terlepaskan dari kehidupan seseorang..Memiliki kehilangan sama saja dengan mengatakan, “kehilangan” atau “kehilangan (hak dan kesempatan untuk) memiliki”. Dan aku saat ini tengah sadar bahwa selain kehilangan SIM itu, aku juga telah lama kehilangan banyak hal dalam hidupku. Utamanya waktu sedetik lalu; yang tak akan pernah bisa aku gulirkan lagi...

Dan yang ingin seadar aku tuliskan sebagai epilog dalam tulisan ini adalah bahwa...aku tidak tahu ending dari cerita SIMku, namun...apapun rupanya, aku ingin tetap menyejatikan inginku tentang keabadian yang terekam dalam setiap incinya...


Jumat, 26 Desember 2008

Maka bersyukurlah...

Pagi ini aku bertemu dengan seorang sahabat berkat kecanggihan jaringan seluler. Lama tak berbincang dengannya, namun belum ada banyak hal yang berubah darinya. Mungkin dia juga merasakan tak ada yang mengherankan dalam diriku. Ritual kami tetep sama, membincangkan kehidupan masing-masing; kuliah dan asmara. Selalu tak jauh dari kedua terma itu.

Dan akupun tau, dia tengah tersenyum di seberang sana..Mendapati ceritanya tak jauh berbeda dengan hikayatku...Aku tak berniat mengatakan banyak hal, karena yakin dia sudah tahu jalan pikiran dan solusi yang mungkin sudah bosan ia dengar dariku tiap kali mengadukan gelisahnya...Namun ia selalu menghargaiku, sebagai temannya, tempat ia berbagi. Seperti aku juga selalu memuarakan kesah lelahku padanya...

Kadang aku menyimpan dan membungkam iri padanya, sejak dulu hingga kini, karena dia punya keadaan yang –dalam pandanganku- lebih baik dariku. Dia bisa konsentrasi kuliah tanpa harus memikirkan trik-trik bagaimana bisa bertahan hidup di negeri orang. Bagaimana agar masih bisa makan esok hari. Bagaimana mensiasti kekurangan referensi pribadi. Keinginannya bisa segera terpenuhi oleh orangtuanya dan dia tidak perlu terlalu lama bermimpi, dalam masalah materi..

Namun aku juga tahu, perjalanan setiap manusia berbeda, begitu juga dengan dinamika dan proses kedewasaan mereka. Dan di sini, bersyukur adalah suatu solusi yang meski klasik, namun esensinya tidak tergerus zaman. Bersyukur, dalam pandanganku, bisa mencerahkan pikiran dan membukakan hati kita bahwa keadilan Tuhan bukanlah tidak (atau belum) ada, hanya mata manusia terlalu kotor untuk bisa melihatnya.

Jadi kadang, aku memaksakan hatiku untuk bersyukur dan tetap tersenyum, saat hidup kadang hampir mencekik dan melumpuhkanku...Aku membuat, bahkan hingga mendaftar hal-hal yang baik dari keadannku agar aku tidak hanya melihat sisi gelap dalam hidupku...Dari sini yang paling penting adalah tidak malu mengakui kelebihan kita; asal proporsiona dan bisa dipertanggngjawabkan...Atau jika tidak begitu, aku akan membayangkan dan mendaftar kejutan-kejutan Tuhan yang akan diperlihatanNya padaku...dengan itu aku tak lagi merasa ringkihku semakin pengap. Namun ajaibnya, segala keterpaksaan dan rekayasa itu membawaku pada sebuah hal yang tidak artifisial, suatu hal yang tak pernah aku bayangkan.

Akhirnya aku berkesimpulan bahwa tak ada yang perlu disesali; apapun kekurangan yang dimiliki. Yang etis untuk dilakukan adalah memperbaiki kekurangan tersebut...Dan ketika mulai teringkihkan oleh serbuan-dakwaan hati tentang kekurangan kita, ingatlah beberapa hal indah yang pernah tuhan berikan...Ingatlah orang lain yang tidak memiliki dan pontang-panting mendapatkananugerah yang sudah tergenggam..Kalo perlu bermonologlah dengan kertas atau pada kesepian...

Dan satu hal yang pasti, jangan biarkan angerah itu lari...

Untuk Ryleea
;yang memberiku satu pelajaran lagi...
hari ini..
dan untuk temen2 MAK firzt generation...
Mizz u all...