Buat aku dulu, weekend atau akhir pekan yang amat sangat ditunggu adalah hari Kamis dan Jumat. Pada dua hari itu, kegiatan di pondok biasanya tidak akan semembosankan hari-hari biasa. Ga da sekolah, ga ada jam belajar, ga ada jadwal kursus dan les, ga ada pengajian, dan semuanya free-free. Bebas mau ngapain ajaaaaaaaaaahhh…Ya, meski memang, di akhir pekan itu, aku biasane sulit untuk bisa bebas dari apa yang bernama piketan. Hmmmmm….Ya karena memang begitulah porsinya.
Naaaaaaaaaaahhh, sejak kuliah, ada shifting paradigm di sini. Hehehe. Maksudnya adalah pergantian atau pergeseran jadwal weekend. Hari yang kutunggu-tunggu semenjak menjadi mahasiswa adalah hari Sabtu dan Ahad, tidak lagi hari Kamis dan Jumat. Sabtu-Ahad kuliah libur, jadi aku bisa sesuka hatiku membuat skejul dan berselancar ke mana-mana tanpa harus berkompromi dengan jadwal kuliah. Dan lagi-lagi hal yang sama terulang, weekend kerap banyak kuhabiskan dengan aktivitas nyuci-nyetrika-bersih-bersih; tugas yang sering terbengkalai karena padatnya jadwal perkuliahan.
Namun kali ini ada yang beda. Weekend pertama di bulan Oktober ini benar-benar bikin hepi..Sabtu-Ahad aku aktif di jalan alias jalan-jalan dan tidak mendekam di kos, seperti yang biasa kulakukan. Pas hari Sabtu, aku ikutan temenku (namnya Unyil) dan mbak-mbaknya untuk attending international seminat at Muhammadiyah university of Yogyakarta. Hohohohoo..Maksude untuk ikutan seminar internasional di UMY. Cerita berawal ketika pas hari Kamis, di siang yang terik, aku lagi kebagian shift untuk jemput Unyil di rumahnya, sebab jam setengah 1 pas itu kami berdua ada kuliah. Setelah menghubungi dosen yang bersagkutan dan beliau bilang tengah berada di Jakarta, kami berdua pun kegirangan dan menghabiskan spare time itu dengan rujak party; bertiga ma mba’e Unyi, mba Intan. Dari forum itu, Unyil ngajak aku untuk ikutan acara yang akan digelar hari Sabtu itu. Aku belum berani mengiyakan, cuma emang pas denger kata ‘internasional’, aku sudah tertarik.
Mengapa begitu? Alasan yang paling utama dan terdepan adalah karena aku belum pernah mengikuti seminar internasional. Jadi, penasaran ajah kayak apa format acarane. Samakah dengan seminar-seminar yang biasa aku ikuti di teat perpus? Atau ada yang berbeda? Kalo ada, terus bedanya apa? Hmmmmm….Trus, ini lagiiiii…alasan pragmatis. Dapet sertifikat. Beeeeeh..Akan sangat ok tu, namaku terpampang di sertifikat seminar internasional. Event pertama pulaaaaaaaa…Transport gratis pula…Hehehehehe…
Ok, berangkat dari beberapa alasan itu dan keadaan yang tengah berbaik hati padaku, siang yang cerah itu, Unyil datang menjemputku ke kos setelah aku makan dan mandi seadanya. Hehehehe. Sempat keburu-buru juga, tapi ternyata sampae tempate Unyil, aku masih bisa berleha-leha melewatkan waktu dengan bersantai. Mba’e Unyil yang pertama, Mb Dhian, pas itu lagi sibuk ngubungi beberapa nomor di hapenya untuk menangani masalah akomodasi alias penjemputan bernama kendaraan taksi. Namun, hambatan pertama hari itu, tak ada taksi yang bisa menjemput penumpang di daerah Banguntapan barat (daerah rumane Unyil) dalam waktu tidak lebih dari 1 X 30 menit. Pas itu uda jam setengah sepuluan, dan acara mau dimulai jam sepuluh. Aku bisa baca pas itu Mba Dhian cukup panik, biasalah dikejar waktu. Tapi akhirnya dia tersenyum dan segera mengistruksikan aku, unyil, dan bk intan untuk segera bersiap berangkat. TAPI PAKE MOTOR, MASIH BUKAN TAKSI…
Seperti biasa aku bonceng Unyil. Di perjalanan itulah aku baru faham mengapa kami berempat masih terlebih dahulu harus make motor, mau ke mana kami, dan hal-hal lain yang lima menit sebelumnya masih membingungkanku. Namun sayangnya, tak sempat aku berpikir banyak hal dan menikmati jalan di Sabtu yang indah itu, hujan datang ga pake permisi ga paket peluit petir, SAMA SEKALI. Langsung deras mengguyur. Mau ndak mau kami berempat dan beberapa pengguna sepeda motor masih harus berteduh di pinggir jalan. Ada yang mau mengenakan jas hujan terlebih dahulu dan kemudian melanjutkan perjalanan atau sekadar menunggu hujan reda karena emang ga bawa jas hujan. Sayangnya, aku tak bawa jas hujan. Jadiiiii,,,di tengah kesialan itu, aku masih berlindung pada aji kemujuran minimalis. Mengenakan setelah celanan jas ujan unyil yang berwarna kuning ngejreeeeeeeeeng dan difitkan dengan dua lenganku. Minimal, tak basah terlalu komplit laaaaaaaaaahhh..Mb dhian dan mb Intan juga tidak jauh berbeda. Mereka berdua hanya menggunakan satu jas ujan yang dibuat berdua…Kami berangkat kembali…
Di jalan, ujan masih turun dikit-dikit meski tak sederas pas pertama tadi. Tapi ya tetep ajah, kami semua basah kuyup. But show must go on, kaidah ini terutama berlaku pada bk Dhian yang jadi sahibul bait acara yang akan kami hadiri itu. Proctive belt-nya adalah…KAMI HARUS MENGGANTI KOSTUM YANG UDA BASAH DENGAN KOSTUM YANG MASIH KERING. Andai aja aku ga bareng sama mereka, aku pasti ga akan susah-susah ganti kostum. Toh ntar juga nae mobil dan akan digaringkan oleh waktu dan angin. Tapi keadaannya berbeda. Karena pas itu aku berada dalam sebuah rombongan yang semua anggotanya pada mau ganti kostum, akhirnya aku manut juga. Tapi, kostumnya siapa????
Aku juga ga habis pikir dan ga pernah bisa membayangkan, kalo aku akan meminjam pakaian orang yang bener-bener fresh know alias BARU PERTAMA KENAL, dalam keadaan yang super duper darurat lagi. Tapi memang, kenyataan tidak bisa disimetriskan dengan bayangkan. Setingnya di tempat kose Unyil yang dulu, yang juga bersebelahan dengan kediaman si nara sumber seminat. Dan saat itu, aku tidak punya banyak waktu untuk berbasa-basi dan bersungkan-sungkan. Mantan kosmate Unyil yang juga akan ikut di acara itu dengan sigap dan tanpa ragu mengeluarkan seperangkat pakaiannya dari dalam lemari bajunya dan menyuruh kami berempat untuk segera memilih kostum baru. Bener-bener tak da waktu untuk berbasa-basi. Wis tumpek blek, semuanya pada ganti pakaian, dandan, pake jilbab, dan akhirnyaa…semua beres. Tinggal berangkat. Taksi yang sedari tadi menunggu di luar pager juga mungkin uda kesemutan nungguin kami kelamaan, bahkan sebelum aku dkk dateng. Aku bahkan tak sempat bercermin dan menertawai diri sendiri, betapa oonnya aku saat itu, dengan kostum itu, dengan kelelahan itu, dan dengan semua yang berujung pada tajuk, HARI YANG ANEH.
Wis, lunga. Di depan, si sopir bersanding dengan si narasumber mantan tetangga kose Unyil yang bernama M.A.B.E.L , bule asal Amerika Latin. Aku merasa sulit untuk mengingat nama bule ini. MABEL, MABEL, entah tulisannya bener apa ngga. Yang jelas, aku menggunakan kata FABEL (cerita binatang) untuk mengingat nama bule ini. Fabel lebih akrab di telingaku, sehingga kemungkinan besar aku akan lebih mudah mengingat nama ni bule dengan wasilah fabel. Tapi dasar akunya yang lola, di akhir acara seminar, saat aku kembali mengingat-ingat nama bule ini, yang keluar dari otak dan mulutku malah BAWEL. Hahahaha. Bk Intan cekikian sambil memberitauku nama si bule yang bener. MABEL, bukan BAWEL. Abis ampir sama seiiiiiiiii…(Nyambung lagi ke yang di atas), dan di belakang, tumpek blek, aku, unyil, mb ient, mb dhie, dan si mantan kosmate unyil yang ternyata bernama mb ncet.
Dan di acara, semua berlangsung seperti biasa. Meski sempat berkecil hati karena ga dapat gud seat (baca: ga kebagian kursi karena terlambat), akhirnyaaaaaaaaa…I got a good seat. Yauda, dengerin ajah..sambil sesekali ketawa dan mengerutkan alis. Jadi tema seminar pagi itu adalah perbandingan kultur Mesir dan Columbia. Abis presentasi, forum langsung ditutup tanpa ada sesi dialog. Mungkin formatnya memang begitu, atauuuuu..karena diburu waktu. Entahlah, yang jelas dan pasti kebenarannya, aku dapat privelege tiket free dengan hanya menggunakan password, “adknya mb Dhian”. Hohohoho..So swiiiiiiiiiiiiit…Tak perlu identifikasi sidik jari. Cukup dengan kalimat singkat yang bertuah..
Ya, itulah cerita singkat tentang seminar internasional pertama yang aku ikuti, plus juga tentang kunjungan pertama ke UMY. Hehehehe. Jane aku sering muter2 di wilayah Gamping ne, tapi baru ini ada takdir untuk masuk ke PT yang—kata Mada—adalah PT dengan biaya termahal se-Jogja. Wallahu a’lam laaaaaaaaaaaaaaaaaaahhh…Kesannya gado-gado lah, tapi aku banyak mendapatkan pengalaman dan input baru laaahh..meski tak harus aku tulis di sini. Dari dua pembicara, aku lebih ngeh terhadap pembicara pertama, karena dia adalah native Mesir yang bukan Englishmen asli. Dalam arti, bahasa Inggrisnya masih amat banget bisa dimenegerti. Cukup berbeda dengan si Mabel yang logat Spanyolnya masih amat banget kental. Aku berulang kali cekikian saat mendengar Mabel mengucapakan A LOT [Inggris, banyak] (dengan bacaan Indonesia, sehingga kedengeren seperti dia bilang alot). Waaaaaaahhh..aku malah uda lupa ma nama si pembicara pertama. Intine dia tu orang Mesir yang idungnya mancung plus merasa sangat bangga sekali karena bisa berbahasa Jawa kromo injil. Hohohoho, seperti itu pula juga mungkin, rasanya, saat aku bisa ngomong ma bule dengan bahasa mereka. Hehehehe. Tapi yaaaaa…gradasinya beda. English khan international languange, kalo Pall Mall, another international languangeeeeee…Eh, jaka sembuuuuuuunggg
Dari kejadian ganti kostum dadakan yang serba spontanitas itu, aku belajar satu hal. Bahwa dalam keadaan apapun dan situasi bagaimanapun, satu-satunya hal yang bisa menjadi senjata manusia adalah KEBESARAN HATI; kebesaran hati untuk berkompromi dengan keadan yang tidak diinginkan, untuk menerima hal yang tidak diharapkan, untuk mencoba suatu hal yang belum sama sekali terpikirkan, dan untuk menghadapi jalan di depan, seberapapun sulit dan menyeramkannya. Hehehe. Sok iyes.
Buat Mb Dhie, Mb Ient, Unyil, Mb Ncet, Mabel, Supir taksi (Pak Rudi), dan semua kejadian plus pelajaran hari itu, thanks a lot…
Rabu, 13 Oktober 2010
Selasa, 12 Oktober 2010
Eksplorasi Singkat Lima Term Kunci Al-Qur’an (Haq, Hisab, Hayat, Hubb, Huda)
a. Pengantar Wacana
Selain berposisi sebagai kitab nomor satu yang memberikan tuntunan mengenai life-style ideal seorang muslim, Al-Qur’an juga memiliki sisi ensiklopedis. Hal demikian misalnya terlihat dalam sikap atau posisi Al-Qur’an terhadap sebuah persoalan tertentu. Tersusunnya mushaf Utsmani berdasarkan surat dan ayat secara tauqifi—menurut sementara jumhur ulama’—tidak kemudian menghilangkan sisi ensiklopedis ini. Hingga hari ini, telah banyak karya beberapa cendekiawan pemerhati Al-Qur’an yang menyusun ‘wajah baru’ Al-Qur’an yang menonjolkan sisi ensiklopedis.
Karya-karya tersebut patut mendapat apresiasi yang cukup tinggi. Sebab, selain dapat lebih membumikan Al-Qur’an bagi muslimin secara luas, ‘wajah baru’ Al-Qur’an dalam kemasan ensiklopedis juga memiliki semangat fungsional untuk memudahkan pengamalan Al-Qur’an dalam hidup keseharian. Dengan berbekal sebuah karya ensiklopedis, muslimin juga akan lebih mudah mengetahui pandangan atau posisi Al-Qur’an mengenai sebuah persoalan. Pengetahuan ini kemudian tidak hanya memudahkan pengamalan Al-Qur’an, namun juga menuntun lahirnya tradisi berpikir yang tidak miopis terhadap Al-Qur’an.
Sebagai contoh, jika dalam persoalan khamr,landasan Al-Qur’an yang dipakai adalah ayat pertama dalam tahapan proses pengharaman khamr (dengan mengatakan bahwa khamr memiliki dualisme manfaat dan mafsadat) tanpa juga melihat ayat pembanding (yang mengharamkan khamr, ayat yang menjadi ayat pamungkas dalam pengharaman khamr), maka pemahaman yang dimiliki akan menjadi parsial dan berat sebelah. Sebab itulah, sisi ensiklopedis Al-Qur’an sudah jauh-jauh hari menarik perhatian para cendekiawan pemerhati Al-Qur’an. Dalam beberapa hal, penulis melihat adanya manifestasi aspek ensiklopedis Al-Qur’an dalam tafsir-tafsir tematik yang banyak bermunculan.
Di samping membahas persoalan-persoalan tertentu dalam Al-Qur’an, semisal masalah riba, masalah ibadah, dan lain sebagainya, tafsir tematik yang banyak ditekuni adalah kajian yang menitikberatkan pada term-term kunci dalam Al-Qur’an. Kajian ini menjadi cukup menarik sebab bertalian dengan beberapa hal, semisal kajian semantika lafadz dalam Al-Qur’an, asbabun nuzul, konteks yang terkandung dalam sebuah ayat, dan lain sebagainya. Kajian term ini pada akhirnya juga akan memunculkan sebuah kesimpulan mengenai bagaimana sikap Al-Qur’an terhadap sebuah persoalan, ragam pemakaian sebuah lafadz, evolusi makna, dan lain sebagainya.
Haqq, hayat, hisab, hubb, dan huda merupakan lima lafadz yang berulang kali disebutkan dalam Al-Qur’an di tempat dan dalam konteks yang berbeda-beda. Lima lafadz tersebut banyak muncul dalam bentuk (sighat) yang berbeda. Adakalanya muncul dalam bentuk mashdar, fiil madhi, fiil mudhari, isim fail, dan lain sebagainya. Adanya berbagai macam derivasi makna dengan berbedanya sighat ini, sejauh pengamatan penulis tidak memberikan perbedaan makna yang cukup signifikan. Dalam artian, mengkaji sebuah kata kunci dalam Al-Qur’an dengan hanya menitikberatkan pembahasan pada sebuah sighat sudah cukup untuk memiliki pemahaman yang representatif. Selain alasan efektivitas, titik tekan pembahasan pada sebuah sighat saja juga akan menyempitkan kajian dan mempermudah proses pemahaman.
b. Eksplorasi Tema
o Haqq
Haqq,dalam Lisanul Arab diartikan sebagai antonim dari lafadz bathil. Arti lafadz haqq sendiri, secara umum adalah kebenaran. Makna ini akan sangat mungkin berbeda dengan menyesuaikan pada konteks pewahyuan atau siyahul kalam. Dalam sebuah kalimat tertentu, kata ini bisa diartikan kebenaran yang senyatanya (misalnya jika langsung disandingkan dengan kata bathil). Akan tetapi dalam konteks lain, kata ini bisa diartikan lebih luas lagi, yakni dengan Allah, wahyu Allah kepada Nabi, keberadaan Nabi, ataupun mengarah langsung pada kitab suci Al-Qur’an.
Karena beberapa hal yang masuk dalam katagori kebenaran—didominasi oleh berita kenabian dan perintah ketuhanan—maka kata ini cukup banyak ditemukan dalam Al-Qur’an. Terlebih, kata ini juga tercantum dalam bentuk (sighat) yang bermacam-macam. Namun begitu, sebuah catatan menyebutkan bahwa pelabelan Al-Qur’an sebagai al-haq tercantum sebanyak 61 ayat yang tersebar dalam bagian-bagian Al-Qur’an.
Di antara beberapa ayat yang memuat kata haq ini, terdapat perbedaan-perbedaan makna yang sebenarnya masih mengarah pada sisi ‘kebenaran’ sesuatu, hanya saja menunjukkan sesuatu yang lebih spesifik. Beberapa klasifikasi besar tersebut adalah sebagai berikut:
o Haq yang berarti Al-Qur’an atau berita kebenaran yang diberikan Tuhan pada manusia melalui nabi
قل يا أيها الناس قد جاءكم الحق من ربكم فمن اهتدى فإنما يهتدي لنفسه ومن ضل فإنما يضل عليها وما أنا عليكم بوكيل
Artinya: Katakanlah: "Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu kebenaran (Al Qur'an) dari Tuhanmu, sebab itu barang siapa yang mendapat petunjuk maka sesungguhnya (petunjuk itu) untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan barang siapa yang sesat, maka sesungguhnya kesesatannya itu mencelakakan dirinya sendiri. Dan aku bukanlah seorang penjaga terhadap dirimu".(QS Yunus 108)
يا أيها الناس قد جاءكم الرسول بالحق من ربكم فآمنوا خيرا لكم وإن تكفروا فإن لله ما في السماوات والأرض وكان الله عليما حكيما
Artinya: Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik bagimu. Dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan Allah sedikit pun) karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.(An-Nisa 170)
Ragam makna pertama ini cukup mendominasi ayat-ayat Al-Qur’an yang memuat kata haq. Untuk menentukan referen apakah yang ditunjukkan oleh kata haq di antara beberapa referen yang dimungkinkan (semisal dalam bentuk berita kebenaran, kitab suci, atau bahkan nabi), maka seorang pembaca Al-Qur’an bisa dengan mudah menentukannya dengan melihat siyahul kalam dalam ayat yang bersangkutan ataupun ayat sebelum dan sesudahnya. Pelabelan haq¬ -terhadap beberapa hal tersebut juga dimaksudkan untuk mengokohkan kebenaran yang bersumber dari Tuhan. Hal demikian tentu akan sangat berpengaruh mengingat kitab suci, berita kenabian, atau bahkan keberadaan nabi sendiri kerap tidak dipercayai oleh sebuah umat.
o Kebenaran dalam arti yang sebenarnya (tidak menyalahi yang seharusnya)
ونادى نوح ربه فقال رب إن ابني من أهلي وإن وعدك الحق وأنت أحكم الحاكمين
Artinya: Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku, termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya."(Hud, 45)
Ragam makna yang kedua ini didominasi oleh ayat yang menunjukkan kebenaran sebuah janji. Kebenaran sebuah janji tidak hanya bisa dilihat dari momen ketika janji tersebut telah terlunasi, akan tetapi juga bisa diindikasikan dengan siapa yang membuat pernjanjian. Dalam hal ini, Tuhan lah yang membuat perjanjian, sehingga semua janji yang diberikan Tuhan memang benar adanya.
o Haq yang berarti Allah
ذلك بأن الله هو الحق وأن ما يدعون من دونه هو الباطل وأن الله هو العلي الكبير
Artinya: (Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Hak dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.(Al Hajj 62)
Beberapa ragam makna haq sebelumnya menunjukkan referen pada kebenaran-kebenaran yang bersumber dari Allah. Dalam ayat lain, tercantum bahwa kata haq juga digunakan untuk menunjukkan referen sumber segala ‘haq’ tersebut, yakni Sang Maha Benar, Allah swt. Tentu saja, ragam makna yang cukup banyak menuntut pembaca Al-Qur’an untuk teliti dan jeli dalam menentukan referen apa yang berada di balik makna al-haq
o Haq yang berarti hak yang harus dipenuhi
وآت ذا القربى حقه والمسكين وابن السبيل ولا تبذر تبذيرا
Artinya: Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.(Al-Isra’ 26)
Ragam makna lain yang menjadi pilihan makna dari lafadz al haq adalah hak berupa benda material yang menjadi hak kelompok tertentu. Hak merupakan sesuatu hal yang harus ditunaikan pada mustahiq (yang memiliki hak), yang dalam hal ini diwakili oleh kerabat dekat, orang miskin dan para musafir yang memiliki hak untuk mendapat zakat/shadaqah dari orang yang berkecukupan.
o Prosedur atau cara yang tepat
ذلكم بما كنتم تفرحون في الأرض بغير الحق وبما كنتم تمرحون
Artinya: Yang demikian itu disebabkan karena kamu bersuka ria di muka bumi dengan tidak benar dan karena kamu selalu bersuka ria (dalam kemaksiatan)(QS Al Mukmin, 75)
Ayat ini secara khusus membicarakan kaum yang mendustakan Al-kitab sehingga mereka salah memiliih jalan dan pada akhirnya mereka melakukan hal-hal dengan cara yang salah, yakni bersenang-senang dengan cara yang tidak tepat, sebab mereka bersuka ria dalam hal kema’siatan. Penekanan kata ghair al-haq menekankan bahwa bersenang-senang di dunia bukanlah merupakan suatu hal yang seratus persen salah. Hanya saja, ada rambu-rambu yang harus dipatuhi agar bersenang-senang dapat diarahkan ke pada hal-hal yang positif dan dengan cara yang tepat.
.
o Hal yang tidak sia-sia (penuh arti)
أولم يتفكروا في أنفسهم ما خلق الله السماوات والأرض وما بينهما إلا بالحق وأجل مسمى وإن كثيرا من الناس بلقاء ربهم لكافرون
Artinya: Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya.(Ar-Rum 8)
Ragam makna haq dengan arti tidak adanya kesia-siaan dalam ayat ini akan semakin tampak jika dibandingkan dengan antonim kata haq, yakni bathil dalam ayat rabbana ma khalaqta hadza bathila yang berarti bahwa Allah tidak menciptakan semua yang ada di dunia ini tanpa alasan dan tanpa tujuan. Dengan demikian, jika bathil diartikan sia-sia (meaningless), maka dalam konteks tertentu—seperti dalam ayat ini—haq bisa diartikan sebagai sesuatu yang meaningfull.
o Menyatakan taukid atau prosedur yang tepat.
وما قدروا الله حق قدره والأرض جميعا قبضته يوم القيامة والسماوات مطويات بيمينه سبحانه وتعالى عما يشركون
Artinya: Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.(Az Zumar 67)
Ragam makna haq dalam ayat ini serupa dengan makna haq dalam ayat ittaqi Allah haqqa tuqatihi. Kedua ayat ini sama-sama menyajikan lafadz haq dengan dimudhafkan pada isim sesudahnya yang ingin ditekankan. Penyajian kata haq dalam bentuk yang demikian menunjukkan optimalisasi dari hal yang ingin ditekankan. Optimalisasi juga berarti upaya maksimalisasi yang semestinya dan tepat sasaran terhadap hal yang menjadi tekanan setelah kata haq, yakni pengagungan dan ketaatan.
o Hayat
Hayat merupakan mashdar yang bermakna kehidupan. Ibnu Mandzur mengartikan kata sebagai lawan dari kematian. Dalam beberapa ayat Al-Qur’an, kata ini sebagian besar disandingkan dengan kata dunya (menjadi hayat ad-dunya) dan disandingkan dengan lawan katanya, yakni kata maut dengan menggunakan konjungsi dan. Secara umum, penulis melihat bahwa makna hayat dalam beberapa ayat Al-Qur’an lebih banyak menunjuk kepada kehidupan material dalam artian hidup secara jasmaniah, misalnya terkait dengan kehidupan mahluk hidup, siklus kehidupan, dan lain sebagainya. Meski begitu, dalam beberapa ayat yang jumlahnya lebih sedikit, hayat dalam Al-Qur’an dimaksudkan untuk menunjukkan makna hidup secara batiniah.
Sebuah sumber mengatakan bahwa kata hayat di dalam Al-Qur’an terulang sebanyak seratus tujuh puluh tujuh kali. Akan tetapi setelah melakukan kroscek kecil, penulis mendapatkan bahwa jumlah sertatus tujuh puluh tujuh puluh kali tersebut mencakup keseluruhan sighat dari hayat, tidak hanya isim mashdar-nya saja. Sumber lain menyebutkan bahwa kata hayat mengalami perulangan sebanyak 145 kali, jumlah yang seimbang dengan penyebutan lawan katanya, yakni kata maut. Perbedaan bilangan ini, dalam pandangan penulis bukan merupakan suatu perbedaan yang signifikan, sebab perbedaan bilangan umumnya disebabkan oleh perbedaan batasan sighat.
Adapun klasifikasi ragam makna hayat yang termuat dalam Al-Qur’an adalah sebagai berikut.
o Hayat dalam arti kehidupan (umumnya diidentikkan dan disandangkan dengan kata dunia, sehingga menjadi kehidupan dunia). Arti yang demikian misalnya dapat dilihat dalam ayat berikut;
إنما الحياة الدنيا لعب ولهو وإن تؤمنوا وتتقوا يؤتكم أجوركم ولا يسألكم أموالكم
Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau. Dan jika kamu beriman serta bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu.(QS Muhammad 36)
Adanya beberapa ayat Al-Qur’an yang dalam jumlah besar selalu menyandingkan kata kehidupan dengan dunia secara umum menekankan perbedaan antar kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Ada kalanya, perbedaan maupun perbandingan antara kehidupan dunia dan kehidupan di akhirat disebutkan secara langsung dan lugas dalam sebuah ayat dengan langsung menyertakan lafadz kehidupan akhirat. Akan tetapi dalam beberapa ayat lain, perbandingan antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat hanya dijelaskan secara tersirat. Seperti dalam QS Muhammad 36 yang mengatakan bahwa kehidupan dunia hanyalah fatamorgana, maka penulis melihat bahwa ada semangat untuk menunjukkan bahwa kehidupan akhiratlah yang merupakan kehidupan nyata.
o Kata kehidupan yang memiliki referen kehidupan ahirat.
يقول يا ليتني قدمت لحياتي
Artinya: Dia mengatakan: "Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal shaleh) untuk hidupku (di akhirat) ini."(QS Al Fajr 24)
Dalam ayat-ayat ini, tidak dijelaskan secara gamblang bahwa kehidupan yang dimaksud adalah kehidupan akhirat. Akan tetapi, konteks dan makna ayat ini menunjukkan bahwa kehidupan yang dimaksud dalam ayat ini bukanlah kehidupan dunia, melainkan kehidupan akhirat. Satu sampel ayat ini setidaknya sudah menunjukkan bahwa fase kehidupan manusia di akhirat juga “disamakan—secara bahasa—“dengan fase kehidupan manusia di dunia.
o Hayat dalam arti tumbuh dan berkembangnya kehidupan bagi bagi (tumbuh-tumbuhan). Salah satu ayat yang menyiratkan arti pertumbuhan dan perkembangan bagi bumi (tumbuh-tumbuhan) ini adalah:
ومن آياته يريكم البرق خوفا وطمعا وينزل من السماء ماء فيحيي به الأرض بعد موتها إن في ذلك لآيات لقوم يعقلون
Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia memperlihatkan kepadamu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya.
Makna menghidupkan bumi (tumbuh-tumbuhan) yang berasal dari sighat lain kata hayat seperti yang tercantum dalam ayat ini menunjukkan bahwa anugerah berupa kehidupan tidak hanya terbatas pada lingkup nyawa (manusia), akan tetapi juga mencakup makna yang lebih luas, sepeti menghidupkan bumi yang juga berati menghidupkan mahluk hidup selain manusia.
o Hayat dalam arti menghidupan sesuatu yang mati. Makna yang demikian biasanya berkait erat dengan fase hidup manusia yang mengalami dua kali kematian dan dua kali kehidupan. Aktivitas menghidupkan atau memberikan nyawa dalam ayat-ayat ini biasanya menyiratkan peristiwa ketika Allah memberikan nyawa pada manusia di saat manusia terlahir ke dunia maupun di saat manusia akan kembali hidup dan memasuki kehidupan akhirat setelah mengalami mati yang kedua.
Adapun salah satu contoh ayat yang mengemukakan hal tersebut adalah;
كيف تكفرون بالله وكنتم أمواتا فأحياكم ثم يميتكم ثم يحييكم ثم إليه ترجعون
Artinya: Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?(Al Baqarah,28)
o Makna hayat dalam arti filosofis, sepeerti fungsi atau hakikat kehidupan. Adapun makna filosofis tersebut tercantum dalam ayat berikut;
ولكم في القصاص حياة يا أولي الألباب لعلكم تتقون
Artinya: Dan dalam kisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.(QS Al Baqarah 179)
Berbeda dari makna-makna sebelumnya yang relatif bisa difahami dengan pembacaan tersurat, makna filosofis yang terkandung di balik kata hayat (semisal dalam ayat ini) tidak bisa diterka tanpa terlebih dahulu melakukan eksplorasi terhadap ayat dan konteks ayat yang bersangkutan. Ibnu Mandzur misalnya, mengartikan lafadz hayat dalam ayat ini sebagai manfaat yang merupakan esensi dari kehidupan. Dengan demikian, makna yang terakhir ini memberikan nuansa lain di antara makna-makna yang dimiliki oleh lafadz hayat.
o Makna kehidupan batiniah
ولا تحسبن الذين قتلوا في سبيل الله أمواتا بل أحياء عند ربهم يرزقون
Artinya: Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki.(Ali Imran 169)
Di antara ragam makna lain, ragam makna terakhir inilah yang menunjukkan referen bahwa ‘hidup’ yang banyak disebutkan dalam Al-Qur’an tidak hanya berdimensi kehidupan material dan kehidupan jasmani. Ayat ini menunjukkan bahwa poros ‘kehidupan’ manusia tidak berarti stagnan ketika nyawa seseorang telah dicabut oleh Allah. Ragam makna yang ditunjukkan dalam ayat ini agaknya sepadan dengan peribahasa biar hancur badan di tanah, budi baik dikenang jua.
o Hisab
Secara etimologis, kata hisab berarti perhitungan atau perkiraan. Di antara lafadz-lafadz yang lain, kata hisab memiliki cukup banyak derivasi makna dalam bentuk (sighat) yang bermacam-macam, semisal hasiibaan, hasbu, haasibaan, husbanan, dan lain sebagainya. Sedangkan dalam arti makna yang kontekstual dengan beberapa ayat yang memuat kata ini, kata hisab umumnya direferenkan pada perhitungan amal di akhirat, perhitungan rizki manusia di dunia, prediksi atau perkiraan manusia mengenai rizki yang akan didapatkannya, dan lain sebagainya. Dengan demikian, secara umum, kata hisab yang merupakan mashdar dari hasiba-yahsabu memiliki arti menghitung, menduga, dan memprediksikan.
Adapun klasifikasi yang lebih rigid mengenai arti lafadz ini adalah sebagai berikut:
o Perhitungan tanggal yang berkaitan dengan penetapan awal maupun akhir bulan, seperti dalam ayat:
هو الذي جعل الشمس ضياء والقمر نورا وقدره منازل لتعلموا عدد السنين والحساب ما خلق الله ذلك إلا بالحق يفصل الآيات لقوم يعلمون
Artinya: Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.(QS Yunus 5)
Ragam makna yang pertama ini erat kaitannya dengan ilmu astrologi yang biasanya banyak menggunakan kata ‘hisab’ sebagai instrumen untuk menentukan awal maupun akhir bulan. Dengan demikian, hisab dalam ragam makna yang pertama dalam ayat ini lebih berarti hisab dalam dunia manusia yang ada hubungannya dengan disiplin ilmu astrologi.
o Prediksi atau dugaan manusia, utamanya dalam hal-hal yang berkenaan dengan urusan keduniaan.
تولج الليل في النهار وتولج النهار في الليل وتخرج الحي من الميت وتخرج الميت من الحي وترزق من تشاء بغير حساب
Artinya: Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezeki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas, perkiraan)."(QS. Ali Imran 27)
أم حسبت أن أصحاب الكهف والرقيم كانوا من آياتنا عجبا
Artinya: Atau kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim itu, mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang mengherankan?(Al-Kahfi 9)
Dua ayat ini menyajikan kata h-s-b dalam dua sighat yang berbeda, yakni dalam bentuk isim mashdar dan fiil madhi. Namun begitu, dua ayat ini sama-sama menunjukkan bahwa kata h-s-b dalam Al-Qur’an salah satunya juga digunakan untuk menggambarkan daya pikir dan daya prediksi manusia dalam membaca fenomena keseharian. Dalam ayat pertama, kata h-s-b digunakan untuk menunjukkan prediksi estimatis manusia mengenai masalah rizki. Sedangkan ayat kedua menggambarkan penggunaan kata h-s-b dalam hal melihat fenomena mengenai suatu hal yang lebih besar dan lebih kompleks. Dengan demikian, dua ayat ini setidaknya menunjukkan bahwa h-s-b¬ juga digunakan untuk menggambarkan (keterbatasan) daya nalar manusia.
o Perhitungan amal perbuatan manusia di akhirat atau menonjolkan bahwa Tuhanlah yang akan meminta pertanggungjawaban atas semua perbuatan manusia.
وقالوا ربنا عجل لنا قطنا قبل يوم الحساب
Artinya: Dan mereka berkata: "Ya Tuhan kami, cepatkanlah untuk kami adzab yang diperuntukkan bagi kami sebelum hari berhisab"(Shaad, 16)
والذين يصلون ما أمر الله به أن يوصل ويخشون ربهم ويخافون سوء الحساب
Artinya: Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk.(Ar-Ra’d, 21)
إن الدين عند الله الإسلام وما اختلف الذين أوتوا الكتاب إلا من بعد ما جاءهم العلم بغيا بينهم ومن يكفر بآيات الله فإن الله سريع الحساب
Artinya: Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.(Ali Imran, 19)
Jika ragam makna sebelumnya masih bernuansa perhitungan mengenai hal-hal yang bersifat duniwi, maka ragam makna yang satu ini membidik hal-hal yang bernuansa eskatologis. Perhitungan (hisab) dalam ayat ini menunjukkan setting dan gambaran keadaan perhitungan seluruh amal manusia selama di dunia yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah pada hari akhirat. Tiga ayat ini juga mengukuhkan keberadaan Tuhan sebagai satu-satunya dzat yang mengetahui segala laku tindak perbuatan manusia sekaligus dzat yang akan meminta manusia mempertanggungjawabkan seluruh amalnya.
o Pertanggungjawaban
هذا عطاؤنا فامنن أو أمسك بغير حساب
Artinya: Inilah anugerah Kami, maka berikanlah (kepada orang lain) atau tahanlah (untuk dirimu sendiri) dengan tiada pertanggungan jawab (QS. Shad, 39)
Ayat ini menceritakan kisah Nabi Sulaiman yang ‘bangkit’ setelah mendapat cobaan dan terguran dari Allah berupa kesenangannya yang teramat sangat pada binatang kuda. Setelah kejadian tersebut, Nabi Sulaiman memohon agar kerajaannya yang sebelumnya runtuh untuk kembali dibangkitkan. Permintaan itu pun dikabulkan oleh Allah dan digambarkan dalam ayat ini.
o Hubb
Hubb yang berasal dari fiil (kata kerja) habba yuhibbu bisa diartikan al wadaad dan al mahabba yang memiliki perbedaan makna dengan habbatin dan hibbun. Ibnu Mandzur mengatakan bahwa lawan kata dari hubb (cinta) adalah bughdh (kebencian). Di dalam Al-Qur’an, terdapat beberapa derivasi sighat dari hubb ini, baik dalam bentuk fill (mujarrad dan mazid). Dalam penggunaannya, fill dari hubb ini kerap digunakan untuk menunjukkan kecintaan Allah pada manusia yang beriman serta ketidaksukaan Allah pada hambanya yang fasik, cinta antara sesama manusia, ataupun cinta manusia terhadap benda mati (semisal harta).
Dalam Al-Qur’an, derivasi makna dari kata hubb juga banyak ditemukan, semisal dalam bentuk mahabbah, yuhibbu, yastahibbu, dan lain sebagainya. Selain itu, kata h-b banyak ditemukan, akan tetapi tidak semuanya bermakna rasa cinta sebagaimana arti dari hubb. Dalam kata habbatin misalnya, yang juga banyak terdapat dalam Al-Qur’an tidak lagi bermakna cinta dan kasih sayang, akan tetapi bermakna tumbuhan yang biasanya dihubungkan dengan tetumbuhan.
Secara global, berikut ragam makna hubb yang tercantum dalam berbagai ayat-ayat Al-Qur’an.
o Kecintaan Allah kepada hambanya maupun ketidaksukaan Allah
وكأين من نبي قاتل معه ربيون كثير فما وهنوا لما أصابهم في سبيل الله وما ضعفوا وما
استكانوا والله يحب الصابرين
Artinya: Dan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.(Ali Imran 46)
ليجزي الذين آمنوا وعملوا الصالحات من فضله إنه لا يحب الكافرين
Artinya: agar Allah memberi pahala kepada orang-orang yang beriman dan beramal shaleh dari karunia-Nya. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang ingkar.(QS. Ar Rum 45)
Dua ayat ini menunjukkan bahwa kata hubb digunakan untuk menunjukkan kecintaan dan ketidaksukkan Allah terhadap hamba-hambanya yang memiliki kecenderungan berbeda-beda.
o Kecintaan manusia pada hal-hal duniawi
وتحبون المال حبا جما
Artinya: Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.(QS. Al Fajr 20)
زين للناس حب الشهوات من النساء والبنين والقناطير المقنطرة من الذهب والفضة والخيل المسومة والأنعام والحرث ذلك متاع الحياة الدنيا والله عنده حسن المآب
Artinya: Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).(Ali Imran 14)
Selain digunakan untuk subjek Allah, kata hubb dalam sighatnya yang berbeda-beda juga digunakan untuk menunjukkan rasa cinta/suka.kecondongan yang dimiliki manusia. Sebagian ayat yang menunjukkan rasa cinta yang dimiliki manusia biasanya diarahkan pada hal-hal atau objek duniawi.
o Merasa senang, menginginkan, mengharapkan
ولا يأتل أولوا الفضل منكم والسعة أن يؤتوا أولي القربى والمساكين والمهاجرين في سبيل الله وليعفوا وليصفحوا ألا تحبون أن يغفر الله لكم والله غفور رحيم
Artinya: Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat (nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS An-Nur 22)
لا تحسبن الذين يفرحون بما أتوا ويحبون أن يحمدوا بما لم يفعلوا فلا تحسبنهم بمفازة من العذاب ولهم عذاب أليم
Artinya:Janganlah sekali-kali kamu menyangka bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih.(QS. Ali Imran 188)
Ayat pertama menggambarkan adanya rasa pengharapan ataupun rasa senang jika sesuatu yang diinginkan benar-benar terjadi, dalam hal ampunan dari Allah. Dengan demikian, kata yuhibbu tidak hanya bisa diartikan senang atau menyukai, akan tetapi juga bisa diperluas dengan arti akan merasa senang yang secara otomatis juga berarti pengharapan. Sedangkan ayat kedua dalam ragam makna ini menunjukkan kesenangan yang sudah menjadi kebiasaan, terlepas dari kesenangan tersebut berkonotasi positif atau negatif.
o Mencintai dalam arti komparatif (menunjukkan lebih, sebagai pilihan dan prirotas)
ذلك بأنهم استحبوا الحياة الدنيا على الآخرة وأن الله لا يهدي القوم الكافرين
Artinya: Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir.(An-Nahl 107)
Dalam sighat-sighat dan bab-bab tertentu, derivasi makna dari kata hubb juga digunakan untuk menunjukkan adanya gradasi atau prioritas dalam memberikan pengabdian (baca:rasa cinta). Dalam contoh ini misalnya, digambarkan bahwa kecondongan atau rasa cinta terhadap dunia menempati prioritas pertama dan mengalahkan kecondongan terhadap kehidupan akhirat.
o Huda
Huda secara bahasa diartikan sebagai aktivitas mengeluarkan sesuatu dari sebuah keadaan. Aktivitas ini lebih berkonotasi positif dan mengarah pada hal-hal yang menunjukkan perbaikan. Antonim dari kata ini adalah al-dhalal (kesesatan). Dengan demikian, Ibnu Mundzar menyamakan lafad hudan dengan kata al-rasyad. Seperti halnya beberapa lafadz lain, penyebutan huda dalam sebagian besar ayat Al-Qur’an disandingkan dengan antonimnya, yakni lafadz al-dhalal.
Dalam catatan lain, disebutkan bahwa ada 47 ayat yang menyiratkan penamaan Al-Qur’an dengan huda.Catatan tersebut juga menyatakan bahwa dalam arti yang paling umum, huda bisa diartikan sebagai penjelas, pembeda, dan penolong. Selain itu, tidak jauh berbeda dengan lafadz haqq, referen yang dimaksudkan oleh lafad hudan bisa bermagam menurut konteks yang ingin disampaikan. Dalam satu ayat, hudan bisa diartikan dengan Al-Qur’an, petunjuk yang sebenarnya, petunjuk sebagai lawan dari kata kesesatan, dan lain sebagainya. Sebab itulah, beberapa makna lafadz hudan bisa diklasifikasi menjadi beberapa pembagian berikut ini.
o Al-Qur’an
قل من كان عدوا لجبريل فإنه نزله على قلبك بإذن الله مصدقا لما بين يديه وهدى وبشرى للمؤمنين
Artinya: Katakanlah: Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Qur'an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman.Al Baqarah 97
Salah satu nama Al-Qur’an yang dikenal luas adalah huda, selain al-tanzil dan al-kitab misalnya. Hal ini erat kaitannya dengan posisi fungsional Al-Qur’an sendiri sebagai petunjuk sekaligus kitab pamungkas yang memberikan sikap terhadap hukum-hukum yang disampaikan oleh para Nabi sebelum Muhammad. Sebab itulah, referen Al-Qur’an yang berada di balik kata hudan cukup mendominasi ayat-ayat Al-Qur’an yang memuat kata tersebut. Dalam penyebutannya, hudan kerap disandingkan dengan nama-nama lain yang dimiliki Al-Qur’an, semisal pembawa berita baik dan pembawa peringatan.
o Disandingkan dengan kesesatan untuk menunjukkan bahwa huda dan dhalal adalah dua hal yang jelas bertentangan.
أولئك الذين اشتروا الضلالة بالهدى فما ربحت تجارتهم وما كانوا مهتدين
Artinya: Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.(QS. Al Baqarah 16)
Ayat ini menceritakan orang munafik yang bermuka dua dan menjadi musuh dalam selimut di tubuh umat Islam. Penyandingan hudan dengan dhalalah ini, selain menekankan adanya pertentangan, juga menunjukkan bahwa referen hudan dalam ayat ini adalah sesuatu yang sepintas terlihat sebagai hal yang merugikan, sebab bergabung bersama orang muslim akan mengancam kehidupan ekonomi orang munafik yang diceritakan di ayat ini.
Sebab itulah kemudian, mereka lebih memilih untuk bermuka dua yang meski terlihat sebagai hal yang membuat mereka berada dalam posisi aman, akan tetapi hanyalah sebuah fatamorgana. Mereka tidak sadar bahwa mereka telah menukar kebahagiaan sesaat (yang sebenarnya berupa dhalalah) dengan hudan (yang dalam pandangan mereka akan menyengsarakan)
o Diartikan secara harfiah, yakni petunjuk dari kesesatan dan kegelapan
وأما ثمود فهديناهم فاستحبوا العمى على الهدى فأخذتهم صاعقة العذاب الهون بما كانوا يكسبون
Artinya: Dan adapun kaum Tsamud maka mereka telah Kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) dari petunjuk itu, maka mereka disambar petir adzab yang menghinakan disebabkan apa yang telah mereka kerjakan.(QS. Fussilat, 17)
Meski ragam makna yang terakhir ini juga berarti petunjuk dari kegelapan dan kesesatan, seperti halnya ragam makna yang kedua, akan tetapi disajikan dalam bentuk analogi fisik untuk memudahkan pemahaman.
c. Penutup
Mengetahui makna lain dari term-term kunci dalam Al-Qur’an mengahadirkan ‘dunia’ baru di luar pemahaman yang selama ini dimiliki penulis. Hadirnya makna-makna dan referen lain di balik lafadz dalam Al-Qur’an semakin meneguhkan kesatuan isi Al-Qur’an yang satu sama lain saling menguatkan serta menjadi bekal untuk memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif. Selain itu, beragamanya makna yang dimiliki oleh sebuah lafadz kurang lebih menunjukkan bahwa seorang penggiat Al-Qur’an tidak bisa terburu-buru memberi makna atau referen sebuah lafadz dala Al-Qur’an sebelum memerhatikan konteks sebuah ayat.
Ada banyak hal yang tidak terkover dalam eksplorasi-eksplorasi singkat yang disajikan dalam makalah ini. Selain keterbatasan bahan dan banyaknya materi kajian, hal demikian juga disebabkan oleh kelalaian penulis sendiri. Akan tetapi, beberapa eksplorasi yang sudah dipaparkan mengenai lima sampel kata kunci dalam Al-Qur’an yang tersaji di makalah ini cukup menjadi langkah awal untuk melakukan kajian maanil qur’an yang lebih sempurna dan lebih sistematis. Saran dan kritik untuk penulisan yang akan datang akan menjadi sumbangan yang konstruktif bagi penulis. Allah Knows Best
Selain berposisi sebagai kitab nomor satu yang memberikan tuntunan mengenai life-style ideal seorang muslim, Al-Qur’an juga memiliki sisi ensiklopedis. Hal demikian misalnya terlihat dalam sikap atau posisi Al-Qur’an terhadap sebuah persoalan tertentu. Tersusunnya mushaf Utsmani berdasarkan surat dan ayat secara tauqifi—menurut sementara jumhur ulama’—tidak kemudian menghilangkan sisi ensiklopedis ini. Hingga hari ini, telah banyak karya beberapa cendekiawan pemerhati Al-Qur’an yang menyusun ‘wajah baru’ Al-Qur’an yang menonjolkan sisi ensiklopedis.
Karya-karya tersebut patut mendapat apresiasi yang cukup tinggi. Sebab, selain dapat lebih membumikan Al-Qur’an bagi muslimin secara luas, ‘wajah baru’ Al-Qur’an dalam kemasan ensiklopedis juga memiliki semangat fungsional untuk memudahkan pengamalan Al-Qur’an dalam hidup keseharian. Dengan berbekal sebuah karya ensiklopedis, muslimin juga akan lebih mudah mengetahui pandangan atau posisi Al-Qur’an mengenai sebuah persoalan. Pengetahuan ini kemudian tidak hanya memudahkan pengamalan Al-Qur’an, namun juga menuntun lahirnya tradisi berpikir yang tidak miopis terhadap Al-Qur’an.
Sebagai contoh, jika dalam persoalan khamr,landasan Al-Qur’an yang dipakai adalah ayat pertama dalam tahapan proses pengharaman khamr (dengan mengatakan bahwa khamr memiliki dualisme manfaat dan mafsadat) tanpa juga melihat ayat pembanding (yang mengharamkan khamr, ayat yang menjadi ayat pamungkas dalam pengharaman khamr), maka pemahaman yang dimiliki akan menjadi parsial dan berat sebelah. Sebab itulah, sisi ensiklopedis Al-Qur’an sudah jauh-jauh hari menarik perhatian para cendekiawan pemerhati Al-Qur’an. Dalam beberapa hal, penulis melihat adanya manifestasi aspek ensiklopedis Al-Qur’an dalam tafsir-tafsir tematik yang banyak bermunculan.
Di samping membahas persoalan-persoalan tertentu dalam Al-Qur’an, semisal masalah riba, masalah ibadah, dan lain sebagainya, tafsir tematik yang banyak ditekuni adalah kajian yang menitikberatkan pada term-term kunci dalam Al-Qur’an. Kajian ini menjadi cukup menarik sebab bertalian dengan beberapa hal, semisal kajian semantika lafadz dalam Al-Qur’an, asbabun nuzul, konteks yang terkandung dalam sebuah ayat, dan lain sebagainya. Kajian term ini pada akhirnya juga akan memunculkan sebuah kesimpulan mengenai bagaimana sikap Al-Qur’an terhadap sebuah persoalan, ragam pemakaian sebuah lafadz, evolusi makna, dan lain sebagainya.
Haqq, hayat, hisab, hubb, dan huda merupakan lima lafadz yang berulang kali disebutkan dalam Al-Qur’an di tempat dan dalam konteks yang berbeda-beda. Lima lafadz tersebut banyak muncul dalam bentuk (sighat) yang berbeda. Adakalanya muncul dalam bentuk mashdar, fiil madhi, fiil mudhari, isim fail, dan lain sebagainya. Adanya berbagai macam derivasi makna dengan berbedanya sighat ini, sejauh pengamatan penulis tidak memberikan perbedaan makna yang cukup signifikan. Dalam artian, mengkaji sebuah kata kunci dalam Al-Qur’an dengan hanya menitikberatkan pembahasan pada sebuah sighat sudah cukup untuk memiliki pemahaman yang representatif. Selain alasan efektivitas, titik tekan pembahasan pada sebuah sighat saja juga akan menyempitkan kajian dan mempermudah proses pemahaman.
b. Eksplorasi Tema
o Haqq
Haqq,dalam Lisanul Arab diartikan sebagai antonim dari lafadz bathil. Arti lafadz haqq sendiri, secara umum adalah kebenaran. Makna ini akan sangat mungkin berbeda dengan menyesuaikan pada konteks pewahyuan atau siyahul kalam. Dalam sebuah kalimat tertentu, kata ini bisa diartikan kebenaran yang senyatanya (misalnya jika langsung disandingkan dengan kata bathil). Akan tetapi dalam konteks lain, kata ini bisa diartikan lebih luas lagi, yakni dengan Allah, wahyu Allah kepada Nabi, keberadaan Nabi, ataupun mengarah langsung pada kitab suci Al-Qur’an.
Karena beberapa hal yang masuk dalam katagori kebenaran—didominasi oleh berita kenabian dan perintah ketuhanan—maka kata ini cukup banyak ditemukan dalam Al-Qur’an. Terlebih, kata ini juga tercantum dalam bentuk (sighat) yang bermacam-macam. Namun begitu, sebuah catatan menyebutkan bahwa pelabelan Al-Qur’an sebagai al-haq tercantum sebanyak 61 ayat yang tersebar dalam bagian-bagian Al-Qur’an.
Di antara beberapa ayat yang memuat kata haq ini, terdapat perbedaan-perbedaan makna yang sebenarnya masih mengarah pada sisi ‘kebenaran’ sesuatu, hanya saja menunjukkan sesuatu yang lebih spesifik. Beberapa klasifikasi besar tersebut adalah sebagai berikut:
o Haq yang berarti Al-Qur’an atau berita kebenaran yang diberikan Tuhan pada manusia melalui nabi
قل يا أيها الناس قد جاءكم الحق من ربكم فمن اهتدى فإنما يهتدي لنفسه ومن ضل فإنما يضل عليها وما أنا عليكم بوكيل
Artinya: Katakanlah: "Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu kebenaran (Al Qur'an) dari Tuhanmu, sebab itu barang siapa yang mendapat petunjuk maka sesungguhnya (petunjuk itu) untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan barang siapa yang sesat, maka sesungguhnya kesesatannya itu mencelakakan dirinya sendiri. Dan aku bukanlah seorang penjaga terhadap dirimu".(QS Yunus 108)
يا أيها الناس قد جاءكم الرسول بالحق من ربكم فآمنوا خيرا لكم وإن تكفروا فإن لله ما في السماوات والأرض وكان الله عليما حكيما
Artinya: Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik bagimu. Dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan Allah sedikit pun) karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.(An-Nisa 170)
Ragam makna pertama ini cukup mendominasi ayat-ayat Al-Qur’an yang memuat kata haq. Untuk menentukan referen apakah yang ditunjukkan oleh kata haq di antara beberapa referen yang dimungkinkan (semisal dalam bentuk berita kebenaran, kitab suci, atau bahkan nabi), maka seorang pembaca Al-Qur’an bisa dengan mudah menentukannya dengan melihat siyahul kalam dalam ayat yang bersangkutan ataupun ayat sebelum dan sesudahnya. Pelabelan haq¬ -terhadap beberapa hal tersebut juga dimaksudkan untuk mengokohkan kebenaran yang bersumber dari Tuhan. Hal demikian tentu akan sangat berpengaruh mengingat kitab suci, berita kenabian, atau bahkan keberadaan nabi sendiri kerap tidak dipercayai oleh sebuah umat.
o Kebenaran dalam arti yang sebenarnya (tidak menyalahi yang seharusnya)
ونادى نوح ربه فقال رب إن ابني من أهلي وإن وعدك الحق وأنت أحكم الحاكمين
Artinya: Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku, termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya."(Hud, 45)
Ragam makna yang kedua ini didominasi oleh ayat yang menunjukkan kebenaran sebuah janji. Kebenaran sebuah janji tidak hanya bisa dilihat dari momen ketika janji tersebut telah terlunasi, akan tetapi juga bisa diindikasikan dengan siapa yang membuat pernjanjian. Dalam hal ini, Tuhan lah yang membuat perjanjian, sehingga semua janji yang diberikan Tuhan memang benar adanya.
o Haq yang berarti Allah
ذلك بأن الله هو الحق وأن ما يدعون من دونه هو الباطل وأن الله هو العلي الكبير
Artinya: (Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Hak dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.(Al Hajj 62)
Beberapa ragam makna haq sebelumnya menunjukkan referen pada kebenaran-kebenaran yang bersumber dari Allah. Dalam ayat lain, tercantum bahwa kata haq juga digunakan untuk menunjukkan referen sumber segala ‘haq’ tersebut, yakni Sang Maha Benar, Allah swt. Tentu saja, ragam makna yang cukup banyak menuntut pembaca Al-Qur’an untuk teliti dan jeli dalam menentukan referen apa yang berada di balik makna al-haq
o Haq yang berarti hak yang harus dipenuhi
وآت ذا القربى حقه والمسكين وابن السبيل ولا تبذر تبذيرا
Artinya: Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.(Al-Isra’ 26)
Ragam makna lain yang menjadi pilihan makna dari lafadz al haq adalah hak berupa benda material yang menjadi hak kelompok tertentu. Hak merupakan sesuatu hal yang harus ditunaikan pada mustahiq (yang memiliki hak), yang dalam hal ini diwakili oleh kerabat dekat, orang miskin dan para musafir yang memiliki hak untuk mendapat zakat/shadaqah dari orang yang berkecukupan.
o Prosedur atau cara yang tepat
ذلكم بما كنتم تفرحون في الأرض بغير الحق وبما كنتم تمرحون
Artinya: Yang demikian itu disebabkan karena kamu bersuka ria di muka bumi dengan tidak benar dan karena kamu selalu bersuka ria (dalam kemaksiatan)(QS Al Mukmin, 75)
Ayat ini secara khusus membicarakan kaum yang mendustakan Al-kitab sehingga mereka salah memiliih jalan dan pada akhirnya mereka melakukan hal-hal dengan cara yang salah, yakni bersenang-senang dengan cara yang tidak tepat, sebab mereka bersuka ria dalam hal kema’siatan. Penekanan kata ghair al-haq menekankan bahwa bersenang-senang di dunia bukanlah merupakan suatu hal yang seratus persen salah. Hanya saja, ada rambu-rambu yang harus dipatuhi agar bersenang-senang dapat diarahkan ke pada hal-hal yang positif dan dengan cara yang tepat.
.
o Hal yang tidak sia-sia (penuh arti)
أولم يتفكروا في أنفسهم ما خلق الله السماوات والأرض وما بينهما إلا بالحق وأجل مسمى وإن كثيرا من الناس بلقاء ربهم لكافرون
Artinya: Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya.(Ar-Rum 8)
Ragam makna haq dengan arti tidak adanya kesia-siaan dalam ayat ini akan semakin tampak jika dibandingkan dengan antonim kata haq, yakni bathil dalam ayat rabbana ma khalaqta hadza bathila yang berarti bahwa Allah tidak menciptakan semua yang ada di dunia ini tanpa alasan dan tanpa tujuan. Dengan demikian, jika bathil diartikan sia-sia (meaningless), maka dalam konteks tertentu—seperti dalam ayat ini—haq bisa diartikan sebagai sesuatu yang meaningfull.
o Menyatakan taukid atau prosedur yang tepat.
وما قدروا الله حق قدره والأرض جميعا قبضته يوم القيامة والسماوات مطويات بيمينه سبحانه وتعالى عما يشركون
Artinya: Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.(Az Zumar 67)
Ragam makna haq dalam ayat ini serupa dengan makna haq dalam ayat ittaqi Allah haqqa tuqatihi. Kedua ayat ini sama-sama menyajikan lafadz haq dengan dimudhafkan pada isim sesudahnya yang ingin ditekankan. Penyajian kata haq dalam bentuk yang demikian menunjukkan optimalisasi dari hal yang ingin ditekankan. Optimalisasi juga berarti upaya maksimalisasi yang semestinya dan tepat sasaran terhadap hal yang menjadi tekanan setelah kata haq, yakni pengagungan dan ketaatan.
o Hayat
Hayat merupakan mashdar yang bermakna kehidupan. Ibnu Mandzur mengartikan kata sebagai lawan dari kematian. Dalam beberapa ayat Al-Qur’an, kata ini sebagian besar disandingkan dengan kata dunya (menjadi hayat ad-dunya) dan disandingkan dengan lawan katanya, yakni kata maut dengan menggunakan konjungsi dan. Secara umum, penulis melihat bahwa makna hayat dalam beberapa ayat Al-Qur’an lebih banyak menunjuk kepada kehidupan material dalam artian hidup secara jasmaniah, misalnya terkait dengan kehidupan mahluk hidup, siklus kehidupan, dan lain sebagainya. Meski begitu, dalam beberapa ayat yang jumlahnya lebih sedikit, hayat dalam Al-Qur’an dimaksudkan untuk menunjukkan makna hidup secara batiniah.
Sebuah sumber mengatakan bahwa kata hayat di dalam Al-Qur’an terulang sebanyak seratus tujuh puluh tujuh kali. Akan tetapi setelah melakukan kroscek kecil, penulis mendapatkan bahwa jumlah sertatus tujuh puluh tujuh puluh kali tersebut mencakup keseluruhan sighat dari hayat, tidak hanya isim mashdar-nya saja. Sumber lain menyebutkan bahwa kata hayat mengalami perulangan sebanyak 145 kali, jumlah yang seimbang dengan penyebutan lawan katanya, yakni kata maut. Perbedaan bilangan ini, dalam pandangan penulis bukan merupakan suatu perbedaan yang signifikan, sebab perbedaan bilangan umumnya disebabkan oleh perbedaan batasan sighat.
Adapun klasifikasi ragam makna hayat yang termuat dalam Al-Qur’an adalah sebagai berikut.
o Hayat dalam arti kehidupan (umumnya diidentikkan dan disandangkan dengan kata dunia, sehingga menjadi kehidupan dunia). Arti yang demikian misalnya dapat dilihat dalam ayat berikut;
إنما الحياة الدنيا لعب ولهو وإن تؤمنوا وتتقوا يؤتكم أجوركم ولا يسألكم أموالكم
Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau. Dan jika kamu beriman serta bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu.(QS Muhammad 36)
Adanya beberapa ayat Al-Qur’an yang dalam jumlah besar selalu menyandingkan kata kehidupan dengan dunia secara umum menekankan perbedaan antar kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Ada kalanya, perbedaan maupun perbandingan antara kehidupan dunia dan kehidupan di akhirat disebutkan secara langsung dan lugas dalam sebuah ayat dengan langsung menyertakan lafadz kehidupan akhirat. Akan tetapi dalam beberapa ayat lain, perbandingan antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat hanya dijelaskan secara tersirat. Seperti dalam QS Muhammad 36 yang mengatakan bahwa kehidupan dunia hanyalah fatamorgana, maka penulis melihat bahwa ada semangat untuk menunjukkan bahwa kehidupan akhiratlah yang merupakan kehidupan nyata.
o Kata kehidupan yang memiliki referen kehidupan ahirat.
يقول يا ليتني قدمت لحياتي
Artinya: Dia mengatakan: "Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal shaleh) untuk hidupku (di akhirat) ini."(QS Al Fajr 24)
Dalam ayat-ayat ini, tidak dijelaskan secara gamblang bahwa kehidupan yang dimaksud adalah kehidupan akhirat. Akan tetapi, konteks dan makna ayat ini menunjukkan bahwa kehidupan yang dimaksud dalam ayat ini bukanlah kehidupan dunia, melainkan kehidupan akhirat. Satu sampel ayat ini setidaknya sudah menunjukkan bahwa fase kehidupan manusia di akhirat juga “disamakan—secara bahasa—“dengan fase kehidupan manusia di dunia.
o Hayat dalam arti tumbuh dan berkembangnya kehidupan bagi bagi (tumbuh-tumbuhan). Salah satu ayat yang menyiratkan arti pertumbuhan dan perkembangan bagi bumi (tumbuh-tumbuhan) ini adalah:
ومن آياته يريكم البرق خوفا وطمعا وينزل من السماء ماء فيحيي به الأرض بعد موتها إن في ذلك لآيات لقوم يعقلون
Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia memperlihatkan kepadamu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya.
Makna menghidupkan bumi (tumbuh-tumbuhan) yang berasal dari sighat lain kata hayat seperti yang tercantum dalam ayat ini menunjukkan bahwa anugerah berupa kehidupan tidak hanya terbatas pada lingkup nyawa (manusia), akan tetapi juga mencakup makna yang lebih luas, sepeti menghidupkan bumi yang juga berati menghidupkan mahluk hidup selain manusia.
o Hayat dalam arti menghidupan sesuatu yang mati. Makna yang demikian biasanya berkait erat dengan fase hidup manusia yang mengalami dua kali kematian dan dua kali kehidupan. Aktivitas menghidupkan atau memberikan nyawa dalam ayat-ayat ini biasanya menyiratkan peristiwa ketika Allah memberikan nyawa pada manusia di saat manusia terlahir ke dunia maupun di saat manusia akan kembali hidup dan memasuki kehidupan akhirat setelah mengalami mati yang kedua.
Adapun salah satu contoh ayat yang mengemukakan hal tersebut adalah;
كيف تكفرون بالله وكنتم أمواتا فأحياكم ثم يميتكم ثم يحييكم ثم إليه ترجعون
Artinya: Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?(Al Baqarah,28)
o Makna hayat dalam arti filosofis, sepeerti fungsi atau hakikat kehidupan. Adapun makna filosofis tersebut tercantum dalam ayat berikut;
ولكم في القصاص حياة يا أولي الألباب لعلكم تتقون
Artinya: Dan dalam kisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.(QS Al Baqarah 179)
Berbeda dari makna-makna sebelumnya yang relatif bisa difahami dengan pembacaan tersurat, makna filosofis yang terkandung di balik kata hayat (semisal dalam ayat ini) tidak bisa diterka tanpa terlebih dahulu melakukan eksplorasi terhadap ayat dan konteks ayat yang bersangkutan. Ibnu Mandzur misalnya, mengartikan lafadz hayat dalam ayat ini sebagai manfaat yang merupakan esensi dari kehidupan. Dengan demikian, makna yang terakhir ini memberikan nuansa lain di antara makna-makna yang dimiliki oleh lafadz hayat.
o Makna kehidupan batiniah
ولا تحسبن الذين قتلوا في سبيل الله أمواتا بل أحياء عند ربهم يرزقون
Artinya: Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki.(Ali Imran 169)
Di antara ragam makna lain, ragam makna terakhir inilah yang menunjukkan referen bahwa ‘hidup’ yang banyak disebutkan dalam Al-Qur’an tidak hanya berdimensi kehidupan material dan kehidupan jasmani. Ayat ini menunjukkan bahwa poros ‘kehidupan’ manusia tidak berarti stagnan ketika nyawa seseorang telah dicabut oleh Allah. Ragam makna yang ditunjukkan dalam ayat ini agaknya sepadan dengan peribahasa biar hancur badan di tanah, budi baik dikenang jua.
o Hisab
Secara etimologis, kata hisab berarti perhitungan atau perkiraan. Di antara lafadz-lafadz yang lain, kata hisab memiliki cukup banyak derivasi makna dalam bentuk (sighat) yang bermacam-macam, semisal hasiibaan, hasbu, haasibaan, husbanan, dan lain sebagainya. Sedangkan dalam arti makna yang kontekstual dengan beberapa ayat yang memuat kata ini, kata hisab umumnya direferenkan pada perhitungan amal di akhirat, perhitungan rizki manusia di dunia, prediksi atau perkiraan manusia mengenai rizki yang akan didapatkannya, dan lain sebagainya. Dengan demikian, secara umum, kata hisab yang merupakan mashdar dari hasiba-yahsabu memiliki arti menghitung, menduga, dan memprediksikan.
Adapun klasifikasi yang lebih rigid mengenai arti lafadz ini adalah sebagai berikut:
o Perhitungan tanggal yang berkaitan dengan penetapan awal maupun akhir bulan, seperti dalam ayat:
هو الذي جعل الشمس ضياء والقمر نورا وقدره منازل لتعلموا عدد السنين والحساب ما خلق الله ذلك إلا بالحق يفصل الآيات لقوم يعلمون
Artinya: Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.(QS Yunus 5)
Ragam makna yang pertama ini erat kaitannya dengan ilmu astrologi yang biasanya banyak menggunakan kata ‘hisab’ sebagai instrumen untuk menentukan awal maupun akhir bulan. Dengan demikian, hisab dalam ragam makna yang pertama dalam ayat ini lebih berarti hisab dalam dunia manusia yang ada hubungannya dengan disiplin ilmu astrologi.
o Prediksi atau dugaan manusia, utamanya dalam hal-hal yang berkenaan dengan urusan keduniaan.
تولج الليل في النهار وتولج النهار في الليل وتخرج الحي من الميت وتخرج الميت من الحي وترزق من تشاء بغير حساب
Artinya: Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezeki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas, perkiraan)."(QS. Ali Imran 27)
أم حسبت أن أصحاب الكهف والرقيم كانوا من آياتنا عجبا
Artinya: Atau kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim itu, mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang mengherankan?(Al-Kahfi 9)
Dua ayat ini menyajikan kata h-s-b dalam dua sighat yang berbeda, yakni dalam bentuk isim mashdar dan fiil madhi. Namun begitu, dua ayat ini sama-sama menunjukkan bahwa kata h-s-b dalam Al-Qur’an salah satunya juga digunakan untuk menggambarkan daya pikir dan daya prediksi manusia dalam membaca fenomena keseharian. Dalam ayat pertama, kata h-s-b digunakan untuk menunjukkan prediksi estimatis manusia mengenai masalah rizki. Sedangkan ayat kedua menggambarkan penggunaan kata h-s-b dalam hal melihat fenomena mengenai suatu hal yang lebih besar dan lebih kompleks. Dengan demikian, dua ayat ini setidaknya menunjukkan bahwa h-s-b¬ juga digunakan untuk menggambarkan (keterbatasan) daya nalar manusia.
o Perhitungan amal perbuatan manusia di akhirat atau menonjolkan bahwa Tuhanlah yang akan meminta pertanggungjawaban atas semua perbuatan manusia.
وقالوا ربنا عجل لنا قطنا قبل يوم الحساب
Artinya: Dan mereka berkata: "Ya Tuhan kami, cepatkanlah untuk kami adzab yang diperuntukkan bagi kami sebelum hari berhisab"(Shaad, 16)
والذين يصلون ما أمر الله به أن يوصل ويخشون ربهم ويخافون سوء الحساب
Artinya: Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk.(Ar-Ra’d, 21)
إن الدين عند الله الإسلام وما اختلف الذين أوتوا الكتاب إلا من بعد ما جاءهم العلم بغيا بينهم ومن يكفر بآيات الله فإن الله سريع الحساب
Artinya: Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.(Ali Imran, 19)
Jika ragam makna sebelumnya masih bernuansa perhitungan mengenai hal-hal yang bersifat duniwi, maka ragam makna yang satu ini membidik hal-hal yang bernuansa eskatologis. Perhitungan (hisab) dalam ayat ini menunjukkan setting dan gambaran keadaan perhitungan seluruh amal manusia selama di dunia yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah pada hari akhirat. Tiga ayat ini juga mengukuhkan keberadaan Tuhan sebagai satu-satunya dzat yang mengetahui segala laku tindak perbuatan manusia sekaligus dzat yang akan meminta manusia mempertanggungjawabkan seluruh amalnya.
o Pertanggungjawaban
هذا عطاؤنا فامنن أو أمسك بغير حساب
Artinya: Inilah anugerah Kami, maka berikanlah (kepada orang lain) atau tahanlah (untuk dirimu sendiri) dengan tiada pertanggungan jawab (QS. Shad, 39)
Ayat ini menceritakan kisah Nabi Sulaiman yang ‘bangkit’ setelah mendapat cobaan dan terguran dari Allah berupa kesenangannya yang teramat sangat pada binatang kuda. Setelah kejadian tersebut, Nabi Sulaiman memohon agar kerajaannya yang sebelumnya runtuh untuk kembali dibangkitkan. Permintaan itu pun dikabulkan oleh Allah dan digambarkan dalam ayat ini.
o Hubb
Hubb yang berasal dari fiil (kata kerja) habba yuhibbu bisa diartikan al wadaad dan al mahabba yang memiliki perbedaan makna dengan habbatin dan hibbun. Ibnu Mandzur mengatakan bahwa lawan kata dari hubb (cinta) adalah bughdh (kebencian). Di dalam Al-Qur’an, terdapat beberapa derivasi sighat dari hubb ini, baik dalam bentuk fill (mujarrad dan mazid). Dalam penggunaannya, fill dari hubb ini kerap digunakan untuk menunjukkan kecintaan Allah pada manusia yang beriman serta ketidaksukaan Allah pada hambanya yang fasik, cinta antara sesama manusia, ataupun cinta manusia terhadap benda mati (semisal harta).
Dalam Al-Qur’an, derivasi makna dari kata hubb juga banyak ditemukan, semisal dalam bentuk mahabbah, yuhibbu, yastahibbu, dan lain sebagainya. Selain itu, kata h-b banyak ditemukan, akan tetapi tidak semuanya bermakna rasa cinta sebagaimana arti dari hubb. Dalam kata habbatin misalnya, yang juga banyak terdapat dalam Al-Qur’an tidak lagi bermakna cinta dan kasih sayang, akan tetapi bermakna tumbuhan yang biasanya dihubungkan dengan tetumbuhan.
Secara global, berikut ragam makna hubb yang tercantum dalam berbagai ayat-ayat Al-Qur’an.
o Kecintaan Allah kepada hambanya maupun ketidaksukaan Allah
وكأين من نبي قاتل معه ربيون كثير فما وهنوا لما أصابهم في سبيل الله وما ضعفوا وما
استكانوا والله يحب الصابرين
Artinya: Dan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.(Ali Imran 46)
ليجزي الذين آمنوا وعملوا الصالحات من فضله إنه لا يحب الكافرين
Artinya: agar Allah memberi pahala kepada orang-orang yang beriman dan beramal shaleh dari karunia-Nya. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang ingkar.(QS. Ar Rum 45)
Dua ayat ini menunjukkan bahwa kata hubb digunakan untuk menunjukkan kecintaan dan ketidaksukkan Allah terhadap hamba-hambanya yang memiliki kecenderungan berbeda-beda.
o Kecintaan manusia pada hal-hal duniawi
وتحبون المال حبا جما
Artinya: Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.(QS. Al Fajr 20)
زين للناس حب الشهوات من النساء والبنين والقناطير المقنطرة من الذهب والفضة والخيل المسومة والأنعام والحرث ذلك متاع الحياة الدنيا والله عنده حسن المآب
Artinya: Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).(Ali Imran 14)
Selain digunakan untuk subjek Allah, kata hubb dalam sighatnya yang berbeda-beda juga digunakan untuk menunjukkan rasa cinta/suka.kecondongan yang dimiliki manusia. Sebagian ayat yang menunjukkan rasa cinta yang dimiliki manusia biasanya diarahkan pada hal-hal atau objek duniawi.
o Merasa senang, menginginkan, mengharapkan
ولا يأتل أولوا الفضل منكم والسعة أن يؤتوا أولي القربى والمساكين والمهاجرين في سبيل الله وليعفوا وليصفحوا ألا تحبون أن يغفر الله لكم والله غفور رحيم
Artinya: Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat (nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS An-Nur 22)
لا تحسبن الذين يفرحون بما أتوا ويحبون أن يحمدوا بما لم يفعلوا فلا تحسبنهم بمفازة من العذاب ولهم عذاب أليم
Artinya:Janganlah sekali-kali kamu menyangka bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih.(QS. Ali Imran 188)
Ayat pertama menggambarkan adanya rasa pengharapan ataupun rasa senang jika sesuatu yang diinginkan benar-benar terjadi, dalam hal ampunan dari Allah. Dengan demikian, kata yuhibbu tidak hanya bisa diartikan senang atau menyukai, akan tetapi juga bisa diperluas dengan arti akan merasa senang yang secara otomatis juga berarti pengharapan. Sedangkan ayat kedua dalam ragam makna ini menunjukkan kesenangan yang sudah menjadi kebiasaan, terlepas dari kesenangan tersebut berkonotasi positif atau negatif.
o Mencintai dalam arti komparatif (menunjukkan lebih, sebagai pilihan dan prirotas)
ذلك بأنهم استحبوا الحياة الدنيا على الآخرة وأن الله لا يهدي القوم الكافرين
Artinya: Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir.(An-Nahl 107)
Dalam sighat-sighat dan bab-bab tertentu, derivasi makna dari kata hubb juga digunakan untuk menunjukkan adanya gradasi atau prioritas dalam memberikan pengabdian (baca:rasa cinta). Dalam contoh ini misalnya, digambarkan bahwa kecondongan atau rasa cinta terhadap dunia menempati prioritas pertama dan mengalahkan kecondongan terhadap kehidupan akhirat.
o Huda
Huda secara bahasa diartikan sebagai aktivitas mengeluarkan sesuatu dari sebuah keadaan. Aktivitas ini lebih berkonotasi positif dan mengarah pada hal-hal yang menunjukkan perbaikan. Antonim dari kata ini adalah al-dhalal (kesesatan). Dengan demikian, Ibnu Mundzar menyamakan lafad hudan dengan kata al-rasyad. Seperti halnya beberapa lafadz lain, penyebutan huda dalam sebagian besar ayat Al-Qur’an disandingkan dengan antonimnya, yakni lafadz al-dhalal.
Dalam catatan lain, disebutkan bahwa ada 47 ayat yang menyiratkan penamaan Al-Qur’an dengan huda.Catatan tersebut juga menyatakan bahwa dalam arti yang paling umum, huda bisa diartikan sebagai penjelas, pembeda, dan penolong. Selain itu, tidak jauh berbeda dengan lafadz haqq, referen yang dimaksudkan oleh lafad hudan bisa bermagam menurut konteks yang ingin disampaikan. Dalam satu ayat, hudan bisa diartikan dengan Al-Qur’an, petunjuk yang sebenarnya, petunjuk sebagai lawan dari kata kesesatan, dan lain sebagainya. Sebab itulah, beberapa makna lafadz hudan bisa diklasifikasi menjadi beberapa pembagian berikut ini.
o Al-Qur’an
قل من كان عدوا لجبريل فإنه نزله على قلبك بإذن الله مصدقا لما بين يديه وهدى وبشرى للمؤمنين
Artinya: Katakanlah: Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Qur'an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman.Al Baqarah 97
Salah satu nama Al-Qur’an yang dikenal luas adalah huda, selain al-tanzil dan al-kitab misalnya. Hal ini erat kaitannya dengan posisi fungsional Al-Qur’an sendiri sebagai petunjuk sekaligus kitab pamungkas yang memberikan sikap terhadap hukum-hukum yang disampaikan oleh para Nabi sebelum Muhammad. Sebab itulah, referen Al-Qur’an yang berada di balik kata hudan cukup mendominasi ayat-ayat Al-Qur’an yang memuat kata tersebut. Dalam penyebutannya, hudan kerap disandingkan dengan nama-nama lain yang dimiliki Al-Qur’an, semisal pembawa berita baik dan pembawa peringatan.
o Disandingkan dengan kesesatan untuk menunjukkan bahwa huda dan dhalal adalah dua hal yang jelas bertentangan.
أولئك الذين اشتروا الضلالة بالهدى فما ربحت تجارتهم وما كانوا مهتدين
Artinya: Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.(QS. Al Baqarah 16)
Ayat ini menceritakan orang munafik yang bermuka dua dan menjadi musuh dalam selimut di tubuh umat Islam. Penyandingan hudan dengan dhalalah ini, selain menekankan adanya pertentangan, juga menunjukkan bahwa referen hudan dalam ayat ini adalah sesuatu yang sepintas terlihat sebagai hal yang merugikan, sebab bergabung bersama orang muslim akan mengancam kehidupan ekonomi orang munafik yang diceritakan di ayat ini.
Sebab itulah kemudian, mereka lebih memilih untuk bermuka dua yang meski terlihat sebagai hal yang membuat mereka berada dalam posisi aman, akan tetapi hanyalah sebuah fatamorgana. Mereka tidak sadar bahwa mereka telah menukar kebahagiaan sesaat (yang sebenarnya berupa dhalalah) dengan hudan (yang dalam pandangan mereka akan menyengsarakan)
o Diartikan secara harfiah, yakni petunjuk dari kesesatan dan kegelapan
وأما ثمود فهديناهم فاستحبوا العمى على الهدى فأخذتهم صاعقة العذاب الهون بما كانوا يكسبون
Artinya: Dan adapun kaum Tsamud maka mereka telah Kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) dari petunjuk itu, maka mereka disambar petir adzab yang menghinakan disebabkan apa yang telah mereka kerjakan.(QS. Fussilat, 17)
Meski ragam makna yang terakhir ini juga berarti petunjuk dari kegelapan dan kesesatan, seperti halnya ragam makna yang kedua, akan tetapi disajikan dalam bentuk analogi fisik untuk memudahkan pemahaman.
c. Penutup
Mengetahui makna lain dari term-term kunci dalam Al-Qur’an mengahadirkan ‘dunia’ baru di luar pemahaman yang selama ini dimiliki penulis. Hadirnya makna-makna dan referen lain di balik lafadz dalam Al-Qur’an semakin meneguhkan kesatuan isi Al-Qur’an yang satu sama lain saling menguatkan serta menjadi bekal untuk memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif. Selain itu, beragamanya makna yang dimiliki oleh sebuah lafadz kurang lebih menunjukkan bahwa seorang penggiat Al-Qur’an tidak bisa terburu-buru memberi makna atau referen sebuah lafadz dala Al-Qur’an sebelum memerhatikan konteks sebuah ayat.
Ada banyak hal yang tidak terkover dalam eksplorasi-eksplorasi singkat yang disajikan dalam makalah ini. Selain keterbatasan bahan dan banyaknya materi kajian, hal demikian juga disebabkan oleh kelalaian penulis sendiri. Akan tetapi, beberapa eksplorasi yang sudah dipaparkan mengenai lima sampel kata kunci dalam Al-Qur’an yang tersaji di makalah ini cukup menjadi langkah awal untuk melakukan kajian maanil qur’an yang lebih sempurna dan lebih sistematis. Saran dan kritik untuk penulisan yang akan datang akan menjadi sumbangan yang konstruktif bagi penulis. Allah Knows Best
Hmhm...
TugaZ dari doZhen
Rabu, 06 Oktober 2010
Semester 7 u (juh) a (What it looks like???)
Hmmmmmmm…Selama ne aku masih belum terlalu akrab dengan angka 7. Dalam dunia akademik, aku hanya pernah akrab dengan dunia angka dan mentog di angka 6. Kelas 6, ketika SD, MI, atau ketika di madrasah diniyah pondok. Kalopun seharusnya aku sudah akrab dengan kata-kata “kelas 7” saat duduk di kelas I Tsanawaiyah duluuuuuuuuuuu…Hal demikian tidaklah terjadi. Kelas satu Tsnawiyah ya, tetep ajah kelas I. Lingkunganku dulu—barangkali—terlambat mengenalkan aku dengan frase “kelas 7”. Namun kali ini, aku tak lagi ngomong tentang kelas, tapi semester. Bedane kelas ma semester apa ya? Yang pertama, kelas bisa tidak naik dan tinggal kelas karena sang siswa males belajar dan dak disiplin ato apalah sebabnya, sedangkan istilah tinggal semester tidak pernah ada dalam kamus akademik mahasiswa. Hehehehehe. Ini nech, yang bikin enak meski di satu sisi juga ga ngenakin.
Bedanya yang kedua, semester menggambarkan interval masa kuliah 6 bulan, sedangkan sebuah tingkatan kelas memiliki interval waktu 12 bulan, 1 tahun, atau dua kali semester. Selain perbedaan yang gamblang tersebut, yang jelas kelas diperuntukkan bagi siswa dari PAUD-SMA, sedangkan semester biasa dipake untuk mahasiswa. Ooopss, tapi kayaknya padanan yang paling pas dijadikan bahan perbandingan dengan kelas dalam terminologi anak sekolahan tu adalah “tahun ajaran” dech, dalam dunia mahasiswa. Tapi ya embuhlaaaaah…Nek taun pelajaran yang semuanya sama-sama punya. Intine, gradasi dalam dunia sekolah menggunakan “kelas”, sedangkan dalam dunia kampus uda berubah menjadi agak keren dikit, “semester”.
Oklah, sampai di sini ajah pembahasan tentang leksikal-semiotik ato apalah namanya. Sejak kemarin melakukan daftar ulang dan beberapa prosedur lainnya, akhirnya, aku benar-benar menjadi mahasiswa semester tujuh. Aku sendiri melihatnya dengan satu kesan besar; NAKUTIN dan PENUH KERJAAN, utamanya yang ada hubungannya dengan segala hal yang berbau skripsi, munaqasyah, dan lain sebagainya. Aku sendiri belum begitu bisa yakin dengan penuh bahwa aku sudah setua ini, uda duduk di semester tujuh. Uda punya tiga adik angkatan, 2008, 2009, dan yang terbaru adalah adik2 angkatan 2010. Miris rasanya saat di forum brainstorming Opak kemarin, aku harus menyebutkan bilangan semester atau tahun masukku. Bukan karena aku tidak Pede atau tidak siap dianggap sebagai mahasiswa tua, tapi lebih karena aku SANGAT WAS-WAS dan sama sekali tak yakin bisa mempertanggungjawabkan apa yang sudah selama ini aku dapatkan, selama menjadi mahasiswa tentunya.
Dalam hal ini, aku memang tidak memungkiri bahwa idealismeku terkadang berlebihan, utamanya dalam mematok standar maksimal dan minimal buat diriku sendiri. Aku kadang merasa terbunuh oleh idealisme dan standard itu. Cumaaaaa…Aku pikir, hal demikian tidak bisa seharusnya dihilangkan dari alam pikirku. Dalam kasus ini misalnya, minimal aku harus nunjukin apa bedanya anak semester tujuh dengan fasiliator 2008 atau panitia 2009. Banyak hal yang membuatku kurang bebas menjadi diri sendiri. Cuma di balik itu aku tau, menjadi diri sendiri memang suatu hal yang mutlak, tapi aku tidak boleh kemudian sepenuhnya melupakan beberapa idealisme dan standard itu. Yaaaaaaaa..Aku mencoba sebisa mungkin untuk bisa berdamai dengan keadaan. Hadohhh…terlalu rumit jika dijelaskan di sini.
Sebelum di Opak, aku belum sama sekali merasakan bangku kuliah di semester tujuh ini. Ada beberapa MK yang terpaksa harus aku bolongin karena miskomunikasi atau karena aku pas lagi di perjalanan dari Madura menuju Jogjakarta. Dan ketika masuk kelas, kelas pertama, kesempatan pertama, MK pertama, dan dosen pertama, aku bukan main merasakan betapa sudah sepuhnya diriku. Hal demikian muncul saat aku harus sekelas dengan adik angkatan. Sialnya lagi, di MK siang yang terik itu, dosenku meminta mahasiswa untuk menghafalkan definisi suatu hal dengan bahasa Arab dalam waktu yang sebentar banget. Aku ciut duluan, sebab aku sudah lama mengenal diriku dan gaya belajarku yang jauh banget ama si Ramalingam di 3 idiots. AKU TIDAK TERBIASA DAN TIDAK SUKA MENGHAFAL. Itu intinya. Dan sialnya lagi, dosen itu spontan menyebut namaku dan memintaku mengulang definisi itu. Hhhh…Sugestiku emang uda amat banget jelek jika harus berhubungan dengan apa yang namanya hafalan. Alhasil ketika aku sudah angkat bicara, dosen itu tersenyum-senyum, antara lucu, kasian, dan entah apalah namanya.
Pada hari-hari dan MK-MK selanjutnya, aku kembali pada kebiasaan lama ketika semester 5 untuk bersama-sama ke mana-mana dengan Unyil dan Ayu. Sebenarnya tidak se-ansich demikian, hanya saja kami bertiga terlanjur memiliki kesamaan nasib ketika semester 7; yakni mengambil MK yang tidak diambil sebagian besar temen sekelas. Jadi dech, kami harus kembali bertiga senasib seperjuangan ketika semester 7. Unyil dan Ayu adalah dua sahabar terbaikku di bangu kuliah. Senenglah bareng mereka. Meski banyak neko2, mereka baik dan bisa diandalkan. Ga rugi laaaaaaaaaahhh…Aku kenal mereka. Meski tidak sembilan puluh persen sama, aku merasa karakterku matching dengan dua orang ne. Hehehehe. (Semoga dua orang itu ga GR saat membaca tulisan ini. Bisa turun garansi nech aku)
Dan selanjutnya, ritual dengan adik angkatan (plus juga kakak angkatan) kembali terulang, bahkan mungkin dalam semua MK, sebab masih ada 2 MK yang belum sama sekali aku tau 5 W 1 Hnya. Dan pikiran untuk menjadi “lebih” dan bisa “ngayomi” itu tetep bercokol di kepalaku. Setidaknya, pikiran itulah yang ada di pikiranku ketika membincangkan sosok seorang “kakak”. Kakakku sendiri, dalam banyak hal, aku liat amat sangat jauh lebih baik dari aku. Sebab itulah dia punya sangat banyak cara jitu untuk ngayomi aku. Akupun kemudian berpikir, sosok seorang kakak yang kutemukan dalam dirinya juga harus bisa aku tunjukkan pada adik-adik kandungku, juga, dalam konteks ini, adik-adik angkatanku. Hehehehehe. Minimal, alasannya simpel ajah, seperti kata Pak Faiz, “lebih lama kuliah berarti khan lebih pintar…”Gubraaaaaaaaaaaaaaaakkk…Dan semester tujuh yang menandakan bahwa kau sudah menjalani masa akademik tiga tahun di bangku perkuliahan ini memang menuntutku untuk bisa melakukan dan menguasai banyak hal. Alamaaaaaaaaaaaaaakkk…
Kemarin, saat sempat bertemu PA-ku dalam suatu kesempatan yang cukup terburu-buru, aku juga menjawab beberapa pertanyaan beliau dengan sok-sok lugas dan tegas, meski dalam hati sebenarnya aku mulai gelisah. Biasalah, ketemu PA pastinya ditanyain skripsi, masa kuliah teori abis KKN, jumlah SKS yang diambil semester ini, jumlah IPK, dan lain sebagainya yang hampir semuanya berhubungan dengan dunia akdemik. Aku mencoba tersenyum meski sebenarnya aku amat banget takut dan males menjalaniiiiii….proses ini. Entahlah, semoga waktu tidak perlu menungguku terlalu lama…
Yang bikin aku juga merasa bahwa kuliah semester ini benar-benar memaksaku untuk segera bangkit dari kejumudan berpikir dan keterlenaan setelah KKN liburan adala karena aku merasa kutukan di urutan absen pertamaku juga berbicara, di AWAL SEMESTER ini. Hohohohoho…Aku belum bisa tidur nyenyak jika membayangkan tugas setumpuk yang akan melelahkan itu. Oklah, sebenarnya itu hanya masalah urutan dan kesempatan. Kapanpun itu, di awal ato di akhir, aku ya pasti tetep bagian. Tapi ya begetolah adanya. Terkadang aku butuh waktu cukup lama dan keadaan yang ckup mendukung untuk memanaskan otakku. Hehehehehe. Abisnya aku dak rutin manasin otak serutin aku manasin motor. Palagi menurut aku, beda banget caranya manasin otak dengan dunia akademik yang formal seperti perkuliahan. Not too easy, but not impossible.
Dan aku pun tau, pikiran dan perasaan ini kembali akan mendobrak-dobrak diriku sendiri besok, akhir Oktober di lereng merapi, yakni pas ritual PKD. Bagaimanapun, aku seharusnya memang menikmati gradasi-gradasi proses ini. Dan aku mulai merasa bisa menikmatinya bersama-sama temen-temen GM, adik2 PW, plus juga adik2 PB. Tapi, jika harus berkutat kembali dengan modul PKD yang tak pernah aku seriusi itu, nyaliku ndak hanya ciut lagiiii..Tapi kerasa sama sekali ga ada. Jadilah aku inferior duluan sebelum masuk ke medan perang. Aku rasa ya inferior itu memang harus ada. Agar aku mau menggantinya dengan superioritas setelah benar-benar kembali membuka modul dan materi PKD ittuuuu….(Ngomong ini, mau tak mau aku jadi melow. Teringat seseorang. Halaaaaaahhhhh)
Well, yang berlalu biarlah berlalu. Cukup menjadi kenangan yang disimpan dalam berangkas masa lalu, untuk sekali-kali disambangi. Aku haris menempatkan 1st priority terhadap hal-hal yang ada di depan mataku. Pelulusan KKN, tugas-tugas kuliah, fiksasi judul, PKD, kerjaan, dan banyak haaaaaaaaalll…Dan sebenarnya, di manapun, kapanpun, dalam kedaaan apapun, dan bersama siapapun, satu-satunya hal yang bisa menyelamatkanku untuk bisa berdamai dengan keadaan adalah satu hal; yakni BERJIWA BESAR. Tak mudah memang, cuma aku punya banya kesempatan untuk berproses, merenung, berlatih, dan terus menempa jiwaku. Semoga semuanya akan menjadi lebih baik. Bismillaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhh….
Bedanya yang kedua, semester menggambarkan interval masa kuliah 6 bulan, sedangkan sebuah tingkatan kelas memiliki interval waktu 12 bulan, 1 tahun, atau dua kali semester. Selain perbedaan yang gamblang tersebut, yang jelas kelas diperuntukkan bagi siswa dari PAUD-SMA, sedangkan semester biasa dipake untuk mahasiswa. Ooopss, tapi kayaknya padanan yang paling pas dijadikan bahan perbandingan dengan kelas dalam terminologi anak sekolahan tu adalah “tahun ajaran” dech, dalam dunia mahasiswa. Tapi ya embuhlaaaaah…Nek taun pelajaran yang semuanya sama-sama punya. Intine, gradasi dalam dunia sekolah menggunakan “kelas”, sedangkan dalam dunia kampus uda berubah menjadi agak keren dikit, “semester”.
Oklah, sampai di sini ajah pembahasan tentang leksikal-semiotik ato apalah namanya. Sejak kemarin melakukan daftar ulang dan beberapa prosedur lainnya, akhirnya, aku benar-benar menjadi mahasiswa semester tujuh. Aku sendiri melihatnya dengan satu kesan besar; NAKUTIN dan PENUH KERJAAN, utamanya yang ada hubungannya dengan segala hal yang berbau skripsi, munaqasyah, dan lain sebagainya. Aku sendiri belum begitu bisa yakin dengan penuh bahwa aku sudah setua ini, uda duduk di semester tujuh. Uda punya tiga adik angkatan, 2008, 2009, dan yang terbaru adalah adik2 angkatan 2010. Miris rasanya saat di forum brainstorming Opak kemarin, aku harus menyebutkan bilangan semester atau tahun masukku. Bukan karena aku tidak Pede atau tidak siap dianggap sebagai mahasiswa tua, tapi lebih karena aku SANGAT WAS-WAS dan sama sekali tak yakin bisa mempertanggungjawabkan apa yang sudah selama ini aku dapatkan, selama menjadi mahasiswa tentunya.
Dalam hal ini, aku memang tidak memungkiri bahwa idealismeku terkadang berlebihan, utamanya dalam mematok standar maksimal dan minimal buat diriku sendiri. Aku kadang merasa terbunuh oleh idealisme dan standard itu. Cumaaaaa…Aku pikir, hal demikian tidak bisa seharusnya dihilangkan dari alam pikirku. Dalam kasus ini misalnya, minimal aku harus nunjukin apa bedanya anak semester tujuh dengan fasiliator 2008 atau panitia 2009. Banyak hal yang membuatku kurang bebas menjadi diri sendiri. Cuma di balik itu aku tau, menjadi diri sendiri memang suatu hal yang mutlak, tapi aku tidak boleh kemudian sepenuhnya melupakan beberapa idealisme dan standard itu. Yaaaaaaaa..Aku mencoba sebisa mungkin untuk bisa berdamai dengan keadaan. Hadohhh…terlalu rumit jika dijelaskan di sini.
Sebelum di Opak, aku belum sama sekali merasakan bangku kuliah di semester tujuh ini. Ada beberapa MK yang terpaksa harus aku bolongin karena miskomunikasi atau karena aku pas lagi di perjalanan dari Madura menuju Jogjakarta. Dan ketika masuk kelas, kelas pertama, kesempatan pertama, MK pertama, dan dosen pertama, aku bukan main merasakan betapa sudah sepuhnya diriku. Hal demikian muncul saat aku harus sekelas dengan adik angkatan. Sialnya lagi, di MK siang yang terik itu, dosenku meminta mahasiswa untuk menghafalkan definisi suatu hal dengan bahasa Arab dalam waktu yang sebentar banget. Aku ciut duluan, sebab aku sudah lama mengenal diriku dan gaya belajarku yang jauh banget ama si Ramalingam di 3 idiots. AKU TIDAK TERBIASA DAN TIDAK SUKA MENGHAFAL. Itu intinya. Dan sialnya lagi, dosen itu spontan menyebut namaku dan memintaku mengulang definisi itu. Hhhh…Sugestiku emang uda amat banget jelek jika harus berhubungan dengan apa yang namanya hafalan. Alhasil ketika aku sudah angkat bicara, dosen itu tersenyum-senyum, antara lucu, kasian, dan entah apalah namanya.
Pada hari-hari dan MK-MK selanjutnya, aku kembali pada kebiasaan lama ketika semester 5 untuk bersama-sama ke mana-mana dengan Unyil dan Ayu. Sebenarnya tidak se-ansich demikian, hanya saja kami bertiga terlanjur memiliki kesamaan nasib ketika semester 7; yakni mengambil MK yang tidak diambil sebagian besar temen sekelas. Jadi dech, kami harus kembali bertiga senasib seperjuangan ketika semester 7. Unyil dan Ayu adalah dua sahabar terbaikku di bangu kuliah. Senenglah bareng mereka. Meski banyak neko2, mereka baik dan bisa diandalkan. Ga rugi laaaaaaaaaahhh…Aku kenal mereka. Meski tidak sembilan puluh persen sama, aku merasa karakterku matching dengan dua orang ne. Hehehehe. (Semoga dua orang itu ga GR saat membaca tulisan ini. Bisa turun garansi nech aku)
Dan selanjutnya, ritual dengan adik angkatan (plus juga kakak angkatan) kembali terulang, bahkan mungkin dalam semua MK, sebab masih ada 2 MK yang belum sama sekali aku tau 5 W 1 Hnya. Dan pikiran untuk menjadi “lebih” dan bisa “ngayomi” itu tetep bercokol di kepalaku. Setidaknya, pikiran itulah yang ada di pikiranku ketika membincangkan sosok seorang “kakak”. Kakakku sendiri, dalam banyak hal, aku liat amat sangat jauh lebih baik dari aku. Sebab itulah dia punya sangat banyak cara jitu untuk ngayomi aku. Akupun kemudian berpikir, sosok seorang kakak yang kutemukan dalam dirinya juga harus bisa aku tunjukkan pada adik-adik kandungku, juga, dalam konteks ini, adik-adik angkatanku. Hehehehehe. Minimal, alasannya simpel ajah, seperti kata Pak Faiz, “lebih lama kuliah berarti khan lebih pintar…”Gubraaaaaaaaaaaaaaaakkk…Dan semester tujuh yang menandakan bahwa kau sudah menjalani masa akademik tiga tahun di bangku perkuliahan ini memang menuntutku untuk bisa melakukan dan menguasai banyak hal. Alamaaaaaaaaaaaaaakkk…
Kemarin, saat sempat bertemu PA-ku dalam suatu kesempatan yang cukup terburu-buru, aku juga menjawab beberapa pertanyaan beliau dengan sok-sok lugas dan tegas, meski dalam hati sebenarnya aku mulai gelisah. Biasalah, ketemu PA pastinya ditanyain skripsi, masa kuliah teori abis KKN, jumlah SKS yang diambil semester ini, jumlah IPK, dan lain sebagainya yang hampir semuanya berhubungan dengan dunia akdemik. Aku mencoba tersenyum meski sebenarnya aku amat banget takut dan males menjalaniiiiii….proses ini. Entahlah, semoga waktu tidak perlu menungguku terlalu lama…
Yang bikin aku juga merasa bahwa kuliah semester ini benar-benar memaksaku untuk segera bangkit dari kejumudan berpikir dan keterlenaan setelah KKN liburan adala karena aku merasa kutukan di urutan absen pertamaku juga berbicara, di AWAL SEMESTER ini. Hohohohoho…Aku belum bisa tidur nyenyak jika membayangkan tugas setumpuk yang akan melelahkan itu. Oklah, sebenarnya itu hanya masalah urutan dan kesempatan. Kapanpun itu, di awal ato di akhir, aku ya pasti tetep bagian. Tapi ya begetolah adanya. Terkadang aku butuh waktu cukup lama dan keadaan yang ckup mendukung untuk memanaskan otakku. Hehehehehe. Abisnya aku dak rutin manasin otak serutin aku manasin motor. Palagi menurut aku, beda banget caranya manasin otak dengan dunia akademik yang formal seperti perkuliahan. Not too easy, but not impossible.
Dan aku pun tau, pikiran dan perasaan ini kembali akan mendobrak-dobrak diriku sendiri besok, akhir Oktober di lereng merapi, yakni pas ritual PKD. Bagaimanapun, aku seharusnya memang menikmati gradasi-gradasi proses ini. Dan aku mulai merasa bisa menikmatinya bersama-sama temen-temen GM, adik2 PW, plus juga adik2 PB. Tapi, jika harus berkutat kembali dengan modul PKD yang tak pernah aku seriusi itu, nyaliku ndak hanya ciut lagiiii..Tapi kerasa sama sekali ga ada. Jadilah aku inferior duluan sebelum masuk ke medan perang. Aku rasa ya inferior itu memang harus ada. Agar aku mau menggantinya dengan superioritas setelah benar-benar kembali membuka modul dan materi PKD ittuuuu….(Ngomong ini, mau tak mau aku jadi melow. Teringat seseorang. Halaaaaaahhhhh)
Well, yang berlalu biarlah berlalu. Cukup menjadi kenangan yang disimpan dalam berangkas masa lalu, untuk sekali-kali disambangi. Aku haris menempatkan 1st priority terhadap hal-hal yang ada di depan mataku. Pelulusan KKN, tugas-tugas kuliah, fiksasi judul, PKD, kerjaan, dan banyak haaaaaaaaalll…Dan sebenarnya, di manapun, kapanpun, dalam kedaaan apapun, dan bersama siapapun, satu-satunya hal yang bisa menyelamatkanku untuk bisa berdamai dengan keadaan adalah satu hal; yakni BERJIWA BESAR. Tak mudah memang, cuma aku punya banya kesempatan untuk berproses, merenung, berlatih, dan terus menempa jiwaku. Semoga semuanya akan menjadi lebih baik. Bismillaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhh….
Hmhm...
adventure of me..