RSS

Kamis, 04 Maret 2010

Tak-Tik-Tuk-Digicam

Memang terlambat mungkin, cuma masih lebih baik dibanding tidak sama sekali. Well, awalnya, aku ndak gitu ingin punya digicam. Lha buat apa, aku butuhnya sekali-kali aja..biasane pas lage travelling, makrab, jalan-jalan, ada gawe, dll. Tapi emang kadang butuh banget. Lha masa ada acara penting (pas itu makrab GM ultah I dan syukuran Pemilwa), ga ada digicamnya. Ga ada pula dokumentasinya. Payah banget. Jadi kalaupun ngerasa butuh, frekuensinya dak gede.

Liburan semester genap kemaren, aku terlibat dalam sebuah alur kehidupan bersama mimin dan jenghar. Pas itu aku lagi ultah keduapuluh tahun dan—alhamdulillah—dapat pinjeman digicam dari saudaranya temenku. Hehehe. Mereke Casio. Aku inget banget bagaimana gapteknya aku menggunakan barang elektronik itu. Hmhm, jadi terlibat dalam arus persahabatan bersama dua orang itu, aku jadi ikut-ikutan narsis dan suka bereksyen di depan kamera. Bae di digicam pinjeman maupun di hape 6600 yang saat itu baru aku pegang.

Aku juga tau kalo jeng har maupun mimin memiliki hobi yang hampir sama, yakni berpose di depan kamera dengan gaya yang –masyaAllah—beraneka ragam dan kadang bikin aku dak habis pikir. Jeng Har memperlihatkan koleksi foto-fotonya padaku. Beh, ternyata orang ini lumayan suka jalan-jalan dan punya kekebalan PD yang cukup tinggi. Ya, buktinya dia kerap berpose dengan aduhai di tempat-tempat umum, kayak Tugu dll. Sedang si Mimin mengatakan bahwa hampir di setiap kamera maupun hape temen yanga da ada kameranya, pasti ada foto dia. Hhh? Dan emang bener juga. Orang ini punya hobi pose-pose yang tidak kalah ma Jeng Har. Dari situ mereka juga bilang ma aku, “Mbok kalo foto jangan natural-natural terus…”, melihat gayaku yang alamiah dan –saat itu—masih dak banyak gaya.

Aku terang-terangan protes ma dua orang ini kalo naturality itu punya power lebih. Eh, ternyata aku kemakan omonganku sendiri…Setelah melepas alur kebersamaan yang pertama dan terakhir dan mungkin dak bisa terulang lagi (kecuali dalam reuni mungkin), aku jadi doyan berpose di depan hape 6600 jadil itu. Pas itu uda di rumah.

Well, balik lagi ke alur keberasamaan itu, jeng Har pas itu lagi ngidam digicam…jadi hampir tiap saat, dia selalu menggumam dan kadang merengek pada Tuhan, memohon agar keinginannya beli digicam bisa dikabulkan. Hmh…Aku jadi ikut-ikutan ingin beli digicam meski ga ada sama sekali anggaran ke sana. Kalaupun dalam waktu deket aku gajian, uda ada anggaran untuk hal laen, semisal bayar kredit, utang, dan membeli barang-barang. He. Jadi saat itu kupikir, kapan2 dech, aku ingin beli digicam..Biar bisa menyalurkan hobi kecilku dan mendokumentasikan waktu…

Dan waktupun bergulir..Ga mau sedetikpun berhenti…Masuk semester lima, setelah aku sembuh dari sakit yang nyaris membuatku putus asa itu, aku bale ke Yk dan mendengar kabar dari Mimin kalo Jenghar uda berhasil mewujudkan keinginannya, beli DIGICAM. Wah, asyik pikirku. Kapan-kapan bisa tak tebengin. Mm…tapi dibanding nebeng, mengapa aku tidak berusaha membeli digicam sendiri ya? Hm? Beli digicam? Ah, masa iya? Buat apa? Aku khan masih lebih butuh barang-barang laen, semisal hape, printer, modem, dll…

Mmmm..Tapi AKU INGIN!! Awalnya mungkin emang ikut-ikutan Jeng Har dan karena aku ngeroso ‘panas’, dia berhasil mendahuluiku membeli digicam…Tapi lama-lama aku bener-bener berambisi untuk membeli barang itu. Dan gayung pun bersambut..Aku punya kerjaan yang bisa wujudin mimpi aku mengantongi sejumlah uang untuk kemudian bisa cukup membeli digicam…Hm, tapi kerjaane butuh kekuatan ekstra, otak maupun tenaga. Karena aku harus ngebut dalam waktu yang tidak sebentar itu…

Tapi aku mulai juga, kupikir tak ada salahnya mencoba dan belajar di bawah tekanan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang aku inginkan. Aku tulis besar-besar di hati, pikiran, dan whiteboard kamarku bahwa AKU AKAN PUNYA DIGICAM sebentar lagi!! Sebab itulah, aku merasa fully motivated dengan barang kecil itu. Ya, meski bosen, suntuk, jenuh, dll selalu menghantuiku pas menyelesaikan pekerjaan itu, tapi membayangkan digicam ada di hadapanku terus menjadi semangat buatku untuk bertahan dan tidak menyerah…Beh, heroik banget..Pas itu emang cukup kondusif keadaane, karena ngidamku uda keterlaluan…

Prosese ga terlalu sulit sich, cuma karena aku terlalu sering menunda waktu, ya akhirnye lama juga seleseinya. Jadi uang dari proyek itu juga aku maksudkan sebagai sangu pulang ke Madura. Ada dua hal dech, yang mendorong aku untuk segera menyelesaikan tugas itu..; PULANG KE MADURA dan BELI DIGICAM. Lebay mungkin, tapi yo terserah, kalo bukan power of the dream, aku yo dak mungkin bisa berhasil melewati proses yang cukup melelahkan itu..SEORANG DIRI pula. Lagen saat itu, aku hanya bisa mengandalkan diriku sendiri. Jadi mau dak mau lah, aku bekerja banting otak juga akhirnya…

Dan..Hari itu, 28 Januari 2010, setelah aku selesaikan semua urusan registrasi, KRS, plus revisinya, aku berangkat ke Superindo di Jalan Urip Sumoharjo. Pas itu uangku uda ga ada sama sekali dan aku belum makan sedari pagi. Di tempat itu, ada ATM yang menyediakan pecahan dari 20rebu mpe 100rebu. Jadi agar tidak ada saldo yang masih nyangkut di ATM, aku harus mensiasati sistem gitu ceritanye. Apalagi ATM itu aku pinjem dari seorang temen yang dalam waktu deket akan berangkat ke rumah camernya di Jawabarat. Jadi aku memang harus bertindak cepat jika tidak mau si waktu melindesku.

Abis ambil duit, wah,,bukan maen tebelnya dompetku saat itu…hehehe…Soale langsung aku abisin saldonya..aku langsung ngisi perut. So swiit banget hari itu meski sempet kehujanan. Aku merasa jadi jutawan paling keren siang itu. Heheheh, lebay. Tapi ya biarin, euforia ajah dikit-dikit. Gapapalah. Nach abis makan, aku langsung berniat menipiskan isi dompetku dengan mengunjungi salah satu pusat penjualan barang-barang digital gitu.

Aku berdua ma temenku. Dari kemaren aku uda tanya beberapa orang yang aku anggap cukup banyak memiliki pengetahuan di bidang kamera. Merk apa yang harus aku utamakan dibanding yang lain. Spesifikasinya apa ajah, dan lain-lain. Jadi berangkat dari kos, otakku ne uda punya planning2 tersendiri. Kebetulan beberapa hari sebelum berangkat, aku juga sempet browsing di internet berkali-kli untuk mencari kamera yang sesuai dengan budgetku dan spesifikasnya pun dak terlalu malu2in. Plus juga, cari tempat yang enak buat beli. Saat itu aku mikir bahwa aku sedang memanfaatkan promosi online gray offline. He, ya gitu dech.

Aku go ke Artha Digital. Salah satu temen yang aku jadikan tempat konsultasi ngusulin lokasi ini..katanya murah dan pilhannya cukup banyak. Aku juga uda bandingin harga beberapa toko dan hasilnya menunjukkan, toko ini cukup murah ngasih harga. Lokasinya di Jakal. Alhamdulillah dak perlu terlalu bingung nyarinya…sampe sana, aku—dengan bantuan temenku—berbasa-basi ringan untuk sampai pada pokok pembahasan. Ya, kami tanya-tanya gitu..Gimana-gimananya. Dengan gaya profesionalnya, pelayan tu bilang kalo tiap kamera tu ada kekurangan dan kelebihannya, kita milih kamera disesuaikan dengan kebutuhan ajah..Kata dia.

Agar tidak terkesan terlalu oon, aku menggunakan beberapa pengetahuan yang kukantongi saat berkali-kali browsing onthenet dan infomrasi dari beberapa temenku. Intine aku mengarahkan pembicaraan agar tu pelayan tau, aku ga oon-oon banget. Wis gitu keadaane. Aku arahin perbincangan dan tanya-tanya tentang kamera SLR lah, batre litium lah, optical zoom lah, dll. Intine aku cuma ingin pelayan tu tau, kalo aku juga punya pengetahuan yang cukup..(cukup kurang,,hehe)

Akhire aku emang harus menentukan pilihan. Untuk merk, aku uda keukeuh milih Sony…Soale pertimbangan harga dan body juga. Ada sich, Canon yang seharga dengan Sony 10 MP tapi batrenya masih ndak litium. Kalo aku maksa milih Canon, budgetku hanya mengidzinkan aku beli Canon 10 Mp dengan batre yang bikin bodi kamera gembrot. Jadi wis pilih Sony ajah..Maunya yang 12 MP, tapi duitku mepet. Bisa keabisan uang aku, di Madura ntar. Lagean ngapaen ninggi-ninggi-in MP, aku beli kamera khan hanya untuk seneng2, bukan alasan profesionalitas gitu. Jadi, seadanya ajah lah…gausah terlalu maksain.

Ya kalo nafsu ne diturutin, ga akan pernah ada habisnya. Alhamdulillah juga, masih ada satu kamera yang warnanya item…dengan spesifikasi 10 MP itu. Jadinya ya…aku sedikit terhibut juga dengan warna itu. Item ga bikin bosen ajah..fleksibel, metalik, dan keren. Yang putih ga ada sich, adanya silver. Aku uda ilfil duluan ngeliat kamera warna silver. Hm, ok, pilihan uda ditentukan. Sekaranglah saatnya aku membayar ke kasir. Duh, sumpe waktu itu aku sebenere masih ragu, inikah jalan yang aku pilih? Kenapa aku merasa barang ini sebenere tidak begitu aku butuhin ya?

Hm, tapi akhirnya, aku bayar juga…Miris bin ngerasain banyak hal saat mengitung lembaran-lembaran hasil jerih payahku itu. Kemudian menyerahkannya ke kasir. He, uda mulai lebay nech…aku segera pulang setelah memastikan semua bonus yang mendampingi kamera Sony DSC-W/180 itu sudah masuk dalam tas punggung yang sedari tadi aku bawa. Hhh…Alhamdulillah..aku tak henti mengucap syukur karena barang yang –seakan—hanya merupakan mimpi ga jelas itu bener-bener diamanahkan Tuhan padaku. Aku akan menjaganya dengan segenap daya yang aku miliki. Hehehe…

Welcome to my world, Nyny…

AKU INDIVIDUAL???

Ya pasti aku jawab nda. He. Apologi memang. Meski kadang aku merasa bahwa aku harus bisa menjadi seseorang yang individual dan egois dalam beberapa momen tertentu. Bukan gimana, kadang aku pikir, menjadi mahluk yang terlalu sosialis itu ndak enak juga. Ya masalane idup khan maunya memang menyajikan dua hal yang kadang saling tarik menarik dan bertentangan. Di satu sisi kita inginnya gini, dan sedang orang laen inginnya gitu. Kalo terlalu sosialis, kasian kitanya sendiri donk..kalo bukan kita yang neserin diri sendiri, terus siapa lagi?

Contohnya aja, beberapa hari yang lalu…ada temenku yang berencana mau pinjem kamera. Hmh, aku sich sebenere ga mungkin lupa kalo aku uda berjanji ma diriku sendiri, tu kamera ga boleh bermalam di manapun tanpa aku di sampingnya. Weleh, ya intine…aku uda berkali-kali dpat wejangan dari temen2ku bahwa barang elektronik bernama kamera itu ga bisa seenaknya dipindahin tangan ke mana-mana. Risikonya besar…RENTAN RUSAK dan kalo uda rusak (naudzubillah), biaya reparasinya juga segede gunung. Jadi untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan terjadi, aku buat keputusan kalo kamera itu hanya boleh dibawa oleh AKU..ke manapun aku pergi.

Banyak alasan lah, mengapa aku sayang banget dan protektif abis ma kamera tu. Yang paling utama mungkin adalah karena aku membelinya dengan proses yang sangat tidak bisa dikatakan mudah. Bagaimana aku berdarah-darah menghabiskan malam, begadang bersama biibii hanya untuk bisa mengantongi barang ini. Sweet struggle banget.. makanya aku ndak ingin kameraku tu napa-napa. Aku sayang dia banget, intinye begitu.

Tapi temenku yang mau pinjem juga adalah temen yang bisa dikatakan deket, meski kami baru intens komunikasi sejak beberapa bulan yang lalu. Sungguh aku bingung harus bagaimana waktu itu..Aku harus mengorbankan kepercayaan seorang temen atau merelakan kameraku berada jauh dariku dan aku akan sangat mengkhawatirkannya. Aku bingung banget, mana yang harus aku korbanin. Aku pending aja jawabannya dengan alasan yang sebenere kurang bisa diterima. Alhamdulillah dia mau mengerti. Hhh..Endingnya, dengan alasan yang super jujur dan polos, aku bilang ajah ma temenku kalo kamera itu hanya untuk PRIVATE USAGE. Aku ndak tau dia marah, kecewa, ato gimana..tapi intine dia berusaha sebisa mungkin bersikap wajar di depan aku.

So dari satu sampel ini, aku individual donk?

Eits..tunggu dulu. Aku juga banyak mempunyai contoh lain yang membuktikan bahwa aku ndak se-individualis itu. Hehehe. Gausa disebutin lach..Ntar kesane pamer ato gimana. Oya, satu hal lagi tentang diriku dalam cerita itu, buru-buru aku menyadari bahwa kadang dalam sebagian besar momen, aku sulit memberikan kepercayaan penuh pada orang lain, terutama yang berhubungan dengan namaku. Misalane tugas kelompok. Aku berkali-kali ngumpulin tugas individu ke dosen hanya karena ngerasa bahwa aku dak sreg numpuk tugas kelompok di mana aku tidak bertindak sebagai editor dan eksekutor akhir dalam penulisan makalah. Malu-maluin kadang, tapi aku tetep keukeuh. Hmhm,,ya begetolah diriku. Makanya meski sering ngerasa berat dan misuh2, aku lebih seneng bikin tugas individual. Lebih nge-taste.

Ok, pertanyaan yang ingin aku ajukan pada dirku sendiri adalah, seberapa jauh aku punya kemungkinan untuk bersikap individualis? Kapan saja dan dalam keadaan apa saja?

Well, aku hanya boleh bersikap demikian sebutuhnya saja. Misalnya saat aku sedang dikejar deadline proyek, aku harus bersikap ekstra cuek terhadap siapapun juga. Terhadap orang-orang di sekitarku, terhadap orang-orang di pikiranku, terhadap orang-orang di hapeku, dan semuaaaaaaanya. Cucianku, setrikaan, tugas kuliah, kamar yang belum kubersihin, dan lain sebagainya. Dan yang ada di pikiranku hanya satu..; SELESAIN PROYEK SEBELUM BESOK!!! Tak pelak dalam keadaan ini, pikiranku itu jadinya linear-linear saja. Ga berwarna. Yang ada hanya kebingungan, konsentrasi, kejenuhan, laper, ngantuk, dan semua hal yang silih berganti datang menemaniku…

Ada kalanya aku malah mencari beberapa supporting tool untuk melancarkan aksi individualismeku ini. Yang paling sering ya menyendiri, mengasingkan diri, berjalan entah ke mana, terus..,menutup telinga dengan headphone sambil dengerin musik dalam volume yang above standard. Biasane cara-cara ini akan aku tempuh mana kala aku lagi introuble, ada beban pikiran yang tidak bisa terselesaikan, ada masalah yang bikin aku pusing setengah mati, dan…beberapa hal yang pokoe bikin aku dak enak untuk berinteraksi dengan orang,,,

Saat itulah biasanya, aku mulai sok-sokan menggelar monolog-monolog riuh di batin dan pikiranku. Kalo uda ndak bisa, baru aku mendatangkan motivasi eskternal berupa ndegerin musik ato nonton pilem, juga jalan-jalan ga jelas ke mana untuk sekadar memotret kehidupan. Tapi aku tetep suka sendiri. Aku pikir itu lebih menentramkan dan lebih membebaskan, sebab aku bisa bebas berekspresi..tanpa harus terhalangi karena ada temen di sampingku. Intine pas saat itu, aku merasa kalo semua yang ada di sampingku nyebelin…meski sebabnya cuma satu orang ato satu kejadian. Ga fair banget emang, tapi yang penting, aku uda berusaha (meski ga sepenuhnya berhasil) untuk mengenali titik kelemahanku dan sedikit demi sedikit mengatasinya…

Meski begitu, aku memang tidak bisa cuek pada beberapa orang tertentu, seberapa nyebelinnya mereka buat aku. Ya sebabnya sederhana, karena aku sayang mereka, maka aku perhatian ma mereka. Jadi seberapapun aku berusaha untuk dak care ma urusan mereka (dengan menggunakan kaidah lu-lu gw-gw), aku yo tetep ndak bisa. Jadi untuk urusan beberapa orang ne, aku yo..sebisa mungkin ga terlalu nampakin kalo aku sayang ma mereka. Harus tetep jaim. Bisa-bisa mereka over GR lage. Ga boleh tu..

Aku dak tau berapa porsentase individualis-sosialis yang ada dalam diriku. Apa 50-50. 70-30, ato berapapun. Agak sulit rasanya mendeteksi orang yang moody kayak aku, meski itu dilakukan dan dialami oleh aku sendere. Hehehe. Tapi yo, aku penah denger, katanya seorang kutu buku itu cenderung individualis. Aku ya jelas ga masuk dala mkualifikasi ini, karena aku males banget untuk urusan baca buku. Tapi, benarkah aku sosialis? Sementara aku sering emoh berinteraksi dengan orang yang lebih tua dibanding aku..biasana famili ato keluarga yang ga gitu intens komunikasi. Ya gatau dech, untk saat ini kayaknya aku belum bisa menentukan manakah yang lebih dominan ada pada diriku antara du kutub berseberangan itu…

Epilognya, buat aku, porsi individualis dan sosialis itu harus seimbang ajah lah..jangan mpe terlalu sosialis mpe ngorbanin diri sendiri terlalu jauh, jangan pula mpe individualis keterlaluan terus ga peduli sama sekali dengan orang sekitar.

Rabu, 03 Maret 2010

Edisi Neraka Bocor

UPDATE STATUS ClassBook, TH B-C 2007

MK: Pemikiran Tafsir Kontemporer

Unyil Ona :Panas2 gene kul..Malez sebenere, tapi aku khan gak pernah masuk sebelumnya..Hikz..Hikz…
Aidha :Aku lage saltum (Salah Kostum), panas2 pake item. Huh..Tapi tetep harus semangat! Cayoo…!!!
Ocka :Capek…Baru aja datang dari rumah, langsung kuliah dech…!!!
Chiko :Duh…Gatel buanget nich, tenggorokan..jadi ga pw kulnya…
Dinta :Break dulu ah..Dosennya ge nerima telpon.
Mila :Sama dewh, ma Chiko..Kayaknya mau dateng tuch, radang tenggorokannya..
Wha2 :Huffffffh..Gerah pwol!! Ga mud jadinya..Mana saltum lagi..hiks…hiks…
Umi :Semangat woooooooooiii!!!
Boy_Yat :Tuhan, berikan aku kekuatan!!
An-Amel :Telat lagi…Mogok di jalan…
Iduy :Males bangeeeeet nech…Lihat muka anak-anak kelas pada suntuk…Panas kali yaaaaa…
El Maturidi :Kobarkan semangatmu!!!
Awan :Iklan bagus; Reading Text Pak Yusron dah menabung nilai A 2X. Gak serrem seperti semester II. I am happyfull…
Ubed :Hari ini, mulai dari kemaren, hati rasanya eeeeenak banget, tapi perutnya dan crut…crut…dari tadi
Turnadi :Berikanku kenikmatan dan kesegaran, dengan senyumanmu yang menawan..
Farhan :Puaaaaaaaaaaaaannassssssss banget ya..Kayaknya nerakanya bocor…
Tashir :Seggggggggarrrrrrr..sensasi plong…spriteeee,,,
Duyz :Senyummu..Buat aku segaaaaaarr..di panasnya hari ini..
Tata :Panas matahari siang ne…Seterik angkuhmu..Nyebelin tapi ngangenin..hehehe..(Misyupwolll dech…)